Benar, Salam Lintas Agama Haram

Oleh : Hasna

IMPIANNEWS.COM

  Pada 28-31 mei 2024 lalu, MUI menyelenggarakan Kegiatan Ijima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia, "Fatwa: Panduan Keagamaan untuk Kemaslahatan umat". Kegiatan tersebut diikuti oleh 654 peserta dari berbagai unsur MUI, ormas-ormas Islam, dll.(detikNews.com 30/05/2024)

  Diantara hal yang diputuskan dalam pertemuan itu adalah larangan penggabungan ajaran berbagai agama, termasuk pengucapan salam lintas agama, dengan menyertakan salam berbagai agama. Hal ini karena mengucapkan salam merupakan doa yang bersifat ibadah. Penggabungan salam lintas agama yg dilakukan saat ini bukan merupakan toleransi yang dibenarkan. 

  MUI punya alasan dan dalil. Wasekjen MUI Arif Fahrudin menjelaskan soal proporsionalitas toleransi di balik fatwa salam lintas agama tersebut. Kata Arif "Tidak semua aspek dalam Islam bisa ditoleransi. Yang tidak diperkenankan Islam adalah motif mencampuradukkan wilayah akidah dan ritual keagamaan sehingga mengaburkan garis demarkasi antara wilayah akidah dan muamalah". Karena itu MUI menganjurkan agar pejabat seyogyanya bisa menjalankan fatwa hasil ijtimak ulama tersebut. Pada tahun 2019 silam, MUI provinsi Jawa Timur pernah mengeluarkan tausiyah atau himbauan dalam surat bernomor 110/MUI/JTM/2019 agar tidak melakukan salam lintas agama karena dinilai syubhat yang salt merusak kemurnian dari akidah umat Islam. Larangan atas salam lintas agama ini tentu tak ada kaitannya dengan persoalan toleransi antar pemeluk agama. Seharusnya bertoleransi dengan non-muslim jelas umat Islam harus sudah paham. Bahkan karena sikap toleransi umat Islam lah kehidupan antar pemeluk agama-agama bisa hidup berdampingan secara harmonis di negeri ini.

  Salam lintas agama, jelas haram. Pasalnya, selain mencampuradukkan ajaran Islam dengan agama-agama lain, salam lintas agama juga mengandung unsur tasyabbuh bi al-kuffar (menyerupai kaum kafir. Bagi seorang muslim, menyerupai kaum kafir jelas haram. Sebabnya, jika kita menyerupai kaum kafir, maka kita termasuk ke dalam barisan mereka. Sudah selayaknya umat Islam bangga dengan salam khas mereka sendiri, yakni ucapan: Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Ini karena salam tersebut merupakan salah satu keistimewaan yang hanya dimiliki oleh umat Islam. 

  Jelas, salam lintas agama adalah wujud dari toleransi yang kebablasan. Sebab lnya, selain haram dan tak ada urgensinya, salam lintas agama adalah wujud dari toleransi ala pluralisme agama yang bertentangan dengan ajaran Islam. Keharaman pluralisme agama antara lain karena paham ini menyatakan bahwa semua agama benar. Karena itu tidak boleh ada monopoli atas klaim kebenaran, termasuk oleh kaum muslim. Ini jelas bertentangan dengan ajaran Islam. 

  Perbedaan keyakinan dan klaim kebenaran diantara para pemeluk agama memang bisa saja memunculkan sikap intoleransi yang bisa mengarah pada konflik antar mereka. Namun demikian, selama tidak mengarah pada konflik secara fisik, sebetulnya tidak ada masalah. Karena itu konflik itu harus diwadahi dalam batas-batas non-fisik, yakni hanya dalam wadah pemikiran dan intelektual semata. Tidak boleh mengarah pada konflik secara fisik. Dengan cara seperti itulah pluralitas dalam keyakinan bisa diselesaikan dengan baik. Inilah yang sesungguhnya diajarkan oleh Islam. Islam tidak memaksa orang non-muslim untuk memeluk dan menyakini Islam. Orang non-muslim, baik Yahudi dan Nasrani, maupun musyrik tetap bisa hidup di dalam negara Islam. Tentu saja mereka bebas memeluk keyakinan mereka dan mengklaim kebenaran atas keyakinan mereka. Hanya saja, melalui proses dakwah yang dilakukan secara argumentatif, dan debat terbuka dengan menampilkan argumen yang lebih unggul, ditopang dengan penerapan Islam dalam seluruh aspek kehidupan, maka orang-orang non-muslim itu pun akhirnya bisa meyakini bahwa islamlah satu-satunya agama dan ideologi yang benar. 

  Islam adalah agama yang menjunjung tinggi toleransi. Wujud toleransi agama Islam adalah menjunjung tinggi keadilan bagi siapa saja, termasuk non-muslim. Islam melarang keras berbuat zalim serta merampas hak-hak mereka. Islam pun mengajarkan untuk tetap bermuamalah baik dengan orangtua walaupun tidak beragama Islam.

  Dalam lintas sejarah peradaban Islam, praktik toleransi demikian nyata. Hal ini berlangsung selama ribuan tahun sejak masa Rasulullah Muhammad Saw. Sampai sepanjang masa kekhalifahan Islam. Intelektual barat mengakui toleransi dan kerukunan umat beragama sepanjang masa kekhalifahan Islam. Kisah manis kerukunan umat beragama direka. Dengan indah oleh Will Durant dalam bukunya, The Story of Civilization. Dia menggambarkan keharmonisan antara pemeluk Islam, Yahudi dan Kristen di Spanyol di era khilafah Bani Umayyah. Mereka hidup aman, damai dan bahagia bersama orang Islam disana hingga abad ke-12M. Alhasil, umat Islam tak membutuhkan paham pluralisme. Cukuplah akidah dan syariah Islam yang menjadi pegangan hidup mereka. Keduanya adalah sumber kebahagiaan di dunia dan akhirat. Wallahu a'lam.

Post a Comment

0 Comments