Oleh : Aghisya
IMPIANNEWS.COM
Media online Pikiran Rakyat memberitakan bawah 1,1 juta kendaraan di Kabupaten Bandung, sekitar 30 persen di antaranya alias 330.000 kendaraan belum membayar pajak. Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jawa Barat melalui Pusat Pengelolaan Pendapatan Daerah (P3D) Wilayah Kabupaten Bandung II Soreang berupaya memenuhi target pendapatan dengan mengejar para penunggak pajak. "Tunggakan pajak itu harus dikejar, karena jika dirupiahkan nilainya terus bergerak. Asumsi kendaraan yang belum dibayar pajaknya mencapai hampir 30 persen, jadi memang harus ditagih," demikian disampaikan oleh Kepala P3D Wilayah Kabupaten Bandung II Soreang, Doni Firyanto, Selasa, 6 Agustus 2024. Menurut Doni, tunggakan pajak terjadi karena berbagai faktor seperti kendaraan hilang, rusak berat, hingga wajib pajak yang lupa atau kesulitan membayar.
Doni juga mengemukakan kondisi ekonomi sekarang, masyarakat lebih mementingkan kebutuhan pokok dan pendidikan, jadi terkadang pajak terlewati. Meski begitu, Doni menekankan bahwa pajak bersifat memaksa dan wajib, sehingga pihaknya melakukan berbagai upaya untuk memenuhi target pendapatan, termasuk membentuk Satgas Penunggak Pajak P3D Wilayah Kabupaten Bandung II Soreang.
Berbagai upaya dilakukan demi tercapainya target pendapatan pajak kendaraan tersebut, diantaranya dengan jemput bola yakni dengan mendatangi pabrik, untuk memudahkan para karyawan pabrik agar tidak usah ijin dari kantor untuk membayar pajak, karena disinyalir begitu banyak karyawan pabrik yang menggunakan kendaraan bermotor, selain itu diadakan pula operasi pemeriksaan pajak di lapangan, ada penagihan door to door, penempelan stiker buat kendaraan yang sudah habis pajaknya, juga dengan cara bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mengoptimalkan pendapatan pajak kendaraan, seperti dengan badan usaha milik desa (BUMDes), koperasi, dan sekolah.
*Kedzoliman sistem kapitalisme*
Demikianlah tabeat kebijakan dalam sistem sekuler kapitalisme, memaksa rakyatnya untuk membayar pajak, padahal di alinea pertamapun, Kepala P3D mengetahui bahwa, banyaknya tunggakan kendaraan bermotor bukanlah sesuatu yang disengaja, melainkan salah satu diantaranya adalah sulitnya ekonomi saat ini , sehingga rakyat lebih mengutamakan memenuhi kebutuhan hidupnya dibanding membayar pajak. Mirisnya hal tersebut tidak bisa menumbuhkan empati sama sekali dalam benak para pejabat yang berkepentingan. Dalam benaknya hanya bagaimana mencapai target pendapatan melalui pajak, tanpa memikirkan kondisi dan situasi yang sedang dialami rakyat saat ini. Inilah wajah negara pemalak atau disebut juga daulah jibayah.
_“In this world, nothing is certain, but death and taxes_(di dunia ini, tidak ada yang pasti kecuali kematian dan pajak).” Ini adalah ucapan Benjamin Franklin yang terkenal dan selalu dikutip dalam berbagai wacana pajak. Sebuah narasi yang menyesatkan, seakan-akan menarik pungutan dari rakyat dengan berbagai kebijakan pajak merupakan kelaziman.
Dalam sistem ekonomi kapitalisme neoliberal, yang kebebasan berkepemilikan _(freedom of ownership)_ menjadi salah satu pilar kebebasan, ruang besar diberikan bagi mereka yang kuat modal untuk menguasai sumber-sumber ekonomi. Tidak melihat sumber ekonomi tersebut menguasai hajat hidup orang banyak ataukah tidak.
Islam menyolusi setiap permasalahan umat
Lain halnya dengan sistem pemerintahan Islam, pajak yang dikenal _dharibah_ tidak menjadi sumber utama pendapatan negara dan sifatnya tidak wajib dan memaksa, kecuali dalam kondisi darurat dan itu pun hanya ditarik pada para muslim yang aghniya (orang kaya). Dan pengenaan pajak dilakukan dari sisa nafkah (setelah dikurangi kebutuhan hidup), dan harta orang-orang kaya, yaitu dari sisa pemenuhan kebutuhan primer dan sekundernya yang makruf. Perlu diketahui, pajak yang diberlakukan dalam baitulmal sangat berbeda dengan sistem pajak hari ini, baik ditinjau dari aspek subjek pajak, objek pajak, maupun tata cara pemungutannya. Kalaupun ada kesamaan penggunaan istilah “pajak”, ini semata karena sama-sama dipungut oleh negara. Dan _dharibah_ adalah jalan terakhir yang diambil apabila baitulmal benar-benar kosong dan sudah tidak mampu memenuhi kewajibannya.
Sistem Islam juga memungut pajak berdasarkan kebutuhan baitulmal dalam memenuhi kewajibannya. Pajak tidak boleh dipungut melebihi kebutuhan sebagaimana mestinya. Apabila kebutuhan baitulmal sudah terpenuhi dan sudah mampu memenuhi kewajiban-kewajibannya dari sumber-sumber penerimaan rutin, pungutan pajak harus dihentikan. Pajak dalam Islam diterapkan secara temporal, bukan menjadi penerimaan rutin sebagaimana yang kita rasakan hari ini.
Mengapa pemerintahan yang menerapkan Islam tidak tergantung pada pajak sebagai sumber pendapatan negara? Sebab pemerintahan Islam memiliki sumber-sumber pendapatan yang tetap dan mencukupi untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat. Sumber-sumber pendapatan tersebut masuk ke baithulmal, adapun sumber-sumber pendapatan tersebut adalah sebagai berikut : (1) fai (anfal, ganimah, khumus), (2) jizyah, (3) kharaj, (4) ‘usyur, (5) harta milik umum yang dilindungi negara, (6) harta haram pejabat dan pegawai negara, (7) khumus rikaz (8) harta orang yang tidak mempunyai ahli waris, dan (9) harta orang murtad, juga dari pos kepemilikan umum yang berasal dari pengelolaan SDA yang dikelola oleh negara, dan hasil dari pengelolaan sebesar-besarnya dipergunakan untuk kesejahtraan rakyat.
Sejatinya, dalam sistem Islam pemubgutan pajak secara dzolim adalah haram, seperti apa yang disabdakan Rasululloh Saw , “Tidak akan masuk surga orang yang mengambil pajak (secara zhalim).“ ( HR Abu Daud, no : 2548, hadist ini dishohihkan oleh Imam al Hakim ) . Wallohualam bishowab.
0 Comments