Remisi Tidak Menjadikan Solusi di Sistem Kapitalis

Oleh: Royati
(Ibu Rumah Tangga)

IMPIANNEWS.COM

Kembali remisi bagi tahanan penjara diberikan pada saat HUT RI ke-79. Banyak tahanan penjara yang mendapatkan remisi tersebut. Sehingga muncul kekhawatiran, angka kriminalitas akan makin meningkat. 

Seperti diberitakan TEMPO.CO, bahwa Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Yasonna H. Laoly tepat di Hari Ulang Tahun  RI ke-79 Sabtu, 17 Agustus  2024 mengumumkan sebanyak 176.984 narapidana dan Anak Binaan menerima Remisi Umum (RU) dan Pengurangan Masa Pidana Umum (PMPU) Tahun 2024.

Remisi merupakan pengurangan lamanya penahanan bagi para pelaku kriminal yang sudah dijatuhkan vonis penjara oleh pengadilan. Remisi ini biasanya diberikan pada HUT RI dan hari raya bagi umat beragama di negeri ini. Meskipun Yasonna menganggap remisi bukan hadiah. Namun dia mengakui jika remisi ini sebagai bentuk apresiasi. Negara memberikan remisi kepada narapidana yang menunjukkan prestasi, dedikasi, dan disiplin tinggi dalam mengikuti program pembinaan.

Pada tahun 2024 ini, penerima RU terdiri dari 172.678 narapidana yang mendapatkan RU I (pengurangan sebagian masa pidana) dan 3.050 narapidana yang mendapatkan RU II (langsung bebas). Sementara itu, 1.256 Anak Binaan diusulkan menerima PMPU, dengan rincian 1.215 anak mendapatkan PMPU I (pengurangan sebagian masa pidana) dan 41 anak menerima PMPU II (langsung bebas).

Menurut Yassona dengan pemberian remisi dan pengurangan masa pidana ini, pemerintah menghemat anggaran negara sebesar lebih kurang Rp 274, 36 miliar dalam pemberian makan kepada narapidana dan Anak Binaan. Demikianlah, kapitalisme yang telah diterapkan negeri ini. Asas manfaat selalu menjadi landasan berpikir pejabat ketika mengambil kebijakan. Untung rugi secara materi juga menjadi perhitungan. Tanpa mempertimbangkan keamanan bagi rakyat secara keseluruhan

Memang pemberian RU dan PMPU telah dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara

Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Namun demikian pada faktanya, tidak sedikit orang yang berkali-kali masuk penjara, baik karena kasus yang sama ataupun berbeda. Setelah keluar dari penjara, mereka tidak berubah menjadi lebih baik, malah jadi lebih jahat. Target napi akan tobat nasuha pun ibarat jauh panggang dari api.

Kemudian tingginya angka kriminalitas menunjukkan bahwa sanksi yang diberlakukan oleh sistem hukum kita saat ini, tidak mampu membuat warga jera untuk berbuat jahat. Sebaliknya justru membuat para pelaku kejahatan seperti ketagihan. Sedangkan di luar penjara, kehidupan makin sulit dan liar tanpa aturan. Tanpa ada perlindungan keamanan dari pemangku kebijakan.

Seharusnya negara mempunyai sistem sanksi yang bisa membuat efek jera para pelaku kejahatan dan mampu mencegah orang lain melakukan kejahatan serupa. Selain itu, hukum di negeri ini dengan mudahnya dapat diperjualbelikan yang mengakibatkan tajam ke bawah tumpul ke atas.

Hal tersebut tentu berbeda sekali dengan kondisi masyarakat Islam yang diatur sistem Islam kafah. Hanya sistem Islam yaitu Khilafah yang mampu menanggulangi angka kejahatan dan persoalan napi. Sistem sanksi dalam Islam tidak pandang bulu dan tidak mengenal kompromi apalagi jual beli hukum. Kemudian dalam Islam tidak akan ada fenomena tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Hal ini sebagaimana riwayat dari Urwah bin Zubair ra. , ia berkata bahwa Nabi saw. pernah berkhutbah dan menyampaikan, "Sesungguhnya telah membinasakan umat sebelum kalian, ketika di antara orang-orang terpandang yang mencuri, mereka dibiarkan (tidak dikenakan hukuman). Namun, ketika orang-orang lemah yang mencuri, mereka mewajibkan dikenakan hukuman had. Demi Zat Yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, aku akan memotong tangannya.” (HR. Bukhari Muslim).

Sanksi hukum yang dijatuhkan setelah vonis pengadilan akan diterapkan sesuai syarak. Seperti pelaku zina muhson (pernah menikah) maka akan dihukum rajam mati. Pelaku zina gair muhson (belum menikah) maka akan dihukum cambuk seratus kali. Pelaku pembunuhan akan dihukum mati/qishas. Jika dimaafkan oleh keluarga korban maka harus membayar diyat tidak sedikit. Pelaku pencurian sebesar seperempat dinar atau lebih akan dipotong pergelangan tangannya. Pelaku jambret, copet, begal dan rampok dan kriminalitas lainnya akan dihukum sesuai aturan Islam berkaitan dengan sanksi. Ketika sudah dieksekusi sesuai syarak, maka akan membebaskan mereka dari dosa (jawabir) dan membuat efek jera (jawazir) bagi pelaku juga masyarakat lainnya.

Tentunya semua itu diberlakukan setelah negara memang menerapkan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Sehingga rakyat merasakan kesejahteraan, keamanan serta berbagai pelayanan negara secara gratis dan berkualitas. Berbagai bibit kriminalitas dapat dimusnahkan secara tuntas. Tak perlu ada penjara yang penuh. Yang ada, hanya penjara yang dihuni oleh para tahanan sesuai kejahatan yang tergolong sanksi tazir dan mukhalafah (diserahkan sanksinya kepada qadi dan khalifah).

Demikianlah Islam mampu memberikan solusi secara tuntas dan menyeluruh bagi kehidupan manusia. Wallahualam bishawab.

Post a Comment

0 Comments