Renungan: Pemimpin Dalam Islam Bukan Ajang Pertarungan Berbagai Kepentingan

Oleh: Ety R Faturohim

IMPIANNEWS.COM

Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK) mengungkapkan adanya aliran dana sebesar Rp 195 miliar dari luar negeri ke 21 rekening bendahara partai politik atau parpol. Kepala PPATK Ivan Yustianavandana mengatakan 21 rekening bendahara yang terendus PPATK menerima aliran dana fantastik tersebut. Adapun jumlah transaksinya mencapai 9.164 transaksi. Dari 21 Partai politik pada 2022 itu ada 8.270 transaksi dan meningkat di 2023 ada 9.164 transaksi. (10/01/2024).

Menurut Ivan nilai transaksi aliran dana pada tahun 2023 tersenut meningkat dibandingkan 2022 yang hanya Rp 83 miliar. Sayangnya Ivan tidak merinci nama dan parpol yang menerima aliran dana. Dia hanya menegaskan bahwa temuan tersebut mencakup bendahara parpol disemua wilayah di Indonesia. Ini bendahara bukan umum. Bendahara di semua wilayah dan segala macam tegas Ivan. Laporan ini berasal dari Internasional Fund Transfer Instruction Report (IFTI).

Aliran dana pemilu dari berbagai pihak termasuk asing menunjukan pemilu dalam sistem demokrasi berpotensi sarat kepentingan, Intervensi asing, bahkan konflik kepentingan. ada bahaya yang harus di waspadai di balik itu, yaitu tergadainya kedaulatan negara. Semua menjadi satu keniscayaan mengingat politik demokrasi berbiaya tinggi, sehingga rawan adanya kucuran dana berbagai pihak yang ingin mendapatkan bagian, Akibatnya parpol dalam sistem demokrasi kehilangan idealismenya, bahkan rawan dibajak oleh kepentingan pemodal. Bahkan siapapun terpilih maka oligarkilah pemenangnya.

Berbeda dengan Islam. Ia adalah sistem kehidupan yang sempurna. Di dalamnya terdapat aturan yang mengatur segala bentuk interaksi antara sesama manusia, seperti sistem politik, sosial, ekonomi, dan sebagainya. Aturan-aturan ini meniscayakan adanya negara yang akan melaksanakan dan menetapkan aturan aturan tersebut kepada manusia. Islam telah menetapkan sistem yang khas bagi pemerintah.

Pemerintah dalam Islam bersifat sentralisasi artinya yang memiliki otoritas menerapkan hukum hanya satu orang saja, Tidak boleh lebih. Pelaksanaan kekuasaan atau penerapan hukum syara hanya berada di tangan orang yang dibaiat rakyat, yaitu seorang Khalifah. Karena terkait kepemimpinan, maka syara mengharuskanya hanya satu. Islam tidak kenal komando kolektif dan tidak mengenal kepemimpinan kolektif. Melainkan dalam Islam komando dan kepemimpinan itu bersifat individual saja dan kepala atau pemimpin itu wajib satu dan tidak boleh lebih dari satu.

Dalil hal ini jelas dalam Nash hadits: (Jika kalian bertiga di suatu tempat, hendaklah salah seorang di antara kalian menjadi pemimpinnya). Jelaslah bahwa setiap urusan tersebut. mesti urusan itu mubah. Apalagi jika urusan itu wajib. Karena itu adanya kepemimpinan dalam Islam yang mengurus urusan bersama hukumnya wajib.

Pemimpin negara Islam adalah Khalifah, sebutan untuk setiap orang yang menguasai urusan manusia dalam pengaturan kekuasaan dan hukum, jabatan Khalifah tidak di batasi periode tertentu. Selama Khalifah masih tetap menjaga syariah. Menetapkan hukum- hukumnya, serta mampu melaksanakan berbagai urusan negara dan tanggung jawab keKhalifahan, maka ia tetap sah menjadi Khalifah.

