_Sport Tourism_ Penyangga Ekonomi Berkelanjutan, Wajarkah?

Oleh: Ade Aisyah A. Md 
(Pemerhati Generasi dan Aktivis Dakwah Islam Kafah)

IMPIANNEWS.COM

Bagai punuk merindukan  bulan. Itulah peribahasa yang bisa menjadi gambaran ketika berharap kepada _sport tourism_ menjadi penyangga ekonomi berkelanjutan. Mustahil bisa meraih harapan tersebut.

Dikutip dari kompas.com  (25/4/2023) _Sport tourism_ adalah penggabungan dari olahraga dan pariwisata. _Sport tourism_ dibagi ke dalam dua jenis, yaitu: _Hard sport tourism_ merupakan _event_ perlombaan resmi yang besar dan berskala dunia. Contohnya Sea Games, World Cup, Asian Games, dan sebagainya. _Soft Sport Tourism_ adalah aktivitas olahraga yang berkaitan dengan gaya hidup atau tren yang dapat diikuti oleh semua orang secara terbuka atau umum.  Contohnya _trail motor, diving, rafting, surfing, hiking,_ lari, dan lain-lain. _Sport tourism_ yang paling populer di Indonesia, yaitu _Tour de Singkarak, Tour de Ijen, Jogja Marathon, Bintan Triathlon_ , dan sebagainya.  

 _Event sport tourism_ di Indonesia dinilai sebagian kalangan memberikan awal yang baik bagi kebangkitan pariwisata Indonesia memandang potensi ekonominya diperkirakan bisa mencapai Rp18,790 triliun pada 2024 mendatang.Bahkan  Plt VP Corsec Jakpro Melisa Sjach mengatakan bahwa sport tourism ini menjadi angin segar  dalam membangkitkan pariwisata dan ekonomi di Indonesia, sekaligus membuka lapangan pekerjaan yang  seluas-luasnya. (tirto.id, 11/8/2023)

Meskipun demikian, jika kita memperhatikan lebih dalam, justeru menjadikan _sport tourism_ sebagai penyangga ekonomi bangsa menunjukkan bahwa negara abai dalam mencari solusi strategis dalam persoalan ekonomi. Sejatinya negara bisa memperoleh pendapatan yang jauh lebih strategis, lebih menjanjikan dan berkelanjutan yakni jika negara langsung terjun mengelola sumber daya alam. Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah.  Mengutip Kemdikbud RI, potensi Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia adalah hutan, lautan, minyak bumi, gas alam, dan batu bara. Menurut pengamat energi Kurtubi perkiraan nilai cadangan terbukti dari minyak, gas, batubara, tembaga, emas, nikel, perak dan seterusnya dengan asumsi tidak ditemukan cadangan baru lagi. nilainya saat ini sekitar Rp 200 ribu triliun (djkn.kemenkeu.go.id)

Selain itu, _sport tourism_ menyangkut berbagai hal tidak hanya tentang untung rugi secara ekonomi tapi juga dampak sosialnya yang banyak menimbulkan hal negatif seperti transfer budaya dan gaya hidup permisif liberal yang bisa merusak generasi. Apalagi adanya keterlibatan investor swasta. Hal ini jelas akan menguntungkan pihak pengusaha dan pengabaian terhadap nasib rakyat semakin nyata.

Negara juga bisa mengalami kerugian dari _sport tourism_ ini, seperti halnya terjadi pada Sirkuit Mandalika.  Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan menyatakan bahwa uang negara sebesar Rp2,49 triliun telah dikeluarkan untuk membiayai pembangunan Sirkuit Mandalika. Belum lama ini sirkuit tersebut mengalami kerugian mencapai Rp100 miliar. Hal ini  salah satunya dipicu oleh penyelenggaraan World Superbike (WSBK). Ajang ini mereka sebut tidak menarik bagi investor untuk masuk menjadi sponsor. (cnnindonesia.com, 15/6/2023)

Begitulah sistem kapitalis sekuler, menjadikan sektor pariwisata sebagai penyangga ekonomi bangsa. Padahal hasilnya tak seberapa dibandingkan sektor strategis seperti Sumber Daya Alam (SDA). Bahkan terbukti, negara justru mengalami kerugian. Sementara pendapatan dari SDA justru dikuasai asing dan swasta. 

Berbeda dengan sistem Islam. Islam mengatur sumber pendapatan negara. Salah satunya adalah dari pengelolaan SDA yang langsung dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk berbagai fasilitas publik yang berkualitas dan murah. Seperti pendidikan, kesehatan dan berbagai pelayanan publik lainnya. 

Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah saw. bahwa SDA termasuk ke dalam kepemilikan umum. 

المسلمون شركاء في ثلاث في الماء والكلأ و النار

 _Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu air, padang rumput (hutan), dan api (energi)._ (HR Abu Dawud dan Ahmad)

Negara menjadi wakil dari kaum muslim untuk mengelola langsung SDA tersebut. Aspek strategis seperti SDA menjadi pilihan negara sebagai salah satu pos pendapatan mengingat negara memiliki amanah sebagai pengatur urusan rakyat. Kepala negara dalam sistem Islam akan langsung dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah Swt. tentang urusan rakyat tersebut. Rasulullah saw. bersabda:

«الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ».

 _“Imam/Khalifah itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya.”_ [HR. Bukhari dan Muslim]

Selain SDA, negara yang menerapkan Islam kafah memilik banyak pos pendapatan negara. Abdul Qadim Zallum dalam kitabnya, Al _Amwal fi Daulah Al Khilafah_ menyebutkan terdapat 12 Pos penerimaan tetap Baitul Mal.

Kedua belas pos tersebut  yaitu (1) _Anfal, ghanimah, fai’_ dan _khumus_ , (2) _Kharaj_ , (3) _Jizyah_ , (4) Harta kepemilikan  umum, (5) Harta milik negara berupa tanah, bangunan, sarana umum dan pendapatannya, (6) Harta ' _Usyur_ , (7) Harta haram para penguasa dan pengawai negara, harta hasil kerja yang tidak diperbolehkan syara’, serta harta yang didapat dari tindakan curang lainnya, (8) _Khumus_ , (9) Harta yang tidak ada ahli warisnya dan harta kelebihan dari pembagian waris, (10) Harta orang-orang _murtad_ , (11) Pajak ( _dharîbah_ ), (12) Zakat.

Banyaknya pos pendapatan negara, meniscayakan negara memiliki dana yang cukup untuk pembangunan dan pengaturan berbagai urusan rakyatnya.

Tentu kita semua merindukan terwujudnya negara yang kuat yang diridai Allah Swt. dengan menerapkan semua aturan-Nya secara kafah.

Post a Comment

0 Comments