“Sastra Amerika dan Afrika Bertemu: Kontribusi Yaa Gyasi pada Literatur Global” Oleh: Ragiel Wieri Putra

 





Nama : Ragiel Wieri Putra
Jurusan/NIM : Sastra Inggris/2110733017
No hp/email  : 081266451638/ragielp.student.sasingunand@gmail.com
Pekerjaan : Mahasiswa Universitas Andalas

Impiannews.com | Yaa Gyasi, seorang penulis Ghana-Amerika yang dikenal melalui novel debutnya Homegoing (2016), berhasil menyatukan dua tradisi sastra besar: Amerika dan Afrika. Dalam novel ini, Gyasi mengeksplorasi sejarah panjang perbudakan dan kolonialisme, serta trauma yang diwariskan lintas generasi. Dengan latar di Ghana dan Amerika Serikat, Homegoing tidak hanya menjadi bagian dari sastra Afrika maupun Amerika, tetapi juga mengukuhkan posisinya dalam literatur global. Artikel ini menganalisis bagaimana karya Gyasi merefleksikan pertemuan dua budaya sastra dan kontribusinya terhadap pemahaman kita akan warisan kolonial dan perbudakan di seluruh dunia.

Kontribusi Yaa Gyasi terhadap sastra dunia mengacu pada bagaimana karya-karyanya, khususnya Homegoing, memperluas wawasan pembaca di seluruh dunia mengenai sejarah, perbudakan, dan identitas diaspora Afrika. Menggabungkan cerita Afrika dan Amerika, buku ini menjembatani dua budaya dan sejarah yang berbeda dan memberikan wawasan mendalam mengenai dampak kolonialisme dan perbudakan terhadap individu dan komunitas di berbagai belahan dunia. Kontribusi Yaa Gyasi penting karena menghadirkan perspektif yang jarang dibahas secara bersamaan dalam literatur. Sementara banyak karya sastra sebelumnya yang membahas dampak perbudakan di Amerika dan kolonialisme di Afrika, Homegoing menggabungkan kedua perspektif tersebut menjadi satu karya. Novel ini membuka ruang dialog antara dua dunia yang dihubungkan oleh sejarah traumatis dan membantu pembaca memahami kompleksitas pengalaman yang dihadapi oleh keturunan perbudakan di Amerika dan Afrika. Pentingnya kontribusi ini terletak pada cara Gyasi menyajikan trauma sejarah secara manusiawi dan naratif, bukan sekadar sebagai bagian dari peristiwa sejarah. Yaa Gyasi sendiri adalah tokoh utama dalam kontribusi ini. Lahir di Ghana dan besar di Amerika Serikat, latar belakangnya memberikan sudut pandang unik yang merefleksikan perpaduan dua dunia. Selain itu, tokoh-tokoh dalam novelnya, terutama dua saudara tiri Effia dan Esi serta keturunan mereka, menjadi representasi dari orang-orang yang menjadi korban perbudakan dan kolonialisme.


Kontribusi Yaa Gyasi mulai dikenal dan memenangkan penghargaan sastra, seperti PEN/Hemingway Award. Relevansi karya ini semakin terasa seiring dengan perdebatan global mengenai rasisme, ketidakadilan sosial, dan dampak trauma sejarah terhadap generasi saat ini. Kontribusi Yaa Gyasi memberikan dampak tidak hanya di Amerika Serikat dan Ghana, namun juga di seluruh dunia. Homegoing telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa dan dibaca oleh pembaca di seluruh dunia. Dalam novel ini, Gyasi memperluas wacana perbudakan dan kolonialisme melampaui batas-batas geografis dan menunjukkan bagaimana sejarah ini telah mempengaruhi dunia secara luas. Tema antargenerasi yang diangkat dalam novel ini juga membuatnya relevan di berbagai negara, terutama tempat-tempat yang memiliki sejarah kolonialisme dan perbudakan.

“Saya melihat pengaruh Gyasi pada kedua tradisi sastra ini sangat signifikan. Di satu sisi, dia memperluas cakupan sastra Amerika dengan menyoroti aspek sejarah Afrika dan warisan perbudakan yang terus memengaruhi masyarakat kulit hitam di Amerika Serikat. Di sisi lain, dia juga memberikan suara bagi sejarah kolonial dan perdagangan budak di Afrika, yang seringkali diabaikan dalam wacana global.” Ujar Rafli, salah satu mahasiswa Sastra Inggris ketika ditanya soal pengaruh Yaa Gyasi terhadap Sastra Amerika dan Afrika.

“Yaa Gyasi sangat mahir dalam menggambarkan trauma lintas generasi melalui karakter-karakternya yang terhubung oleh sejarah yang menyakitkan, baik di Afrika maupun Amerika. Dalam Homegoing, kita melihat bagaimana trauma perbudakan dan kolonialisme diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, bukan hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga secara emosional dan psikologis.” jawab Dirga yang juga salah satu mahasiswa Sastra Inggris saat ditanya tentang tema yang terdapat dalam cerita Homegoing.

Post a Comment

0 Comments