Oleh: Ratna Juwita
IMPIANNEWS.COM
Seorang mahasiswa salah satu perguruan tinggi negeri (PTN) di Kabupaten Sleman ditemukan meninggal dunia di kamar kos. Diduga korban mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri.
"Betul ada mahasiswa yang diduga gantung diri di kos wilayah Sinduadi, Mlati," kata Kapolsek Mlati Kompol Irwiantoro saat dihubungi wartawan, Senin (12/8/2024).
Irwiantoro menyebut korban berstatus sebagai mahasiswa. Peristiwa ini dilaporkan ke polisi siang tadi sekitar pukul 11.04 WIB oleh pemilik kos.(detik.com)
Sungguh miris menyaksikan banyaknya mahasiswa yang memilih mengakhiri hidupnya.Kasus bunuh diri pada mahasiswa, juga berbagai persoalan yang menimpa mahasiswa menggambarkan kompleksnya persoalan yang dihadapi.
Kasus ini menambah daftar panjang buramnya sistem pendidikan sekuler. Lembaga pendidikan tingkat dasar hingga perguruan tinggi tidak pernah luput dari masalah. Kasus perundungan, kekerasan, hingga pembunuhan kerap mewarnai jalannya pendidikan sekuler.
Kasus perundungan ibarat mata rantai yang tidak pernah terputus. Kasus pembunuhan marak terjadi di satuan pendidikan menengah hingga perguruan tinggi. Begitu pula pergaulan bebas yang kian mengkhawatirkan, bahkan kini sudah menyasar anak-anak usia prabalig, turut menambah problem soal pendidikan.
Inilah potret kelam sistem pendidikan sekuler. Semua berawal dari penerapan sekularisme di lingkup pendidikan yang meminggirkan Islam sebagai aturan kehidupan. Agama sebatas pelajaran formal yang diajarkan di sekolah dengan jam minim. Agama (Islam) hanya dikenal pada peringatan hari besar. Islam tidak menjadi dasar dan acuan dalam pendidikan.
Sistem pendidikan sekuler hanya bisa menghasilkan generasi minus akhlak, berkepribadian labil, dan bimbang dengan dirinya sendiri alias krisis identitas.
Boleh jadi sistem pendidikan sekuler mewujudkan generasi berprestasi dalam akademik, tetapi mereka juga menjadi generasi yang individualis, kapitalistis, dan mendewakan materi sebagai tujuan hidup. Wajar jika perilaku manusia beriman dan bertakwa tidak tampak pada generasi sekarang.
Berbeda dengan sistem Islam.Sistem Islam melahirkan generasi cemerlang.
Peradaban Islam banyak melahirkan cendekiawan dan ilmuwan yang ahli berbagai bidang. Al-Khawarizmi, misalnya, seorang ahli matematika yang dikenal Barat dengan Algebra atau Aljabar. Dengan kecerdasannya, beliau merumuskan hitungan matematika jauh lebih mudah dengan angka nol ketika kala itu peradaban Romawi masih menggunakan angka romawi yang susah dipelajari.
Kegemilangan Islam dan peradabannya di pentas dunia membuat Barat segan terhadapnya. Negara melaksanakan sistem pendidikan berbasis Islam, ditopang sistem ekonomi Islam yang menyejahterakan dan kebijakan yang bersumber pada syariat Islam. Alhasil, seluruh lapisan masyarakat merasakan hak pendidikan di semua jenjang secara gratis tanpa dipungut biaya.
Selama 13 abad, sistem Islam mampu membangun generasi beriman dan berilmu. Tidak heran jika pada masa Islam memimpin peradaban, terlahir sosok-sosok terbaik di kalangan ulama, cendekiawan, maupun ilmuwan. Kecerdasan ilmu yang mereka miliki didedikasikan untuk kemaslahatan umat dan digunakan untuk menciptakan berbagai hal yang bermanfaat bagi rakyat dan negara.
Sudah saatnya selamatkan generasi kita. Teladan sudah ada, contoh perwujudannya sudah tercatat dalam sejarah. Satu-satunya kunci ketinggian peradaban generasi terdahulu adalah menjadikan Islam sebagai jalan dan pedoman hidup bermasyarakat dan bernegara.
Wallahu alam bi shawab
0 Comments