Oleh: Yani Suryani
IMPIANNEWS.COM
Usai sudah rangkaian ibadah haji yang dilakukan oleh jamaah haji sedunia di Tanah Suci pada tahun 1444 H/2023 M ini. Sebagian jamaah haji pun secara bergelombang sudah mulai kembali ke negerinya masing-masing.
Tahun ini diperkirakan ada dua juta jamaah haji dari berbagai negara hadir di Tanah Suci. Tak ada harapan dan cita-cita para jamaah haji saat berangkat ke Tanah Suci selain ingin mendapatkan predikat haji mabrur, karena balasan haji mabrur adalah surga. Sabda Rasulullah saw.:
الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ
Haji mabrur tidak ada balasannya kecuali surga (HR al-Bukhari dan Muslim).
Menurut Imam al-Qurthubi, haji mabrur adalah orang yang berhaji tanpa bermaksiat kepada Allah, baik saat menunaikannya maupun setelahnya. Mengutip Imam Hasan al-Bashri, haji mabrur adalah yang pelakunya, setelah menunaikan ibadah haji, menjadi zuhud terhadap dunia dan menginginkan akhirat (surga) (Lihat: al-Qurthubi, Tafsîr al-Jāmi’ Li Ahkām al-Qur’ān, 2/408).
Dengan begitu, orang yang berhak mendapatkan status haji mabrur adalah mereka yang tidak mencampur ibadah haji dengan kemaksiatan dan tidak melakukan lagi kemaksiatan usai berhaji. Seseorang tidak pantas mendapatkan predikat haji mabrur jika selama menunaikan ibadah haji melakukan tindak kemungkaran; misalnya berangkat dengan uang haram seperti hasil riba, suap, korupsi, merampas aset milik rakyat, dll. Dia pun tidak pantas mendapatkan status haji mabrur jika usai menunaikan ibadah haji justru kembali menceburkan diri dalam kemaksiatan seperti menelantarkan hukum-hukum Allah SWT, mengkriminalisasi ajaran Islam, menghalang-halangi dakwah penerapan syariat Islam, berkolusi dengan korporasi merampas aset milik umat seperti hutan, pertambangan, dsb.
Hal ini sesuai dengan poin penting dalam khutbah Rasulullah saw. saat Haji Wada’. Pertama, darah dan harta sesama Muslim terpelihara. Kedua, kewajiban menunaikan amanat, termasuk di dalamnya amanat kekuasaan untuk melayani dan melindungi umat. Ketiga, sistem ekonomi ribawi dihapuskan untuk selamanya. Keempat, menjaga aturan Islam dalam rumah tangga dan kewajiban mendidik istri. Kelima, kewajiban umat menjaga persatuan dan kesatuan. Keenam, kewajiban berpegang teguh pada Kitabullah dan Sunnah Nabi saw. jika tidak ingin tersesat, dan sebaliknya umat akan tersesat jika berpaling pada ajaran dan sistem kehidupan selain Islam.
Pada momen Haji Wada’ juga turun firman Allah SWT yang berisi ketetapan-Nya tentang kesempurnaan Islam sebagai sistem kehidupan:
اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الإْسْلاَمَ دِيْنًا
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, telah Kucukupkan nikmat-Ku untuk kalian dan telah Kuridhai Islam sebagai agama kalian (TQS al-Maidah [5]: 3).
Ayat ini seharusnya dijiwai oleh setiap Muslim, khususnya para jamaah haji, bahwa pada momen itulah Allah SWT telah menetapkan Islam sebagai sistem kehidupan yang sempurna dan menyeluruh. Bukan saja mengatur ritual ibadah haji, tetapi juga mengatur semua aspek kehidupan. Bukan hanya untuk ritual ibadah, tetapi juga untuk kehidupan sosial, ekonomi, politik dan kenegaraan. Semua harus diatur oleh syariat Islam.
Tetapi pada faktanya, saat ini umat dicengkeram oleh neoimperialisme (penjajahan gaya baru). Politik, militer, ekonomi, sosial, budaya mereka dikendalikan oleh asing. Umat pun dapat berbagi kisah derita saudara seiman di India, Myanmar, Cina, Palestina, Suriah, dll.
Demikian pula kondisi Irak atau Libya yang porak-poranda akibat agresi militer Amerika Serikat dan sekutunya. penguasa kaum Muslim hari ini justru melayani asing dan aseng, membiarkan mereka menguasai kekayaan alam, serta menjadikan peradaban Barat sebagai budaya mereka. Pergaulan bebas, minuman keras, bahkan LGBT dibiarkan masuk ke tengah umat. Pada saat yang sama hukum-hukum Islam ditelantarkan.
Karena itu umat janganlah berpuas diri usai menunaikan haji. Sebabnya, masih banyak kewajiban yang lebih utama yang harus ditunaikan kaum Muslim. Salah satunya adalah menyerukan kewajiban penerapan syariat Islam. Wallahu a’lam bi ash-shawab.
0 Comments