Oleh: Mellisa Sevtia Leoren (2110731031)
IMPIANNEWS.COM
Novel klasik Harper Lee, To Kill a Mockingbird, terus memikat pembaca di seluruh dunia dengan tema-tema abadi tentang ketidakadilan ras, prasangka, dan hilangnya kepolosan. Di kota Padang, Sumatera Barat, mahasiswa dari Jurusan Sastra Inggris Universitas Andalas (Unand) telah menemukan hubungan yang mendalam dengan kisah ikonik ini.
Berlatar di kota fiktif Maycomb, Alabama, To Kill a Mockingbird mengikuti kisah Scout Finch saat ia menyaksikan ayahnya, Atticus Finch, membela Tom Robinson, seorang pria kulit hitam yang tidak bersalah yang dituduh salah melakukan kejahatan. Gambaran hidup Lee tentang rasisme dan prasangka yang tertanam kuat dalam masyarakat Amerika telah bergema dengan pembaca dari generasi ke generasi.
Mahasiswa dari Jurusan Sastra Inggris Universitas Andalas (Unand) yang diwawancarai untuk artikel ini mengungkapkan kekaguman mereka terhadap eksplorasi kuat novel tentang isu-isu kompleks ini. Banyak yang terkesan oleh kesamaan antara ketegangan rasial yang digambarkan dalam buku dan tantangan yang dihadapi oleh komunitas marjinal di Indonesia saat ini.
"Penggambaran novel tentang ketidakadilan ras sangat relevan dengan masyarakat kita," kata Ibnu, mahasiswa tahun ketiga yang mempelajari sastra Inggris di Unand. "Ini adalah pengingat yang jelas tentang diskriminasi sistemik yang terus ada, bahkan di negara-negara yang seharusnya progresif."
Mahasiswa lain, Emilia, mencatat bahwa eksplorasi novel tentang hilangnya kepolosan sangat menyentuh. "Perjalanan Scout dari seorang anak yang naif menjadi seorang wanita muda yang lebih dewasa adalah pengalaman universal," katanya. "Ini adalah pengingat bahwa kepolosan itu rapuh dan dapat dengan mudah dihancurkan oleh kenyataan dunia yang keras."
Selain relevansinya secara tematik, mahasiswa Jurusan Sastra Inggris juga menghargai kualitas sastra novel tersebut. Bahasa Lee yang hidup, karakter yang berkesan, dan narasi yang menarik telah menjadikan To Kill a Mockingbird sebuah klasik yang dicintai.
"Buku ini ditulis dengan indah," kata Citra. "Lee memiliki bakat nyata untuk menciptakan karakter yang terasa seperti orang nyata. Saya benar-benar tertarik dengan ceritanya dari awal hingga akhir."
Dampak To Kill a Mockingbird terhadap mahasiswa Jurusan Sastra Inggris di Universitas Andalas terbukti dari diskusi mereka tentang novel tersebut dan keinginan mereka untuk berbagi pesannya dengan orang lain. Banyak yang percaya bahwa buku ini adalah bacaan penting bagi siapa saja yang tertarik memahami kompleksitas ras dan keadilan sosial.
Relevansi Novel terhadap Masyarakat Indonesia
Tema-tema ketidakadilan ras dan prasangka dalam novel ini memiliki resonansi khusus di Indonesia, sebuah negara dengan populasi yang beragam dan sejarah perselisihan sosial dan politik. Mahasiswa di Unand telah menunjukkan kesamaan antara diskriminasi yang dihadapi oleh orang Afrika-Amerika di Amerika Serikat dan tantangan yang dihadapi oleh kelompok marjinal di Indonesia, seperti masyarakat adat, minoritas agama, dan penyandang disabilitas.
Selain itu, eksplorasi novel tentang hilangnya kepolosan adalah tema yang beresonansi dengan orang-orang dari semua budaya. Saat Scout Finch tumbuh dewasa dan menyaksikan kekejaman dan ketidakadilan dunia, ia kehilangan kepolosan masa kecilnya. Pengalaman ini adalah pengalaman universal yang dapat dihubungkan oleh orang-orang dari semua lapisan masyarakat.
Signifikansi Sastra Novel
Di luar relevansinya secara tematik, To Kill a Mockingbird adalah sebuah mahakarya sastra Amerika. Penulisan Lee bersifat liris dan kuat, dan karakter-karakternya tak terlupakan. Novel ini juga terkenal karena eksplorasi tema-tema Southern Gothic, seperti kemunduran Selatan Tua dan sisi gelap sifat manusia.
To Kill a Mockingbird telah dipuji karena komentar sosialnya, seni sastranya, dan daya tariknya yang tahan lama. Ini adalah buku yang telah dipelajari dan didiskusikan di kelas- kelas di seluruh dunia, dan terus menginspirasi generasi pembaca yang baru.
Novel ini juga memiliki dampak yang signifikan terhadap pemahaman mahasiswa tentang sastra dan peran penulis dalam masyarakat. Dengan mempelajari To Kill a Mockingbird, mahasiswa telah belajar tentang kekuatan fiksi untuk meningkatkan kesadaran tentang isu-isu sosial penting dan menantang pembaca untuk berpikir kritis tentang dunia di sekitar mereka. Novel To Kill a Mockingbird adalah klasik abadi yang terus memikat dan menginspirasi pembaca. Tema-temanya tentang ketidakadilan ras, prasangka, dan hilangnya kepolosan sama relevannya saat ini seperti ketika novel ini pertama kali diterbitkan. Bagi mahasiswa Jurusan Bahasa Inggris di Universitas Andalas, To Kill a Mockingbird lebih dari sekadar buku. Ini adalah alat yang kuat untuk memahami dunia dan menantang ketidakadilan. Daya tarik abadi novel ini adalah bukti dari seni sastranya dan kemampuannya untuk berbicara kepada kondisi manusia.
0 Comments