Oleh: Rengganis Santika
IMPIANNEWS.COM
Pilpres telah berlalu dengan terpilihnya Prabowo Ghibran, namun realitanya hajat demokrasi 4 tahunan itu, menyisakan sederet masalah. Politik transaksional, kecurangan TSM Terstruktur Sistematis dan Masif, hingga hilangnya."trust" (rasa percaya) rakyat pada hukum. Belum lagi APBN dari pajak rakyat terkuras, sementara rakyat terus dipaksa bayar pajak. Tragisnya justru nasib rakyat kian terpuruk. Garda terakhir Institusi hukum, MK hancur! Hukum bisa diotak atik demi kepentingan kekuasaan dinasti. Kapabilitas, kompetensi hilang dari kamus syarat seorang pemimpin. Uang mengalahkan segalanya. Legitimasi bisa dibeli. Hati nurani dan kejujuran kini jadi mahal dan langka. Sisa kemelut pilpres kemarin, rupanya akan berlanjut di pilkada. Pilpres dan pilkada sekedar permainan dan guyonan elit politik. Wajah buruk demokrasi kian nyata. Rakyat sekedar alat (tools) meraih tujuan, Sudah saatnya rakyat sadar, tapi kapan??
Pilkada Pilpres Wajah Buruk Demokrasi.
Tak ada kawan yang abadi, tak ada lawan yang abadi, yang ada kepentingan yang abadi. Seperti dilansir berita di Liputan6.com, Jakarta. Pengamat Politik Adi Prayitno mengunggah komentar, terkait panas-dingin hubungan PKS dan Anies. Pilkada sarat kemelut, nampak di Pilgub Jakarta 2024, dan di berbagai daerah. "Jangan pernah baper, Jangan dibawa ke hati!". Hari ini lawan besok bisa jadi kawan,” kata Adi seperti dikutip Minggu (11/8/2024). Begitulah realitas politik dalam sistem demokrasi tak ada yang namanya idealisme, prinsip integritas, visi misi bahkan agama. Selamat datang di demokrasi liberal, yang menurut Robert Dall inilah poliarkhy, apapun namanya semua dibangun di atas landasan (asas) sekularisme. Disini agama tak ada tempat.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) ini meyakini, prinsip utama politik (demokrasi) adalah mendapat keuntungan pribadi dan kelompok. Oleh karena itu tak heran bahwa semua ini permainan elitis. Semua partai politik (parpol) hanya punya tujuan pragmatis yaitu mendapat kekuasaan dengan cara apapun. Kita bisa saksikan fakta hari ini dimana kemarin di pilpres seiring sejalan tapi hari ini di pilkada lain cerita, dalam waktu singkat bisa saling menjegal. Hegemoni elit politik, parpol dengan "cucokologi" paslon sesuka hati. Tak ada cerita menyerap partisipasi publik, atau demi kepentingan rakyat. Esensi pilkada langsung memang ada, sesuai UU Pilkada tapi nihil pertimbangan kemashlahatan rakyat.
Mekanisme demokrasi negri ini, kandidat yang maju umumnya harus dapat dukungan parpol. Mirisnya proses ini kerap berubah menjadi arena tawar-menawar antara para elite partai. Terjadilah politik transaksional dan tentu money politik. Wajar bila parpol tentu lebih "memprioritaskan" kandidat bermodal politik, finansial, atau koneksi yang kuat, daripada kandidat yang betul-betul disuarakan oleh masyarakat. Elite politik yang berkuasa sering kali memiliki kepentingan ekonomi dan politik yang saling terkait. (Tirto, Jumat (9/8/2024). Lagi-lagi inilah wajah buruk demokrasi.
Demokrasi campakkan, Kembali Pada Islam Kaffah.
Demi melihat realitas yang demikian telanjang hari ini, seharusnya rakyat yaitu kita semua cepat sadar menangkap tandanya. Inilah bukti apabila hidup ini diatur oleh aturan buatan manusia yang serba lemah. Islam menetapkan kekuasaan yang sesungguhnya adalah miliki rakyat, kemudian ketika dipilih seorang pemimpin lewat mekanisme yang bersih, berkeadilan dan jujur serta jauh dari politik uang. Sebab keimanan dan takwa menjadi pengikat ketika syariat islam mengatur. Kemudian rakyat atau umat akan ber bai'at dengan menyerahkan kekuasaan itu pada pemimpinnya (seorang imam, khalifah atau amirul mu'minin) untuk menjalankan syariah islam kaffah ditengah masyarakat.
Kekuasaan itu adalah amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. Islam memastikan kekuasaan ada pada pemimpin dimana wewenang itu hanya untuk menerapkan aturan Allah dan rasulNya. Penguasa harus memiliki kapabilitas dan integritas, ia adalah sebagai ra'in dan junnah yaitu sebagai gembala pengurus urusan rakyat, sementara junnah adalah perisai, pemimpin adalah pelindung rakyat. Ia akan menjadi pengurus rakyat yang bertanggungjawab atas terwujudnya kesejahteraan rakyat dan mampu menyelesaikan berbagai problem kehidupan dnegan berlandaskan syariat islam. Tak ada jalan lain umat harus paham islam secara kaffah kemudian dengan kesadaran penuh mencampakkan sistem bathil demokrasi dan sekularisme. Dengan segera menerapkan islam yang menyeluruh (kaffah) mewujudkan negara baldatun thayyibatun warobbun ghafur ..Wallahu'alam
0 Comments