(Mahasiswa S2 Kajian dan Budaya Media UGM)
Tiap hari selalu saja ada kasus kriminal dalam keluarga yang terjadi. Mulai kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) hingga berujung pada kasus pembunuhan. Tak sedikit sosok bapak atau ayah yang menjadi pelaku membunuh istrinya, tetapi ada juga sosok ibu bunuh bapak, ibu bunuh anak hingga anak membunuh orangtuanya pun kini ada. Sungguh miris kehidupan hari ini.
Inilah potret kehidupan keluarga di bawah naungan ideologi kapitalis sekuler. Negara yang mengedepankan para pemilik modal dan materi (uang) di atas segalanya. Pun terdepan dalam menjauhkan agama dari kehidupan ini.
Sejatinya, jika sesuai fitrah, dalam sebuah keluarga tentu harusnya muncul rasa kasih-mengasihi dan sayang-menyayangi. Namun, beban hidup yang didapat dari penerapan sistem kapitalis ini justru tidak memanusiakan manusia dan bahkan membuat gila akal.
Ekonomi keluarga hari ini tak terjamin pasti keterjangkauannya. Langka sedikit, harga pasti melangit dan tak semua orang mampu untuk berbelanja bahan pangan hari ini. Belum lagi ditambah lapangan pekerjaan hari ini yang semakin susah. Tak semua orang semudah itu mendapat pekerjaan di hari ini. Jika pun mendapat pekerjaan, maka gaji yang didapat pun belum tentu bisa cukup untuk memiliki tabungan masa depan. Alhasil dana pas-pasan hanya cukup untuk harian.
Belum lagi masalah kesehatan dan pendidikan yang tak terjamin negara hari ini. Banyak keluarga hari ini tak terjamin hidupnya apabila anaknya memasuki usia sekolah ataupun sakit. Pengaturan BPJS yang menanggung setengah hati pun membuat masyarakat tetap tak menyenangkan hati rakyat. Adanya Kartu Indonesia Pintar (KIP) pun tak memperbaiki masalah pendidikan karena toh fakta di lapangan membuktikan dana tersebut banyak digunakan untuk
sehari-hari saking tak tercukupinya kebutuhan keluarga Maka, di tengah kesempitan hidup karena ekonomi, pendidikan, dan kesehatan yang tak terjamin ini wajarlah banyak pelampiasan masyarakat yang tak sejalan. Ditambah dengan penerapan kapitalisme yang tak sesuai fitrah dan hanya memandang materi sebagai Tuhannya menjadikan manusia-manusia hari ini layaknya budak bagi materi (uang) dan tak mampu bersikap sabar jika pun tak memilikinya. Ngga ada uang, ngga hidup. Begitu ungkapan hari ini. Salah-salah memaknai, akhirnya masyarakat justru jatuh ke dalam perangkap pemaknaan yang salah dan ini banyak terjadi.
Alhasil, tak memiliki penghasilan yang memadai menjadikan banyak keluarga bermasalah. Tak cukup ekonomi menjadi banyak sumber permasalahan mulai dari KDRT hingga pembunuhan. Semua bersumber dari sistem rusak kapitalisme yang diterapkan hari ini. Umat tersistemisasi menjadi buruk, tak sesuai fitrahnya pun jauh dari Islam yang harusnya menjadi jalan hidup.
Kelapangan hidup tak dapat, kesempitan hidup justru datang tiada akhir.
Benarlah firman Allah dalam Surat Thaa Ha [20:124]: Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta. Sistem kapitalisme yang busuk hari ini membuat banyak kesempitan hidup dalam banyak keluarga Muslim hari ini. Tak hanya
sempit rezeki, sempit rasa sabar dan syukur pun salah satu dari banyaknya akibat yang timbul dari penerapan sistem ini.
Padahal sabar dan syukur adalah kunci hidup yang penting bagi Muslim dalam menjalani kehidupan, berdampingan dengan keimanan dan aqidah Islam. Dengan bersabar, setiap keluarga Muslim akan selalu bisa menerapkan qanaah atas setiap cobaan hidup yang diterimanya. Pun dengan syukur, setiap anggota keluarga Muslim dapat selalu mensyukuri berkah pun musibah yang diterimanya setiap hari dan menjadikan semua yang diterimanya sebagai bahan evaluasi diri untuk menjadi pribadi lebih baik lagi.
Inilah pentingnya negara menggunaka aturan Islam dan aqidah Islam sebagai landasan ideologi negara. Sebab, negara yang menerapkan sistem Islam dan aqidah Islam akan melahirkan individu-individu dalam keluarga yang beraqidah Islam yang kokoh pun dipenuhi sikap sabar dan syukur terhadap kehidupannya. Individu-individu sadis tak mungkin terbentuk. Sebab, inidividu-individu sadis takkan terbentuk dari sebuah sistem yang memanusiakan manusia sesuai fitrahnya, aturannya memuaskan akal, dan menentramkan jiwa.
0 Comments