SEMUA BISA BERPENDAPAT BEBAS, KECUALI SYARIAT ISLAM

Oleh: Rih Latifa

IMPIANNEWS.COM

Kasus Abuya Mama Ghufron, seorang “ulama” di Malang, Jawa Timur, yang baru-baru ini viral karena klaimnya mampu berbicara bahasa Suryani dan menulis 500 kitab dalam bahasa tersebut, memicu perdebatan sengit terkait kebebasan berpendapat dan batasannya, khususnya dalam konteks agama.

Meski sempat diragukan oleh banyak orang justru Mama Ghufron malah memberikan pembelaan dalam sebuah video dengan sangat emosional dan meyakinkan agar masyarakat percaya bahwa dia memang menulis 500 kitab dengan bahasa Suryani. Dia juga mengatakan bahwa bdalam kitabnya terdapat bahasa yang sulit dimengerti karena menggunakan bahasa Arab oplosan.

Salah satu aktivis Islam, Farid Idris mengatakan bahwa dia meragukan Mama Ghufron adalah orang yang memahami Islam dengan mendalam. “Saya lihat ajaran Mama Ghufron isinya sesat semua. Masyarakat yang pemahamannya masih lemah bisa terpengaruh ajaran sesatnya,” ungkap Farid kepada redaksi suara nasional pada Rabu (19/06/2024)

Farid juga mengatakan bahwa dia tidak pernah melihat Mama Ghufron membaca Al-Qur’an atau hadits di hadapan para pengikutnya.

Dalam hal ini, dengan dalih kebebasan berpendapat dan kebebasan berekspresi membuat orang-orang seperti Mama Ghufron semakin menjadi-jadi, ini bukan kasus yang pertama melainkan sudah kesekian kalinya dengan orang yang berbeda dari berabagai kalangan, bahkan perangkat pemerintah dan kini seseotang yang dikatakan ulama.

Islam memandang kebebasan berpendapat tidak salah selama dalam koridor syariat berdasarkan dalil, hadits dan ijma sahabat. Sementara yang terjadi saat ini kebebasan berpendapat itu malah benar-benar bebas tanpa ada batasan yang jelas sehingga memupuk subur para penista agama.

Ironisnya berpendapat dengan kebebasan yang menyintir dan menghina agama justru dianggap sepele, lain dengan orang yang mengkritik pemerintahan dan membela syariat Islam yang justru menjadi tidak aman. Ini sangat berbanding terbalik, hukum tidak adil meskipun kebenarannya sudah terang benderang.

Beralih pada pandangan Islam. Apakah Islam kaku dan tidak menerima pendapat? Syariat Islam atau hukum sara tentu tidak bisa diganggu gugat, sesuatu yang haram menurut Allah akan tetap haram bagaimanapun seseorang pintar mengelak untuk menjadikannya halal. Begitupun yang wajib akan tetap menjadi wajib sekalipun seribu orang cerdas berpendapat sesuatu itu menjadi tidak wajib dilaksanakan.

Dalam hal lain yang masih bisa diperdebatkan tentu Islam tidak melarang, seperti bagaimana Rasulullah saat menerima pendapat istri beliau yakni Ummu Salmah Ra., untuk menyembelih kambing setelah sebelumnya berdiskusi dengan para sahabat untuk tidak menyembelihnya karena Rasul saat itu membatalkan umrahnya di tahun ke-6 setelah perjanjian Hudaibiyah.

Hal ini tidak sederhana dan dapat dijadikan tauladan dalam keluarga atau cakupan bernegara bahwa Rasulullah tidak mencontohkan sikap pemimpin yang otoriter. Masih banyak lagi sejarah atau riwayat yang menceritakan bagaimana Rasulullah yang memiliki ketegasan tetap bisa menerima perbedaan pendapat selama pendapat tersebut masih dalam batasan, dengan kata lain tidak ada pelanggaran hukum syarak di dalamnya. Wallohualam bishowab.

Post a Comment

0 Comments