Oleh: Rida Ummu zananby
IMPIANNEWS.COM
Merebaknya kasus bullying di Jawa Barat dibandingkan dengan provinsi lain di tanah air menyisakan duka dan luka psikis yang amat berat. Terjadinya kekerasan dan bulluying terhadap anak ibarat fenomena gunung es.
Seperti halnya yang terjadi di Kecamatan Cibatu, Garut Jabar, di Kecamatan Samarang, Garut Jabar, kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa yang katanya tokoh agama, korbannya sampai lebih dari 20 orang (www.tempo.com,18/10/2023).
Perundungan atau bullying terhadap anak di bawah umur pun menjadi kasus yang belakangan banyak mendapat sorotan dari masyarakat. Dalam catatan laman Simfoni-PPA, kekerasan terhadap anak di Jabar paling banyak berkategori kekerasan seksual. Kemudian disusul kekerasan lainnya, kekerasan psikis, kekerasan fisik, penelantaran, eksploitasi hingga trafficking atau perdagangan orang.
Anak-anak tak berdosa ini juga paling rentan mengalami kekerasan saat berada di rumah tangga. Kemudian di tempat lainnya, sekolah, fasilitas umum hingga tempat kerja.
Sementara di tahun 2023 ini, laman Simfoni-PPA mencatat sudah terjadi 1.076 kasus di Jawa Barat. Korbannya menimpa 391 anak laki-laki dan 896 anak perempuan.
Adapun pelaku kekerasan anak pada 2023 tercatat paling banyak dilakukan orang tua sebanyak 180 kasus, pacar/teman 168 kasus dan lainnya 162 kasus. Disusul tetangga 85 kasus, keluarga/saudara 78 kasus orang tak dikenal atau NA 33 kasus dan guru 31 kasus.
Padahal perlindungan anak pun sudah dibuatkan legislasinya yang termuat dalam undang-undang no 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak . Merespon kasus bullying yang begitu tinggi di Jawa barat Aparatur daerah pun berupaya dengan membentuk berbagai lembaga guna mengatasi persoalan bullying ini. Seperti yang di lakukan oleh Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat Komisi V, Enjang Tedi yang mendorong pemerintah Kabupaten Garut untuk segera membentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Garut (www.tempo.com, 18/10/2023)
Sosialisasi Perda perlindungan anak pun terjadi di Cirebon, Jawa barat sebagai mana yang di lakukan oleh Kepala SMP Negeri 10, Yeti Heriyati yang membentuk Satuan Tugas atau Satgas anti Bullying di sekolah yang melibatkan siswa dan kepolisian guna memonitor situasi-situasi yang terjadi di lingkungan sekolah.
Diharapkannya, masalah kekerasan terhadap anak, baik kekerasan seksual, kekerasan fisik ada lembaga yang melakukan mediasi dan advokasi antara pelaku dan korban. Upaya sosialisasi Perda Perlindungan Anak pun begitu di gencarkan kepada para guru, kepada para wali kelas, kepada Pembina dan orang tua. Namun upaya-upaya tersebut tidak cukup untuk mengakhiri kasus bullying di Jabar.
Mengingat faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya bullying dan kekerasan anak itu ibarat benang kusut yang saling berkaitan. Faktanya, persoalan bullying terjadi dalam berbagai ranah, pelakunya seorang ibu, atau bahkan orang-orang terdekat yang seharusnya melindungi justru menjadi perusak, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Dominasi tingkat stress seorang ibu atau ayah mulai dari sisi ekonomi dimana dalam penerapan sistem kapitalisme tidak ada jaminan kehidupan oleh negara.
Gaya hidup yang hedonisme, pergaulan bebas, kebebasan akses internet tanpa perlindungan negara, game online yang memicu kekerasan dan emosi, ditambah sistem pendidikan yang notabene berasaskan sekulerisme menjadikan terjadinya keimanan yang lemah. Sekolah sebagai institusi pendidikan, alih-alih mampu mencetak peserta didik yang berkualitas, namun dengan kurikulum sekuler kapitalisme yang diterapkan tanpa memperhatikan aspek spiritual atau agama justru melahirkan remaja yang banyak masalah. Belum lagi aturan dan kebijakan penguasa yang kental dengan liberalisme, tidak memperhatikan nilai-nilai agama memberi andil besar makin maraknya kasus ini.
Padahal dalam pandangan Islam negara itu adalah junnah (pelindung) yang wajib melindungi rakyatnya dalam segala aspek kehidupan mulai dari kebutuhan pokok dan kebutuhan asasiyah pendidikan dan kesehatan masyarakat, perlindungan akidah, hingga menjadi penjamin keamanan masyarakat terlebih bagi anak-anak yang harus di perhatikan dengan baik di asuh dengan baik mengingat bahwa anak-anak adalah aset masa depan yang harus dijaga mental nya agar tidak rusak akibat perbuatan bullying dan kekerasan pada anak.
Sebagai mana sabda nabi Saw:
Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu (laksana) perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. (H.R.Bukhari dan Muslim)
Negara yang menerapkan aturan islam akan berupaya memberikan sistem pendidikan yang terbaik yang berlandaskan keimanan dan ketakwaan kepada rakyat nya tanpa terbebani dengan biaya yang mahal sehingga akan melahirkan manusia-manusia yang berakhlak penuh dengan ketundukan kepada Allah SWT. Negara yang menerapkan aturan Islam akan berupaya mewujudkan individu,masyarakat dan negara yang bertakwa dalam menjalankan kehidupan nya. Dalam pandangan Islam dunia ini adalah kehidupan yang sementara dan akan menjadi penentu kebaikan atau keburukan untuk kehidupan akhirat yang kekal abadi. Bukan hanya mengejar kepuasaan materi semata sebagai mana yang menjadi tujuan dari sistem kapitalisme sekuler yang pada hari ini di terapkan.
Dengan demikian, ternyata Perda Perlindungan Anak saja tidaklah cukup untuk mengatasi faktor penyebab bullying dan kekerasan anak di Jabar khususnya, umumnya di semua wilayah. Karena, persoalan mendasar penyebab perundungan dan kekerasan anak adalah persoalan yang bersifat sistemis, yakni akibat penerapan sistem sekuler kapitalisme yang memengaruhi seluruh aspek kehidupan.
Kasus bullying, kekerasan anak di Jabar dan wilayah wilayah lain akan berakhir jika akar masalahnya yakni sistem kehidupan nya diganti dengan sistem Islam. Sistem Kapitalisme sekularisme yang rusak dan terbukti merusak menggiring manusia pada keburukan dan kenestapaan tanpa pandang bulu. Orang dewasa, remaja, bahkan anak-anak, semua menjadi korbannya.
0 Comments