Oleh : Wida Rohmah
IMPIANNEWS.COM
Kabupaten Bandung diguncang gempa sebanyak dua kali berturut-turut. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika memberikan penjelasan soal gempa tersebut.
Sebagaimana diketahui, gempa mengguncang wilayah Kabupaten Bandung pada Kamis (5/9/2024). Gempa bumi pertama berkekuatan 2,8 magnitudo yang terjadi Pukul 14.16 WIB dan gempa bumi kedua berkekuatan 3,1 magnitudo yang terjadi Pukul 14.20 WIB.
Untuk gempa bumi tektonik berkekuatan 3,2 magnitudo hasil analisa BMKG menunjukkan bahwa gempa bumi ini berkekuatan M=3,2. Episenter terletak pada koordinat 7.21 LS dan 107.55 BT, atau tepatnya berlokasi di darat pada jarak 21 km Tenggara Kabupaten Bandung - Jabar pada kedalaman 13 km.
Dampak gempa bumi yang digambarkan oleh peta tingkat guncangan (Shakemap) BMKG dan berdasarkan laporan dari masyarakat, ini dirasakan di wilayah Kecamatan Pangalengan, Kecamatan Kertasari, Kecamatan Cimaung, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung dengan Skala Intensitas II - III MMI.
Pihaknya meminta masyarakat tetap waspada dan pastikan informasi resmi hanya bersumber dari BMKG yang disebarkan melalui kanal komunikasi resmi yang telah terverifikasi.
Dalam pandangan Islam, bencana alam dipahami sebagai ketetapan Allah SWT yang bisa menjadi bentuk ujian atau peringatan bagi umat manusia. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT seringkali mengingatkan manusia bahwa segala sesuatu yang terjadi di bumi adalah bagian dari kehendak-Nya dan memiliki hikmah yang terkandung di dalamnya.
Islam tidak hanya memandang bencana sebagai takdir Allah SWT, tetapi juga memberi tuntunan yang jelas untuk berikhtiar dan mengambil langkah-langkah pencegahan (mitigasi) serta bagaimana cara menghadapinya. Prinsip-prinsip dalam Islam mendorong umat untuk selalu berhati-hati dan proaktif dalam menghadapi kemungkinan bahaya, termasuk bencana alam.
Dalam Islam, penguasa memiliki tanggung jawab besar dalam melindungi rakyatnya, termasuk dalam hal mitigasi bencana. Kepemimpinan dalam Islam memiliki dua fungsi penting, yaitu sebagai ra'in (pengurus) dan junnah (pelindung) bagi umat.
Sebagai bagian dari tanggung jawab, pemimpin juga harus bisa mengajak rakyatnya untuk bertobat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, terutama setelah terjadinya bencana. Ini sebagai pengingat bahwa bencana bisa menjadi ujian dan peringatan dari Allah SWT, sehingga umat diharapkan kembali kepada-Nya. Dengan demikian, dalam pandangan Islam, mitigasi bencana bukan hanya sekedar persoalan teknis atau administratif, tetapi merupakan bagian dari amanah besar yang diemban oleh seorang pemimpin.
Aktivitas menolong sesama secara swadaya dalam situasi bencana merupakan amal yang sangat dianjurkan oleh Islam. Penguasa memiliki peran penting dalam mendorong dan memfasilitasi kegiatan ini, agar bantuan masyarakat bisa lebih terkoordinasi dan efektif. Dengan keterlibatan masyarakat dan dukungan dari penguasa, penanggulangan bencana dapat dilakukan dengan lebih baik, sehingga membantu meringankan beban korban dan menciptakan masyarakat yang lebih kuat dan bersatu.
Banyak bencana yang terjadi sebenarnya merupakan akibat dari eksploitasi alam yang tidak terkendali, yang sering kali didorong oleh kepentingan oligarki. Misalnya, penebangan hutan secara besar-besaran, pembangunan tambang, atau proyek properti di wilayah pesisir yang rawan bencana. Semua ini dilakukan demi keuntungan ekonomi tanpa memperhatikan dampak jangka panjangnya terhadap lingkungan dan masyarakat setempat.
Ketika terjadi bencana, yang sering menjadi korban adalah masyarakat kecil yang tinggal di wilayah rawan bencana akibat kebijakan yang memprioritaskan eksploitasi sumber daya. Dalam hal ini, oligarki memainkan peran besar dalam memperparah kerentanan masyarakat terhadap bencana alam.
Islam mewajibkan penguasa untuk menjamin keamanan, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat, termasuk dalam menghadapi bencana. Kelalaian penguasa dalam menangani bencana, baik karena kurangnya persiapan atau korupsi, tidak hanya akan menimbulkan penderitaan di dunia, tetapi juga mengundang murka Allah SWT.
Meski ajal dan takdir adalah rahasia Allah, penguasa tidak boleh beralasan dengan takdir untuk mengabaikan tanggung jawabnya dalam melindungi rakyat. Setiap bentuk kelalaian, baik dalam melindungi nyawa, harta, maupun darah rakyat, adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah yang diberikan oleh Allah dan akan berbuah murka-Nya.
Oleh karena itu, negara wajib memastikan bahwa segala upaya telah dilakukan untuk menjaga keselamatan rakyatnya, melalui kebijakan yang adil, sistem mitigasi yang efektif, dan perlindungan keamanan yang memadai. Sebagai pemimpin, penguasa akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap nyawa yang berada di bawah perlindungannya.
Wallahu'alam bissawab
0 Comments