Oleh : Euis Daniawati
IMPIANNEWS.COM
Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Pemerintah atau (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) resmi mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja. Menteri Kesehatan Budi G. Sadikin menjelaskan, pengesahan aturan pelaksana UU Kesehatan ini menjadi penguat bagi pemerintah untuk membangun kembali sistem kesehatan yang tangguh di seluruh Indonesia. (Situs Kemkes, 30-7-2024). Dalam Pasal 103 PP yang ditandatangani pada Jumat, 26 Juli 2024 itu, disebutkan bahwa upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi. Adapun Alasan meresmikan penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja, padahal mereka belum menikah, menegaskan liberalisme sebagai spirit layanan kespro. Ini sama saja negara menjerumuskan mereka melakukan pergaulan bebas dan zina yang diharamkan Islam. Bagaimana tidak, bukankah perbuatan keji ini merupakan bagian dari budaya peradaban sekularisme-liberalisme yang sedang menyelimuti kehidupan mereka.
Aturan penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja, bentuk kelalaian negara atas kesehatan dan masa depan generasi
Kewajiban menyediakan layanan Kesehatan reproduksi salah satunya dengan menyediakan kontrasepsi untuk anak sekolah dan remaja atas nama seks aman akan mengantarkan pada liberalisasi perilaku yang akan membawa kerusakan pada masyarakat. Meski diklaim aman dari persoalan kesehatan, namun akan menghantarkan kepada perzinahan yang hukumnya haram.
Selagi liberalisme-kapitalisme, yakni paham kebebasan berperilaku dan industrialisasi kesehatan, dijadikan spirit upaya kesehatan sistem reproduksi, yang ada hanyalah makin menguatnya ancaman berbagai penyakit menular seksual, ancaman kepunahan ras, dan meluasnya kerusakan moral di tengah masyarakat. Kebijakan negara di ruang kehidupan peradaban sekularisme. Khususnya dalam kurikulum pendidikan sekuler dan keseluruhan unsur peradaban kapitalisme yang bekerja membentuk gaya hidup hedonistik, materialistis, dan individualistis di kalangan pelajar dan remaja. Hasilnya sungguh memprihatinkan. Selama dua dekade pengarusan agenda kespro, termasuk untuk anak usia sekolah dan remaja, yang terlihat adalah penurunan total fertility rate (FR) lebih dari dua kali. Ini selain dari tren meningkatnya kehamilan tidak diinginkan (KTD), aborsi, dan prevalensi pengidap penyakit menular seksual HIV/AIDS yang mengkhawatirkan pada anak usia sekolah dan remaja.
Pada upaya promotif, spirit paham kebebasan tampak dari konten informasi dan edukasi yang steril dari aspek akidah Islam dan hukum syarak, yang ada hanyalah sekumpulan pemikiran yang justru berpotensi menstimulasi kemunculan naluri seksual secara binal pada kalangan anak usia sekolah dan remaja. Ini diperparah oleh upaya preventif dan kuratif yang dijiwai industrialisasi kesehatan. Tunduk pada kepentingan industri keuangan finansial kapitalisme asuransi kesehatan, di samping berbagai industri lain terkait pelayanan kesehatan, dalam hal ini pelayanan kespro. Artinya, terbitnya PP 28/2024 ini hanyalah penegas kelalaian negara dalam mewujudkan kemaslahatan publik berupa terawatnya kesehatan sistem kesehatan reproduksi generasi, serta terjaminnya masa depan mereka. Hal ini niscaya ketika negara hadir sebagaimana tuntutan pandangan kapitalisme tentang fungsi negara, yakni penjamin kebebasan individu.
Jika pemerintah tulus bermaksud menjadikan generasi ini mulia, sehat sejahtera, dan terjauhkan dari ancaman kepunahan, sudah selayaknya negara segera mencabut PP ini berikut undang-undangnya. Sudah semestinya negara mengakhiri dedikasinya bagi kapitalisme sekularisme sebagai biang keladi segala persoalan.
Islam adalah solusi bagi setiap permasalahan umat
Islam memandang bahwa mewujudkan kemaslahatan masyarakat dan menjaga agama adalah kewajiban negara yang tidak boleh dilalaikan sedikit pun. Negara adalah pihak yang paling bertanggung jawab dalam mewujudkan sejumlah tujuan keberadaan masyarakat Islam yang telah ditetapkan syarak. Di antaranya ialah menjaga agama, jiwa, akal, dan keturunan. Artinya, negara harus hadir dengan sejumlah tindakan politik agar potensi berketurunan generasi yang Allah Swt. anugerahkan dapat dirawat dan dioptimalkan untuk kemuliaan Islam dan kaum muslim. Rasulullah saw. menegaskan, “Nikahilah perempuan yang pecinta (yakni yang mencintai suaminya) dan yang dapat mempunyai anak banyak, karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan sebab (banyaknya) kamu di hadapan umat-umat (yang terdahulu).” (HR Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Hibban, dan Hakim).
Negara juga harus hadir sebagai pelaksana syariat kafah pada individu-individu yang mengadopsi Islam sebagai jalan hidupnya. Berupa sistem kehidupan Islam yang terhimpun di dalamnya sistem ekonomi, politik, pendidikan, pergaulan, dan sanksi yang semuanya terpancar dari akidah Islam. Bersamaan dengan itu, kehadiran Islam sebagai peradaban tidak saja akan mewujudkan gaya hidup mulia, tetapi juga sehat. Ini karena terpenuhinya kebutuhan fisik dan nonfisik secara benar, seiring hadirnya nilai materi, ruhiyah, akhlak, dan insani yang seimbang.
Sehubungan dengan itu semua, kebijakan pelayanan kesehatan Islam bagi terawatnya kesehatan sistem reproduksi dan potensi berketurunan generasi berlangsung di atas sejumlah prinsip sahih. Alhasil, upaya promotif, preventif, dan kuratif steril dari unsur fahisyah (perbuatan keji) dan industrialisasi sehingga meniscayakan maksimalnya faedah potensi berketurunan setiap individu. Juga meniscayakan terwujudnya kebahagiaan, kesejahteraan, kemuliaan, ketenangan, dan terhindarnya masyarakat dari kebejatan moral dan kerendahan tingkah laku.
Islam juga mengatur aktivitas kehidupan manusia wajib terikat dengan hukum syarak dengan dorongan meraih rida Allah Swt. sebagai puncak kebahagiaan yang diupayakan secara sungguh-sungguh oleh setiap muslim, termasuk yang terkait dengan kemunculan dan pemenuhan naluri seks. Dan kesehatan sistem reproduksi selama berpandangan bahwa kesehatan adalah puncak kepentingan dan kenikmatan yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Hal ini ditegaskan Rasulullah saw., “Mohonlah ampunan dan afiat (kesehatan) kepada Allah karena seseorang tidaklah diberi sesuatu yang lebih baik setelah keimanan dari afiat.” (HR Ibnu Majah).
Islam menjadikan kesehatan sebagai kebutuhan pokok publik bukan jasa dan komoditas komersial. Rasulullah saw. bersabda, “Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memiliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya.” (HR Bukhari). Wallohualam bishowab
0 Comments