Menindaklanjuti temuan 8 kasus pada anak yang terindikasi Measles (campak) dan Rubella, Walikota Padang Mahyeldi menggelar pertemuan dengan Dinas Kesehatan, |
Menindaklanjuti temuan 8 kasus pada anak yang terindikasi Measles (campak) dan Rubella, Walikota Padang Mahyeldi menggelar pertemuan dengan Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, MUI Kota Padang, Kemenag Kota Padang, Bagian Kesra, Bagian Humas, Camat se-Kota Padang dan konsultan UNICEF untuk MR di Kediaman Walikota Jalan A. Yani Padang, Senin malam (27/8/2018). Kedelapan kasus tersebut berupa penyakit kelainan bawaan, seperti gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, dan kelainan jantung.
“MR merupakan penyakit menular. Dan obatnya sampai saat ini belum ada. Satu-satunya cara melindungi anak-anak kita adalah dengan imunisasi. Untuk itu, imunisasi MR ini harus dilakukan agar virus MR tidak menyebar,” ujar Mahyeldi pada pertemuan tersebut.
MUI : Nomor 33 Tahun 2018 tentang Penggunaan Vaksin MR (Measles Rubella) dari SII (Serum Intitute of India) untuk Imunisasi, bahwa penggunaan vaksin MR dibolehkan |
Lebih lanjut dijelaskan, sebagaimana Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 33 Tahun 2018 tentang Penggunaan Vaksin MR (Measles Rubella) dari SII (Serum Intitute of India) untuk Imunisasi, bahwa penggunaan vaksin MR dibolehkan (mubah) karena kondisi keterpaksaan (dlarurat syar’iyyah) dan belum ditemukannya vaksin MR yang halal dan suci. Serta, keterangan dari ahli yang kompeten dan dipercaya tentang bahaya yang ditimbulkan akibat tidak diimunisasi dan belum adanya vaksin yang halal.
“Mari bersama-sama kita mengkampanyekan bahaya virus MR dan imunisasi MR ini kepada masyarakat. Agar generasi masa depan kita benar-benar terlindungi dari virus menular MR dan cacat seumur hidup. Hak anak untuk hidup sehat harus dipenuhi,” ujar Mahyeldi.
Sementara itu, Ketua MUI Kota Padang Duski Samad mengatakan, sebelum fatwa MUI tentang imuniasi MR dikeluarkan, telah ada fatwa MUI Nomor 04 Tahun 2016 tentang Imunisasi, yang menjelaskan bahwa imunisasi pada dasarnya dibolehkan (mubah) sebagai bentuk ikhtiar untuk mewujudkan kekebalan tubuh (imunitas) dan mencegah terjadinya suatu penyakit tertentu.
Sebagaimana fatwa MUI tersebut, imunisasi dengan vaksin yang haram dan atau najis boleh digunakan pada kondisi al-dlarurat (kondisi keterpaksaan yang apabila tidak diimunisasi dapat mengancam jiwa manusia) atau al-hajat (kondisi keterdesakan yang apabila tidak diimunisasi maka akan dapat menyebabkan penyakit berat atau kecacatan pada seseorang. Serta, karena belum ditemukan bahan vaksin yang halal dan suci. (th)
Cc: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kemendagri_RI Kementerian Komunikasi dan Informatika RI KemenPAN-RB Republik Indonesia MUI Pusat UNICEF UNICEF South Asia