Bangun Rumah Sendiri, Kena pajak?

Oleh: Rostati
(Muslimah Pemerhati Umat)

IMPIANNEWS.COM

Kehidupan masyarakat makin sulit dari hari ke hari. Kini setiap jengkalnya dipajaki negara. Ada Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Rokok, Pajak Air Tanah, dan sebagainya. Terbaru, mulai Januari 2025, pajak membangun rumah sendiri, naik menjadi 2,4 persen. (Tirto.id, 13-9-2024). 

Masyarakat kini harus berpikir panjang saat membangun rumah. Baik untuk digunakan sendiri, maupun oleh pihak lain. Seperti diberitakan dalam media bahwa pemerintah akan membebankan pajak 2,4 persen bagi masyarakat yang membangun dan merenovasi rumah sendiri. Beban pajak tersebut berlaku jika tarif pajak pertambahan nilai (PPN) naik menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 61/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri (PPN KMS). Staf Menteri Keuangan (Menkeu) Yustinus Prastowo mengatakan, PPN KMS bukan hanya dikenakan untuk membangun rumah baru, tetapi juga termasuk renovasi bangunan. "Iya di aturannya demikian (PPN KMS termasuk untuk renovasi rumah). Tapi tetap patokannya 200 meter persegi atau lebih," kata dia, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (18/9/2024). Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) PMK, kegiatan membangun sendiri merupakan kegiatan membangun bangunan, baik bangunan baru maupun perluasan bangunan lama, yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain. Kriterianya luas bangunan 200 meter persegi atau lebih. Di bawah itu tidak kena PPN. Paparnya.(Kompas,18/9/24)

Pajak Menjadi Sumber Pemasukan

Terdapat beragam jenis pajak di negeri ini. Pajak untuk mendukung pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur serta penyediaan layanan publik. Hal ini adalah sebuah keniscayaan dalam sistem ekonomi kapitalis. Sebab pajak adalah salah satu sumber pendapatan negara. Penerapan sistem ini berhasil membuat rakyat semakin sulit mengarungi kehidupannya. 

Kebutuhan dasar yang sejatinya dalam jaminan negara, justru berbayar mahal atau dikenakan pajak. Sementara itu, lapangan pekerjaan yang tersedia pun terbatas. Dengan gaji pas-pasan, rasanya tak mungkin membeli hunian atau membangun rumah yang layak. Meski begitu, masih untung tak kena pemutusan hubungan kerja (PHK). Hanya saja jika pemberlakuan pajak ini dikenakan kepada rakyat, tentu akan menambah beban kehidupan, di tengah melambungnya harga kebutuhan pokok, subsidi yang dikurangi bahkan kemudian ditiadakan, menambah panjang daftar kesengsaraan rakyat.

Jaminan Kesejahteraan dalam Islam

Sejatinya negara mampu meringankan beban rakyat, menciptakan kesejahteraan dan mengakomodir seluruh kebutuhannya. Negara harusnya menjamin papan, seperti juga  menjamin kebutuhan dasar lainnya yaitu pangan, sandang. Berikut akses kepada kebutuhan komunal yaitu pendidikan, kesehatan dan keamanan, yang seluruhnya merupakan tanggung jawab negara. 

Di samping itu, kekayaan alam negeri ini pun sangat melimpah dan potensial untuk menambah pemasukan negara, jika dikelola dengan benar dan amanah. Hasilnya dapat dialokasikan untuk peningkatan taraf hidup masyarakat dan menjaga hak-hak mereka, yang merupakan amanat kepemimpinan yang diberikan Allah Swt. terhadap penguasa.  

Penerapan sistem ekonomi Islam menjamin kesejahteraan bagi setiap individu rakyat. Negara akan menyediakan dan membuka lapangan pekerjaan yang banyak. Sehingga setiap kepala keluarga dapat bertanggung jawab terhadap orang-orang yang menjadi tanggungannya. Negara juga menjamin seluruh kebutuhan pokok, termasuk tempat tinggal. Setiap rakyat terpenuhi hak-haknya. Negara mengatur dan melindungi urusan rakyat menggunakan syariat Allah Swt. 

Kepemimpinan dalam Islam adalah pengatur (ra’in) dan perisai (junnah). Sumber pendapatan tetap negara yang menjadi hak kaum muslim dan masuk ke Baitul Mal adalah dari: fai’, anfal, ghanimah, khumus, jizyah, kharaz, usyur, harta milik umum yang dilindungi negara, harta haram pejabat, khumus, rikaz tambang, harta orang yang tidak memiliki ahli waris, harta orang murtad. 

Pajak (dharibah) hanya akan diambil ketika kas Baitul Maal kosong. Maka beban pajak akan dikenakan kepada kaum muslim yang mampu, yaitu berupa kelebihan harta setelah dikurangi kebutuhan pokok dan sekundernya yang ma’ruf, sesuai standar hidup di wilayah tersebut. Jadi tidak semua kaum muslim menjadi wajib pajak. Islam pun tidak akan menetapkan pajak tidak langsung, termasuk pajak penambahan nilai, pajak hiburan, barang mewah, dan sebagainya. 

Selain itu, Islam menetapkan negara untuk memberi pelayanan publik. Pelayanan berupa kesehatan, keamanan dan pendidikan, dengan cuma-cuma dan kualitas terbaik. Inilah sebaik-baik kepemimpinan yang bertanggung jawab terhadap Ilahi Rabbi. Negara yang memberi perhatian terhadap urusan rakyat. Hingga setiap individu dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan membentuk potensi dirinya sebagai bagian dari khairu ummah/ umat terbaik. 

Khatimah

Telah sangat jelas perbedaan konsep pajak dalam sistem Islam dan sistem kapitalisme. Dengan praktik pajak saat ini, telah sangat nyata, siapa yang menjadi korban kezaliman penguasa. Apalagi jika rencana kenaikan PPN ini diberlakukan dan berimbas pada kenaikan pajak pembangunan rumah. Kezaliman itu tentu akan makin nyata. 

Allah Swt. dan Rasulullah saw. telah memperingatkan dengan sangat keras bagi pelaku kezaliman ini. Namun seolah tidak membuat mereka jera ataupun takut. Sudah saatnya kita berupaya keras menghilangkan kezaliman ini. Kita ikut berjuang mendakwahkan Islam kafah ke tengah umat. Sehingga syariat Islam bisa diterapkan secara sempurna di muka bumi. Ini karena hanya dengan menerapkan syariat Islam secara kafah, umat Islam akan terhindar dari berbagai bentuk kezaliman. 

Wallahualam bissawab.

Post a Comment

0 Comments