Berdasarkan dalil syara seorang Khalifah harus memenuhi 7 syarat in'iqad (syarat legal) yaitu : 1. Laki-laki, 2. Muslim, 3. Merdeka, 4. Baligh, 5. Berakal, 6. Adil (bukan orang fasik), 7. Mampu mengemban jabatan. Jika salah satu dari ke tujuh kriteria itu tidak ada, maka kepemimpinan dinyatakan tidak sah. Jika Khalifah kehilangan salah satu dari tujuh syarat in'iqad maka secara syar'i tidak boleh terus menduduki jabatan keKhilafahan. Pada kondisi ia harus dipecat. Pihak yang memiliki wewenang menetapkan pemecatanya hanya mahkamah Mazhalimin.

Pemimpin dalam Islam haruslah seorang muslim, karena Al Qur'an dengan tegas melarang kaum muslim memberi jalan kepada orang kafir untuk menguasai mereka (QS.an Nisa:14)."memberi jalan untuk mengusai saja tidak diperbolehkan apalagi mengusai atau memimpin secara langsung.

Harus laki-laki, tidak akan beruntung/menang suatu kaum yang menyerahkan urusan kekuasaan/pemerintahan kepada perempuan."(HR Bukhari dari Abi Bakrah). Adanya celaan dalam hadits ini menunjukan larangan bagi kaum perempuan menjadi pemimpin negara.

Adapun Baligh dan berakal karena dengan tegas nabi menyatakan bahwa keduanya merupakan syarat Taklif. Sementara syarat Taklif ini merupakan syarat sah dan tidaknya baik secara lisan maupun verbal. Jika tindakanya hukumnya tidak sah, maka dia lebih tidak layak lagi untuk menjadi pemimpin negara. Begitu juga dengan kriteria adil, karena keadilan ini dipersyaratkan kepada saksi. Sebagaimana disebutkan dalam Al Qur'an surat at-Thalaq ayat:2. Sedangkan pemimpin negara lebih agung, lebih berat dan lebih layak disematkan kepada pemimpin negara.

Merdeka dan mampu juga merupakan kriteria yang merupakan kriteria yang muthlak dipenuhi seorang pemimpin negara. Karena kemerdekaan ini akan menentukan status tindakan hukumnya. Orang yang menjadi budak,  tidak bisa melakukan tindakan hukum secara independen. Pemimpin lemah dan tidak berdaya karena ia didikte oleh orang lain atau pihak lain, sebagaimana banyak pemimpin negara saat ini, Nabi menyebutnya dengan istilah Ruwaibidhah ( orang bodoh yang mengurus urusan orang banyak) Boneka seperti ini tidak layak menjadi pemimpin karena pemimpin meniscayakan leadership.

Demikian sosok seorang Khalifah, gambaran pemimpin umat yang hari ini tidak kita temukan. Umat saat ini merindukan hadirnya pemimpin yang sesuai syariah. Karena kesadaran keislaman umat semakin meningkat mereka juga sesungguhnya telah muak dengan sistem dan pemimpin sekuler, kapitalisme, liberal yang telah terbukti gagal membawa rakyatnya kepada kebaikan dan kemulian sebagai manusia. Berbagai persialan ditengah masyarakat tidak kunjung selesai, justru semakin merajalela sedangkan para pemimpin justru santai-santai saja seolah tidak terjadi apa-apa.

Umat Islam saat ini berjuang bersama mewujudkan sistem Islam tegak di muka bumi ini sekaligus mewujudkan sosok Khalifah, pemimpin kaum muslimin di bumi ini. Para ulama dan umat sehingga bersatu padu, bersama-sama memperjuangkan sistem kepemimpinan Islam sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Saat membangun Daulah Islam di Madinah dan memunculkan sosok Khilafah yang membawa rakyatnya kepada kebaikan dunia akhirat.

Post a Comment

0 Comments