Benarkah ada geng motor di Kota Padang? Berdasarkan KBBI, geng artinya kelompok remaja (yang terkenal karena kesamaan latar belakang sosial, sekolah, daerah, dan sebagainya); gerombolan. Kemudian disebut sebagai gerombolan bermotor.
Geng motor konotasinya negatif, identik dengan kekerasan. Di ibukota, tidak jarang aksi geng motor memakan korban. Nah, apa "mereka" juga ada di Padang?
Sebersit, ah, tidak mungkin. Meskipun sudah ditunjukkan foto-fotonya; anak-anak remaja memegang senjata aneh itu, ada saja yang berdalih, "itu dia memegang saluang", bahkan ada yang menyatakan bahwa saya, sebagai pewarta foto, menyebarkan berita "hoax", berita teror, dan memburuk-burukan nama Kota Padang, "ai sudah..."
Baik, saya ceritakan. Mulanya, pada Minggu sesudah subuh ramadan kedua (28/5), saya berangkat dari rumah dengan niat berburu foto "asmara subuh". Waktu itu masih gelap, langit biru dongker, belum ada tanda-tanda fajar menyingsing. Setiba di Muaro Lasak, anak-anak bersarung dan mukena terlihat di tepi jalan sambil menyalakan petasan. Sesekali mereka lemparkan petasan itu ke tengah jalan, dan, duar, meletuslah.
Sesampainya di Jalan Samudera, belakang Taman Budaya Sumbar, terlihat gerombolan remaja di persimpangan Jalan Pancasila dan Jalan GOR Prayoga. Ternyata mereka menonton aksi balap liar di dua jalur itu. Saya yang semula mengendarai motor ke arah pujasera, berbalik arah dan memilih untuk melihat aksi tersebut.
Saya pikir, tidak ada foto "asmara subuh", tapi ada foto balap liar. Maka itu, saya keluarkan kamera sambil curi-curi gambar. Karena masih gelap, saya menggunakan teknik "low Shutter speed" untuk menghasilkan foto "panning". Selain kebut-kebutan, satu dari mereka ada pula yang melakukan aksi "freestyle". Ini menarik, pikir saya.
Sambil motret, tetiba masuk kabar dari salah satu grup WhatsApp (WA), bahwa ada rencana tawuran di jembatan Sitti Nurbaya pagi itu. Ternyata, saya baru "ngeh" bahwa semalam, dari postingan Pak Kasatpol-PP Dian Fakri di Facebook, tawuran terjadi di jembatan itu yang berbuntut dibubarkan oleh Satpol-PP Padang dan menahan sejumlah remaja serta barang bukti berupa senjata berbagai jenis; parang, sabuk dengan besi ujungnya. Menyambung peristiwa itu, saya kabarkan pula ke grup bahwa sedang terjadi balap liar di pantai Padang.
Langit mulai terang, seorang teman jurnalis tv lokal datang. Ia ikut meliput aksi kebut-kebutan itu. Lalu, tiba-tiba saja dari arah Simpang Pancasila, gerombolan yang mulanya menonton, bubar. Seperti ada yang membubarkan, mereka menjalankan motor bergerombol ke arah pujasera. Namun mereka tidak melarikan diri seperti layaknya dibubarkan. Saya pergi ke tengah jalur hijau, memotret mereka. Saat itulah, dari kejauhan saya mendapati dua motor, salah satunya bonceng tiga, membawa alat serupa kayu dan mengacung-acungkannya. Mereka remaja usia sekitar SMP-SMA. Meskipun kondisi masih remang, saya coba memotret mereka dengan ISO kamera tinggi. Jepret.
Kenapa mereka (gerombolan yang awalnya nonton) tidak bubar seolah dibubarkan, melainkan beranjak begitu saja? Saya pikir, ini karena ulah gerombolan yang membawa senjata ini untuk memprovokasi ataupun mengusir gerombolan lain, bukan ulah aparat yang memang tengah membubarkan.
Ya, saya melihat kembali hasil foto saya yang sebenarnya agak "Shake" atau goyang serta "whitebalance" yang lupa diatur sehingga foto terlihat membiru. Semula saya mengira mereka membawa senjata semacam kayu. Tentu saja, sebagai pewarta foto, saya harus mempercayai mata saya yang melihat langsung. Tidak ada narasumber di sini, saya langsung menjadi saksi mata bahwa mereka memang membawa senjata.
Hal itu diperkuat dengan pernyataan rekan saya, seorang jurnalis tv nasional, yang saat itu berada di persimpangan lain, melihat gerombolan itu melintas sambil menyembunyikan senjata semacam celurit di balik sarung. Setelah saya amati kembali foto saya, sepertinya mereka bukan memegang kayu, melainkan sebatang besi.
Setelah mereka (gerombolan bersenjata itu) berlalu, aksi balap liar kembali berlanjut. Analisa saya, mereka gerombolan berbeda. Gerombolan geng bersenjata hampir semuanya berboncengan, sementara geng aksi balap liar, mengendarai motor sendiri-sendiri. Barangkali merekalah (geng bersenjata) yang terlibat tawuran di Jembatan Sitti Nurbaya itu.
Dan sekitar pukul 07.00 WIB, aksi mereka benar-benar dibubarkan, yang katanya dilakukan oleh anggota TNI. Tidak ada pihak kepolisian maupun Satpol-PP.
Menurut saya, ini bukan teror dan jangan pula ditakuti. Mereka hanyalah anak-anak remaja yang lepas dari pantauan orangtuanya. Mereka bukan diberantas, tapi harus dibina. Awalnya, memang hanya akan berdampak kepada tawuran antar remaja atau antar geng motor. Namun bila ini terus berlanjut, bisa berdampak ke pengendara lain atau bahkan rumah-rumah kita.
Jadi benarkah ada geng motor di Padang? Ya benar, dan mereka ternyata anak-anak kita, adik-adik, kemenakan kita. [*]
Senin, 29 Mei 2017
Catatan Dinihari
Foto dan narasi: Iggoy el Fitra
0 Comments