(Mahasiswa Sastra Inggris Universitas Andalas)
IMPIANNEWS.COM
“The Lottery” tampaknya merupakan sebuah cerita tentang mendapatkan hadiah istimewa yang menyenangkan bagi mereka yang belum membaca atau mengetahui isi cerita pendek ini. Sebaliknya, sebutan “The Lottery” di sini bermakna sesuatu yang sadis sehingga tidak seorang pun menginginkannya. Shirley Jackson merupakan penulis asal Amerika yang terkenal karena karya-karyanya bergenre horor dan misteri. “The Lottery” adalah karya fiksinya yang sangat penting yang diterbitkan pada tahun 1948 di The New Yorker, yang masih memiliki latar segar tiga tahun setelah berakhirnya Perang Dunia II, yakni tempat pembunuhan dan kehancuran massal yang masih menyerbu ingatan manusia.
“The Lottery” adalah cerita pendek yang menceritakan tentang ritual tahunan pada suatu hari musim panas yang tampaknya indah dan cerah yang berlokasi di suatu tempat di kota kecil Amerika yang mana penduduk kota diwajibkan untuk berpartisipasi dan menyaksikan adat istiadat sosial yang mengerikan demi keberhasilan panen jagung, di mana jika kertas yang terlipat berwarna hitam itu menemukan pemilikinya yang dianggap sebagai pemenang undian, maka ia akan menerima hadiah yang fatal, yaitu mereka dibunuh dan dirajam dengan batu-batu yang dikumpulkan oleh penduduk kota sampai mati. Tessie Hutchinson yakni merupakan salah satu tokoh dalam cerita yang harus mati secara sadis setelah ia berusaha membebaskan dan menyelamatkan suaminya dari pelemparan batu kematian. Namun tindakannya tidak berarti apa-apa bagi suaminya dan terlebih mengejutkan faktanya Bill Hutchinson yang merupakan suaminya juga ikut membunuh istrinya, termasuk anak-anaknya dan penduduk kota lainnya yang turut ikut melempari batu hingga ia tewas.
Kebanyakan pembaca menyadari bahwa cerita tersebut sebagian besar menyoroti kompleksitas perilaku manusia dan masyarakat. Cerita tersebut menunjukan ironi tindakan tidak manusiawi yang terus dilakukan demi keberhasilan panen yakni dengan mengorbankan jiwa manusia secara brutal. Berangkat dari hal tersebut, jika kita mengalihkan perhatian untuk mencermati cerita ini, Dapat ditemukan bahwasannya sifat jahat manusia tampaknya masih ada dalam kehidupan sosial kita. Yang penting bukanlah seberapa indah hubungan yang kita miliki atau seberapa indah suatu tempat, tetapi sifat jahat yang ada dalam diri manusia yang dapat terungkap kapan saja. Terutama jika kematian menjadi perihal utama, maka tidak ada seorang pun yang bersedia berkorban kecuali mereka yang memiliki hati yang murni dalam cinta.
Tessie adalah contoh manusia baik yang menerima perlakuan tidak adil dari suaminya dan masyarakatnya, meskipun ia membela suaminya untuk menyelamatkannya dari kematian. Sementara itu, Bill, Suami Tessie, dan penduduk kota yang tampaknya baik hati lainnya adalah gambaran kekejaman di sebagian besar dunia sosial kita. Pernyataan ini diperkuat oleh kalimat yang berasal dari sebuah artikel berjudul The Lottery: a Study of Narrative Irony and Its Role in Exploring Human Nature (2024) yang berbunyi “Meskipun demikian, narasi tersebut berpuncak pada pelemparan batu dan pembunuhan yang kejam dari penduduk desa terhadap salah satu dari mereka sendiri.” (hlm.166).
Manusia tidak akan pernah lepas dari ekspektasi sosial yang kadang mengharuskan mereka terlihat baik di depan sesame dan berujung pengkhianatan. Kegoisan manusia muncul ketika mereka merasa terancam dan saat itulah perubahan perilaku dan moral dipertanyakan. Berikut merupakan beberapa pendapat atau kutipan oleh orang-orang terkait pembahasan ini:
Menurut Kahfi (22) jika memang seseorang benar-benar sayang tidak mungkin dia mengorbankan orang yang dia sayang dan menjadi jahat demi sesuatu yang dia inginkan. Tetapi kalau dia tetap mengorbankan orang yang dia sayang dan melakukan hal yang jahat ke orang tersebut berarti dia tidak benar-benar sayang ke orang tersebut, melainkan hanya baik di depan mata orang itu saja . Orang yang baik akan menjadi jahat jika orang yang dia sayang melakukan hal-hal yang jahat dan mengkhianatinya. Oleh karena itu orang baik tidak akan berubah menjadi jahat jika mereka tidak dikhianati, dan kalaupun dia menjadi jahat berarti dia tidak benar-benar sayang ke orang tersebut.
Pawal (22) menyatakan bahwasannya manusia itu bisa egois karena mereka terancam atau ada hal yang menguntungkan mereka jadi mereka sanggup mengorbankan apapun kecuali diri mereka.
Riri (21) beranggapan bahwasannya faktor ekonomi dapat mempengaruhi tindakan masyarakat yang dapat membuat mereka menjadi kejam, apalagi dari cerita tersebut tujuan utama Lottery itu untuk keberhasilan panen.
Miftahul (21) faktor utama yang dapat membuat manusia menjadi jahat yaitu karena keyakinan atau kepercayaan mereka ke leluhurnya yang menjadi ketakutan dan keinginan mereka untuk menyelamatkan diri sendiri sangatlah tinggi.
Bersamaan dengan hal ini berikut beberapa kutipan teks mendukung mengenai pernyataan di atas:
1. Bill Hutchinson menghampiri istrinya dan memaksa mengambil secarik kertas itu dari tangannya.
2. Meskipun penduduk desa telah melupakan ritual tersebut dan kehilangan kotak hitam asli, mereka masih ingat untuk menggunakan batu. Tumpukan batu yang dibuat anak-anak sebelumnya sudah siap; ada batu di tanah dengan potongan-potongan kertas yang beterbangan dari kotak. Delacroix memilih sebuah batu yang begitu besar sehingga dia harus mengambilnya dengan kedua tangan dan menoleh ke Mrs. Dunbar. "Ayo," katanya. "Cepatlah.
3. Anak-anak sudah punya batu. Dan seseorang memberi Davy Hutchinson kecil beberapa kerikil. Tessie Hutchinson sekarang berada di tengah-tengah tempat terbuka, dan dia mengulurkan tangannya dengan putus asa saat penduduk desa mendekatinya. "Ini tidak adil," katanya. Sebuah batu mengenai sisi kepalanya. Pak Tua Warner berkata, "Ayo, ayo, semuanya." Steve Adams berada di depan kerumunan penduduk desa, dengan Nyonya Graves di sampingnya. "Ini tidak adil, ini tidak benar," teriak Nyonya Hutchinson, lalu mereka menyerangnya.
0 Comments