Musik: Halal atau Haram Bukanlah inti, Menghargai Pendapat Adalah Kunci


Oleh: Muhammad Khalil Gibran Nusar
(Universitas Ahmad Dahlan)

IMPIANNEWS.COM

Musik sudah sangat lekat di dalam kehidupan manusia baik zaman sekarang maupun zaman dulu, baik yang tinggal di belahan bumi bagian barat maupun yang tinggal di belahan timur semua mendengarkan musik dengan alat dan ciri khas yang beragam. Tujuannya pun bermacam-macam, ada yang sekedar untuk hiburan, relaksasi, membangkitkan semangat, ritual keagamaan, upacara, hingga dijadikan propaganda politik dan sebagainya.

Kata musik sendiri berasal dari Bahasa Yunani yaitu mousikos, kata ini diambil dari salah satu dewa Yunani yang disimbolkan sebagai Dewa Keindahan yang menguasai bidang keilmuan dan seni. Musik sudah ada sejak zaman dulu, digunakan sebagai ungkapan rasa syukur maupun acara ritual. Musik pada zaman dulu dimainkan melalui suara mulut yang dinyanyikan Bersama di dalam ritual. Di dalam beberapa adat-istiadat, musik kerap kali menjadi bahan persembahan rasa syukur manusia terhadap Sang Pencipta. 

Di zaman sekarang, seni musik mengalami perkembangan yang sangat pesat. Musik di zaman sekarang tidak lagi hanya dimainkan melalui mulut melainkan sudah banyak alat-alat untuk menciptakan alunan suara yang indah baik modern maupun tradisional, contohnya: gitar, piano, terompet, rebana, angklung, gendang, dll. Juga sudah terdapat banyak genre musik yang bisa dinikmati.

Di dalam islam, sampai detik ini persoalan musik sebagai sesuatu yang halal atau haram masih menjadi perdebatan yang panjang  baik di kalangan ulama, pelajar, maupun masyarakat umum. Persoalan ini masih menjadi bahasan yang menarik di kalangan para ulama mengingat kondisi dan kebiasaan masyarakat penganut agama islam yang berbeda di satu tempat dan tempat lain yang menjadikan penerapan fiqhnya juga berbeda di setiap tempat. Persoalan ini tak jarang juga menimbulkan perpecahan di kalangan umat islam sendiri. Perpecahan ini bukan tanpa alasan, ego, nafsu dan ilmu yang terbatas menjadi sebab terjadinya perpecahan ini.  

Secara umum kalangan yang mengharamkan musik berdalih bahwa musik adalah sesuatu yang sia-sia dan membuat terlena dari beribadah. Ibnu Mas’ud berkata: “nyanyian menumbuhkan kemunafikan dalam hati sebagaimana air menumbuhkan sayuran.” Fudhail bin Iyadh berkata: “nyanyian adalah mantera-mantera zina.” Dan keempat imam Madzhab pun semuanya mencela musik.

Sedangkan menurut syeikh Al-qardawi, salah satu tokoh ulama yang menghalalkan musik, bahwa Allah swt. Telah membolehkan apa saja yang bertujuan untuk hiburan dan relaksasi, bukan untuk menyesatkan orang. Lebih lanjut dia mengutip pendapat Ibnu Hazm yang berbunyi “seandainya seseorang membeli mushaf Al-qur’an dan bertujuan untuk menyesatkan orang atau mempermainkannya, maka dia telah kafir.” 

Artinya bahwa meskipun sesuatu itu adalah yang baik sekalipun tapi jika digunakan untuk keburukan maka pada akhirnya akan menjadi haram. Ketika seseorang meninggalkan kewajiban karena disibukkan oleh Al-qur’an, menelaah hadis, Hang out, bernyanyi, bermain gim, serta aktivitas halal maupun mubah lainnya maka aktivitas itu semua menjadi haram berdasarkan kaidah fiqh yang berbunyi “Al-umuru bi maqashidiha” Yang berarti segala urusan itu memiliki konsekuensi tergantung dari tujuan atau niatnya.

Jika dilihat secara saksama maka didapati bahwa, para ulama yang berpendapat musik itu haram mereka mengambil pendapat tersebut disebabkan oleh sikap wara’ atau sikap kehati-hatian. Sedangkan golongan yang menghalalkan musik mereka berpendapat bahwa musik itu sendiri tidak haram secara mutlak, ia akan menjadi haram jika ada suatu keharaman yang mengikutinya seperti: lirik yang vulgar, pencampuran antara Wanita dan lelaki di tempat konser, mendengarkan musik hingga lalai akan kewajiban, dan lain sebagainya.

Terlepas dari segala perdebatan Panjang yang ditimbulkan oleh musik, satu hal penting yang patut kita perhatikan adalah sikap kita terhadap saudara seiman kita yang berbeda pilihan atau berbeda pandangan dengan kita dalam persoalan ini. Ketika kita berpendapat  bahwa musik itu halal maka patut bagi kita untuk menghargai pendapat saudara kita yang lain yang menganggap perkara ini haram, begitu juga sebaliknya. Jangan sampai gara-gara berbeda pendapat kita menjadi terpecah belah. Karena dengan terpecahbelahnya umat islam akan lebih mudah dikalahkan oleh musuh. Hendaknya kita hidup berdampingan dan merangkul orang-orang yang berbeda pendapat dengan kita. Ini juga berlaku pada persoalan lainnya, bukan hanya pada persoalan musik saja.

Perkara musik bukanlah perkara yang se-level dengan perkara akidah yang bisa menentukan kafir atau tidaknya seseorang. Musik hanyalah suatu perkara yang sepele yang tidak termasuk dalam syarat-syarat keimanan dan keislaman seseorang, maka Ketika kita berbeda pendapat dengan seseorang terkait persoalan ini, hendaklah kita lebih mengedepankan rasa kasih sayang kita sebagai saudara seiman dan menghilangkan pemikiran bahwa pendapat kita adalah mutlak kebenarannya sedangkan pendapat yang lain adalah keliru.

Post a Comment

0 Comments