Penulis: Hesti Muharani
IMPIANNEWS.COM
Banjir yang merendam ribuan rumah warga Kampung Bojongasih, Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, pada Minggu pagi perlahan mulai surut. Banjir diakibatkan Sungai Citarum dan jebolnya tanggul anak Sungai Cikapundung. Dari pantauan Beritasatu.com pada Minggu (14/1/2024) pagi, sebagian warga yang rumahnya sudah tidak terendam banjir terlihat mulai bersih-bersih dengan alat seadanya. Meski demikian, masih ada ribuan rumah warga di 07 RW dari total 14 RW di Desa Dayeuhkolot yang masih terendam. Ketinggian air yang masih 70 sentimeter itu, membuat aktivitas warga terganggu.
Musibah banjir untuk kesekiankalinya terjadi lagi di beberapa wilayah Indonesia, diantaranya Karawang dan Kabupaten Bandung. Efek yang ditimbulkan, selain mengganggu aktivitas masyarakat juga banyaknya masyarakat yang mendapatkan kerugian pada harta benda, demikian pula area persawahan.
Sudah seharusnya setiap terjadi bencana banjir dijadikan pelajaran dan peringatan, bahwa ada yang salah dalam tata kelola lingkungan dan alam yang dilakukan oleh manusia, sebab hujan diturunkan Allah SWT tentunya sebagai anugerah bagi manusia untuk penghidupan bukan sebagai musibah atau bencana.
Semua hal tersebut juga sangat erat kaitannya dengan pembangunan wilayah yang tidak direncanakan secara komprehensif dan mendalam. Inilah model pembangunan yang dibangun atas asas kapitalisme yang hanya mengutamakan keuntungan dan abai atas dampak terhadap lingkungan termasuk tata kota secara keseluruhan dalam berbagai bentuk, seperti alih fungsi lahan, pembangunan wilayah fungsi perkotaan, daerah tujuan wisata maupun yang lainnya. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh penguasa saat ini sangatlah merugikan rakyat. Penguasa kini hanya bertindak sebagai regulator yang pro pengusaha (oligarki), bukan pengurus dan pelindung rakyat berbagai produk regulasi yang dihasilkan, seperti undang-undang Minerba dan Omnibuslaw Cipta Kerja misalnya, nyata telah merusak alam dan merampas ruang hidup masyarakat. Sudah sangat jelas bahwa hal tersebut adalah buah dari penerapan sistem Kapitalisme sekuler yang telah terbukti gagal dalam mengatasi bencana. Masihkah mau berharap pada sistem buatan manusia ini?
Terkait dengan banjir, di dalam sistem Islam, seorang Khalifah wajib melakukan pengelolaan tanah maupun lahan sumber daya alam dan lingkungan yang sesuai dengan syariat Islam. Khalifah berfungsi sebagai pengurus, pelayan, dan juga junnah atau pelindung untuk masyarakat. Oleh karena itu Khalifah akan melakukan upaya preventif dalam mengatasi bencana banjir demikian pula upaya kuratif dan rehabilitatif terbaik. Jika musibah banjir terjadi, upaya preventif yang dilakukan Khalifah yaitu dengan menetapkan kebijakan pembangunan yang ramah lingkungan. Kepemimpinan dalam Islam akan memprioritaskan pembangunan infrastuktur dalam mencegah bencana seperti bendungan kanal pemecah ombak, tanggul reboisasi, dan penanaman kembali pemanfaatan sumber daya alam.
Dalam negara yang menerapkan aturan Islam, pengelolaan sumber daya alam tidak akan diserahkan kepada korporasi tetapi dikelola oleh negara untuk kemaslahatan umat manusia saja dan akan menetapkan daerah-daerah tertentu sebagai cagar alam hutan lindung, kawasan buffer atau disebut dengan kawasan hima yang tidak boleh dimanfaatkan oleh siapapun dalam pengelolaan tanah atau lahan.
Khalifah juga akan mendorong kaum muslimin untuk senantiasa menghidupkan tanah mati, hal ini akan menjadi buffer lingkungan yang kokoh, serta akan memberlakukan sanksi tegas kepada siapapun yang mecemari lingkungan dan berupaya merusak lingkungan. Oleh karena itu penerapan aturan Islam secara sempurna adalah solusi terbaik dalam mengatasi semua problematika umat, termasuk dalam hal ini mengatasi bencana banjir.
0 Comments