Miris, Sekulerisme Mengakibatkan Matinya Naluri Ibu

Oleh: Diana Stephani

IMPIANNEWS.COM

Kisah pilu gadis remaja perempuan di Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep. Yang dicabuli kepala sekolahnya berinisial J (41) yang juga seorang PNS. Serta  pencabulan ini disetujui dan diketahui ibu kandungnya yang juga seorang PNS berinisial E pada bulan Agustus lalu, menambah panjang potret ibu yang telah mati naluri keibuanya.

Berdasarkan informasi, kasus ini terungkap saat ayah korban mendapat informasi bahwa anaknya diantarkan ibunya ke rumah kepala sekolah. Di sana korban dicabuli kepala sekolah. Dia menambahkan, ibu korban menyetujui pencabulan itu dengan alasan untuk ritual penyucian diri. Meski Tak dijelaskan ritual apa yang mereka jalani. Namun, dari pengakuan pelaku kepada Kasi Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti, ia mengakui bahwa telah melakukan pencabulan terhadap korban sebanyak 5 kali. Dan sengaja melakukan persetubuhan dan pencabulan terhadap korban untuk memuaskan nafsu biologi. (kumparan.com, 01/09/2024)

Ibu seharusnya menjadi pendidik utama dan pertama justru saat ini banyak menjadi pelaku kekejian yang luar biasa. Seperti menyiksa dan membunuh anak, mengintimidasi, bahkan rela anaknya dicabuli oleh orang lain. Dari fakta-fakta ini, matinya naluri ibu jelas adanya. Mengapa? Karena jika naluri ibu itu tidak mati, seorang ibu tidak akan pernah rela anak-anaknya disakiti apalagi dilecehkan.

Fenomena ini makin marak terjadi, mestilah kita pahami ada apakah dibalik semua ini? Diakui atau tidak, hadirnya rentetan kasus yang menunjukkan matinya naluri ibu tidak lepas dari persoalan sistemis yang lahir dari diterapkannya system kehidupan berdasarkan asas sekulerisme dan kapitalisme. 

Sekularisme dan kapitalisme merupakan dua ideologi yang memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan masyarakat modern. Sekularisme, yang berfokus pada pemisahan agama dari kehidupan publik dan pemerintahan, telah membentuk kerangka berpikir modern di mana agama tidak lagi menjadi panduan utama dalam pengambilan keputusan. Di sisi lain, kapitalisme sebagai sistem ekonomi yang berlandaskan pada keuntungan dan pasar bebas telah menciptakan dunia yang serba materialistis dan kompetitif. Kedua ideologi ini berkontribusi pada erosi nilai-nilai keluarga, khususnya terkait naluri keibuan. Selain itu, matinya naluri ibu disebabkan pula adanya kegagalan system pendidikan dan hokum yang mengacu kepada ideology sekuler kapitalis. 

kombinasi sekularisme dan kapitalisme dapat menciptakan kondisi di mana peran ibu menjadi lebih tersisihkan. Sekularisme mereduksi nilai spiritual dan peran agama dalam kehidupan keluarga, sementara kapitalisme menuntut produktivitas ekonomi yang sering kali melampaui kesejahteraan emosional dan hubungan pribadi.

Naluri ibu, yang secara tradisional kuat dalam budaya yang lebih religius dan berbasis keluarga, mungkin terkikis oleh tuntutan material dan sekuler yang menekankan pada individualitas, karir, dan pencapaian ekonomi. Ini dapat terlihat dari fenomena peningkatan jumlah ibu yang merasa bersalah karena tidak bisa memberikan perhatian penuh kepada anak-anak mereka, atau bahkan merasa kehilangan keinginan alami untuk terlibat secara emosional dalam pengasuhan anak.

Berbeda dengan Islam, yang  menetapkan peran dan fungsi ibu, yaitu sebagai pendidik yang pertama dan utama. Ini bukanlah sebuah ‘kungkungan’ melainkan penjagaan Islam terhadap perempuan dan kemuliaan perempuan sesuai dengan fitrahnya sebagai makhluk yang  memiliki sifat-sifat seperti cinta, kebaikan, kesabaran, dan pengorbanan. Ibu dihargai dalam Islam karena perannya dalam membentuk anak yang saleh dan salehah. 

Dalam Islam, ibu memiliki peran yang sangat penting, yaitu:  Pertama, sebagai Madrasah utama: Ibu dianggap sebagai sekolah utama dalam pembentukan kepribadian dan moral anak. Kedua, sebagai pendidik: Ibu berperan sebagai pendidik utama dalam keluarga, mengajarkan nilai-nilai, dan moral penting kepada anak-anaknya. Ketiga, sebagai peletak dasar pembangunan masyarakat: Ibu berperan dalam membangun peradaban Islam, yang dibangun berdasarkan Al-Quran dan sunnah. Keempat, sebagai pendukung pembangunan pendidikan: Ibu berperan sebagai pendukung pembangunan pendidikan. Kelima, sebagai teladan yang baik: Ibu berperan sebagai teladan yang baik bagi anaknya.

Peran dan naluri ibu ini akan tampak sempurna manakala sistem Islam diterapkan. Karena  Sistem Pendidikan Islam akan menopang dari sisi membentuk kepribadian islam baik ibu maupun anak, keluarga bahkan masyarakat. Sistem sanksi dan juga sistem yang lainnya yang berdasarkan aqidah Islam akan  mampu menjaga setiap individu dalam kebaikan, ketaatan dan keberkahan Allah.

Islam juga mewajibkan negara agar mampu menjaga fitrah ibu, dan anak juga manusia semuanya. Yakni dengan diterapkannya syariat Islam yang berasal dari Allah SWT pencipta seluruh umat manusia. 

Wallahu A’lam

Post a Comment

0 Comments