Sifilis Menjejak Di Tubuh Anak-Anak

Oleh: Annisa Nanda Alifia 
(Aktivis Remaja Muslimah)

IMPIANNEWS.COM

Menurut Kementerian Kesehatan dalam konferensi pers pada Senin (8/5/2023), kasus sifilis meningkat hampir 70 persen dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Sebanyak 0,5 persen merupakan ibu hamil dengan sifilis, yaitu mencapai 5.590 kasus (Kompas.id).

Laporan kasus sifilis di berbagai daerah pun saat ini menunjukkan keadaan gawat. Melansir radarjabar.disway.id, di provinsi Jawa Barat tercatat 3.186 pasien sifilis sepanjang data 2018-2022. Jabar di peringkat kedua setelah Provinsi Papua sebanyak 3.864 pasien. Kemudian dikutip dari kumparan.com, Dinkes DIY mencatat sebanyak 333 kasus sifilis di DIY dikarenakan faktor risiko lelaki seks lelaki (LSL) pada 2022, dengan peningkatan sebesar 44 persen.

Himbauan Dinas Kesehatan untuk setia pada pasangan dan sosialisasi yang dilakukan pun nampaknya tidak cukup untuk mencegah peningkatan kasus sifilis yang semakin melonjak. 

Penularan vertikal sifilis dari ibu ke anak dapat menular selama masa kehamilan dan persalinan. Namun sayangnya, mengutip kompas.id, Kemenkes menyebutkan jumlah ibu hamil dengan sifilis yang diobati masih rendah, yakni baru 41 persen. Anak-anak yang tertular sifilis akan mengalami luka dan gatal di sekitar alat kelaminnya, bahkan berisiko meninggal. Malangnya nasib anak-anak ini, tubuh mereka dijejaki oleh kerusakan. Mereka menjadi korban kemaksiatan biadab orang tuanya, bahkan sejak masih dalam kandungan.

Sifilis umumnya menular melalui hubungan seks dengan penderita. Salah satu penyebab peningkatan kasus sifilis yaitu seks bebas, yang dilakukan penganut kebebasan perilaku. Individu semacam ini menunjukkan kepeduliannya hanya untuk kenikmatan duniawi, hingga abai dengan bahaya, pun syari’at Islam yang agung. Bahkan hubungan sesama jenis diperbuat demi mengejar kepuasan seksual saja. Sistem pun tidak memiliki aturan yang tepat, bahkan malah mendukung kebebasan berperilaku tersebut. Para pelaku bisa dengan mudah sembunyi dibalik prinsip kebebasan, untuk membenarkan segala perilakunya. Pun apabila ditetapkan sanksi, sifatnya tidak tegas dan bisa diubah sesuka hati. Padahal perbuatan ini jelas bertentangan dengan aturan Islam. 

Dalam Islam, meski dengan pengaman, seks bebas adalah zina dan termasuk dosa besar. Dalam Q.S. Al-Isra ayat 32, zina disebut sebagai perbuatan keji dan seburuk-buruk jalan. Adapun hubungan sesama jenis, telah dikecam oleh Allah SWT, sebagai perbuatan yang melampaui batas dalam Q.S. Al-A’raf ayat 81. Lebih mendasar lagi, Islam memerintahkan laki-laki dan perempuan untuk menundukkan pandangan, dan menjaga kesucian (Q.S. An-Nur: 30-31), melarang khalwat—berduaannya laki-laki dengan perempuan tanpa mahram (H.R. Bukhari dan Muslim).

Masyarakat Islam sesungguhnya berkewajiban melakukan amar ma’ruf-nahi munkar, saling mendakwahi supaya kemaksiatan tidak meluas. Namun, untuk mengatasi penyebaran kasus sifilis ini, diperlukan lebih dari penyelesaian masalah cabang, tak hanya suara masyarakat himbauan dan sosialisasi. Perlu adanya sanksi tegas dari negara terhadap pelaku zina, hubungan sesama jenis, dan kemaksiatan lainnya. Penerapan Islam secara total, beserta sanksi-sanksinya yang tepat, hanya bisa terwujud ketika Khilafah Islamiyah tegak.

Sanksi dalam Islam berfungsi sebagai pencegah agar masyarakat lain tidak mengikuti, dan penebus dosa serta membuat pelaku jera. Allah telah mengatur sanksi tegas berupa seratus kali cambuk bagi pezina di dalam Q.S. An-Nur ayat 2. Hubungan sesama jenis pun disanksi tegas berdasarkan sabda Nabi SAW, “Barang siapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Luth, bunuhlah kedua pelakunya” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad).

Dengan menerapkan Islam secara total, sanksi-sanksi akan ditetapkan dengan tegas. Perzinaan dan kemaksiatan lainnya niscaya menurun drastis. Inilah solusi yang jelas, sekaligus langkah tepat untuk mengakhiri kasus sifilis.

Post a Comment

0 Comments