Di Mana Akar Masalah LGBT?

Oleh: Annisa Zahratul Jannah
(Mahasiswi)

IMPIANNEWS.COM

Berkenaan dengan berita maraknya gerakan LGBT di masyarakat, Bupati Kabupaten Bandung Dr. HM. Dadang Supria dengan tegas menolak dan melarang segala bentuk kegiatan LGBT di Kabupaten Bandung. Ia sepakat dengan apa yang disampaikan oleh Ketua MUI Provinsi Jawa Barat, bahwa Kabupaten Bandung menolak segala bentuk yang berkaitan dengan kegiatan maupun komunitas LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender). “LGBT ini tidak sesuai dengan kaidah dan tidak sesuai dengan agama Islam,” ujarnya. (bandungberita.com)

Bapak Dadang Supriatna menegaskan bahwa keberadaan LGBT tidak bisa dianggap sepele. “Saya minta kedepan, MUI pasca Musda ini untuk merumuskan dan membahas sama-sama dengan kami dan Kabag Hukum Pemkab Bandung untuk dibuatkan Perda larangan LGBT di Kabupaten Bandung. Ini merupakan salah satu fatwa MUI,” ucapnya. Terkait dengan fatwa itu, menurutnya MUI memberikan masukan ke Pemerintah Kab. Bandung untuk menjadi suatu kebijakan yang dapat memberikan manfaat secara menyeluruh bagi masyarakat Kabupaten Bandung.

Respon yang tegas dari bapak bupati akan LGBT memang hal yang perlu diapresiasi. Pasalnya LGBT memang suatu keharaman dari Allah SWT. Seperti firman-Nya, “Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kalian ini kaum yang melampaui batas.” (QS Al A’raaf ayat 81). 

Pakar ilmu tafsir Al-Baghawi Rahimahullah, menjelaskan makna “musyrafun (melampui batas)” dalam ayat ini adalah melampui batasan yang halal (beralih) kepada perkara yang haram.

Sayangnya, penolakan dari pemberi kebijakan ini tidak lantas menjadikan masyarakat saliim (selamat) dari kerusakan. Pasalnya masih banyak kemaksiatan yang terjadi, semisal perzinahan yang merajalela, riba yang sudah terbiasa menjadi konsumsi, dan sebagainya. Maka, penolakan LGBT saja tidak akan cukup untuk menjadikan masyarakat sejahtera.

Kemaksiatan-kemaksiatan yang menyebabkan kerusakan tersebut merupakan buah dari sistem Kapitalisme sekuler. Yang artinya, untuk menghilangkan permasalahan LGBT secara permanen haruslah dari akarnya, yaitu dengan mengganti sistem Kapitalisme sekuler saat ini dengan Islam.

Sistem Islam akan menanamkan iman dan takwa kepada seluruh anggota masyarakat agar menjauhi semua perilaku menyimpang dan maksiat. Negara Islam juga akan menanamkan dan memahamkan nilai-nilai norma, moral, budaya, dan pemikiran Islam melalui aturan atau perundang-undangan negara, juga melalui pendidikan formal maupun non formal diinstitusi, saluran, dan sarana negara.

Dengan begitu, rakyat akan memiliki kendali internal yang menghalanginya dari perilaku LGBT. Masyarakat dapat menyaring informasi, pemikiran, dan budaya yang merusak, juga tidak didominasi oleh sikap yang mengutamakan kepuasan hawa nafsu.

Negara Islam akan memberhentikan penyebaran segala bentuk pornografi dan pornoaksi baik yang dilakukan sesama jenis maupun berbeda jenis. Negara pun akan melarang semua media yang mengajarkan dan menyebarkan pemikiran dan budaya rusak semisal LGBT.

Apabila masih ada yang melakukan penyimpangan seksual ini, maka sistem ‘uqubat (sanksi) Islam akan menjadi benteng yang bisa melindungi masyarakat dari semua itu, memberikan efek jera bagi pelaku, dan mencegah orang lain melakukan kejahatan serupa. Dalam Kitab Fiqh Sunnah jilid 9, Sayyid Sabiq menyatakan bahwa para Ulama fiqih telah sepakat atas keharaman homoseksual dan penghukuman terhadap pelakunya dengan hukuman berat. Hanya saja para ulama berbeda pendapat dalam menentukan ukuran hukuman yang ditetapkan. Dalam hal ini terdapat tiga pendapat: 1. Pelakunya harus dibunuh secara mutlak. 2. Pelaku dikenai had zina. 3. Pelaku diberikan sanksi berat lainnya. Dengan ini, maka hanya sistem Islam yang bisa menyelesaikan masalah penyimpangan seksual yang kerap terjadi.

Post a Comment

0 Comments