Kawal Perubahan Pada Perubahan yang Hakiki

Oleh: Risky Febriyanti, S.Pd.

IMPIANNEWS.COM

Dikutip dalam liputan (VOA) — Ribuan massa berdemonstrasi di depan kompleks Dewan Perwakilan Rakyat/Majelis Perwakilan Rakyat (DPR/MPR), di kawasan Senayan, Jakarta, Kamis (22/8), menolak revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) karena akan menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pilkada.

Adanya revisi undang-undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ini menuai banyak penolakan. Berbagai kalangan masyarakat mulai dari masyarakat umum sampai komika ikut serta dalam aksi kawal keputusan MK.

Dari aksi ini masyarakat mulai sadar kelicikan-kelicikan pemerintah dalam sistem demokrasi sampai rela melakukan aksi di depan gedung DPR yang akan mengubah putusan MK. Namun sedikit yang sadar bahwa gerakan yang mereka lakukan adalah hanya solusi pragmatis yang tidak akan menyelesaikan masalah secara tuntas.

Justru dengan aksi kawal keputusan MK ini hanya akan memberikan keuntungan bagi oposisi, dan meningkatkan kredibilitas oposisi. Namun apakah masyarakat yakin ketika oposisi menjabat, permasalahan-permasalahan ini tidak akan muncul? Coba ingat, oposisi yang saat ini, adalah dia yang pernah menjabat sebagai pemerintah sebelumnya. Apakah sebelum ini, keadaan demokrasi Indonesia baik-baik saja? Tentu sama saja.

Kesalahan bukan terletak pada kepedulian masyarakat yang sudah berusaha melawan kedzaliman rezim. Namun arah pergerakan perubahan mereka tidak menyelesaikan permasalah secara tuntas. Jika perubahan ini masih disandarkan pada demokrasi maka permasalahan ini akan terus berulang. 

Maka kita perlu perubahan secara sistemik, visi perubahan yang shahih yang bisa dirasakan seluruh kalangan, yaitu Islam. Jika sistem pemerintahan Islam diterapkan, berdasarkan apa yang diturunkan oleh Allah, maka rahmatnya akan dirasakan oleh seluruh alam semesta. Tua-muda, laki-laki-perempuan, dan berbagai penganut agama lain, karena aturan Islam sifatnya universal, yang dibuat langsung oleh sang pencipta tanpa ada kepentingan-kepentingan tertentu.

Tidak seperti saat ini, aturan-aturan yang dibuat hanyalah alat untuk melancarkan kepentingan-kepentingan segelintir orang tertentu dan merugikan segelintir orang lainnya. Apakah dengan hanya memberhentikan putusan DPR dan MPR semua masalah akan selesai? Jelas tidak, jika kita masih menggunakan sistem ini maka sejarah ini akan terulang lagi, dengan pelaku yang berbeda.

Post a Comment

0 Comments