Tinggalkan Demokrasi dan Pragmatisme, Kembali pada Syariah Islam

Oleh : Novianti Dewi

IMPIANNEWS.COM

Pekan-pekan terakhir ini khususnya menjelang berakhirnya kekuasaan Jokowi, panggung politik tanah air makin gonjang-ganjing. Ada yang bernafsu untuk mempertahankan politik dinasti dengan segala cara termasuk dengan merekayasa berbagai peraturan, ada pula yang terus ingin menjegal pihak yang dianggap lawan. Begitu mudah berubah sikap politiknya bahkan sampai berpindah-pindah koalisi. Mereka tak peduli lagi dengan idealisme ataupun ideologi bahkan tentang halal dan haram. Yang terpenting bagi mereka adalah semata-mata demi meraih atau mempertahankan kekuasaan.

Dewasa ini, rezim yang sedang berkuasa makin bersikap pragmatis. Dalam arti, mereka bertindak secara politik semata-mata demi meriah kepentingan tertentu. Masing-masing hanya mementingkan diri sendiri dan kelompoknya (partai). Tak peduli lagi terhadap kepentingan rakyat, yang penting mereka bisa meraih kepentingan mereka bagaimanapun caranya.

Pragmatisme dapat diartikan sebagai upaya meraih kepentingan tertentu dengan cara-cara yang paling efektif dan paling praktis daripada berpegang pada idealisme atau ideologi tertentu. Dalam arti mereka bertindak secara politik semata-mata demi kepentingan tertentu. 

Dengan demikian secara keseluruhan pragmatisme memiliki hubungan yang sangat erat dengan demokrasi. Dalam konteks demokrasi, pragmatisme sangatlah menonjol. Penguasa maupun wakil rakyat hari ini makin tidak berpihak pada rakyat. Yang dibuktikan dengan banyak UU dan kebijakan penguasa yang malah merugikan rakyatnya dan malah lebih mengedepankan kepentingan pribadi, kelompok, oligarki bahkan pihak asing padahal mereka dipilih langsung oleh rakyat.

Sejatinya, standar politik yang berlaku seharusnya adalah halal dan haram, dan satu-satunya yang menerapkan itu adalah politik Islam. Dalam arti, politik Islam hanya menggunakan standar hukum-hukum Islam dan bukan kemanfaatan semata. 

Menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani :

“Politik adalah pemeliharaan urusan umat (rakyat) baik di dalam maupun di luar negeri, berdasarkan ketentuan Islam.”

Penjelasan dari Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menunjukkan bahwa politik dalam Islam merupakan aktivitas mengurus dan mengelola urusan masyarakat yang mencakup memimpin, mengatur dan melindungi umat dalam berbagai aspek kehidupan baik dalam negeri maupun luar negeri yang sesuai dengan ketentuan syariah Islam.


Kaum muslim pada dasarnya wajib untuk selalu terikat dengan al-Quran dan as-Sunnah dalam semua aspek termasuk politik. Banyak ayat al-Quran yang menjelaskan bahwa umat Islam diperintahkan untuk selalu terikat dengan syariah Islam. Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Maidah [5] : 48 :

“Kami telah menurunkan kitab suci (Al-Qur’an) kepadamu (Nabi Muhammad) dengan (membawa) kebenaran sebagai pembenar kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan sebagai penjaganya (acuan kebenaran terhadapnya). Maka, putuskanlah (perkara) mereka menurut aturan yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka dengan (meninggalkan) kebenaran yang telah datang kepadamu.”

Ayat ini memerintahkan agar umat Islam menjadikan wahyu Allah sebagai pedoman dalam memutuskan segala urusan dan tidak mengikuti hawa nafsu semata.


Alhasil, sudah saatnya umat Islam bersegera untuk menerapkan dan menegakkan syariah Islam secara Kaffah dalam seluruh aspek kehidupan dan meninggalkan sistem demokrasi yang terbukti malah melahirkan banyak persoalan bagi umat ini. Agar bangsa negeri ini bisa meraih keberkahan dari Allah SWT.


‎Wallahu a'lam bishowab

Post a Comment

0 Comments