Perpanjangan Jabatan KPK, Wajah Buruk Sistem Demokrasi

Oleh: Siti Maryam
(Ibu Rumah Tangga)

IMPIANNEWS.COM

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait masa jabatan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuai polemik. MK menyatakan masa jabatan pimpinan komisi antirasuah selama empat tahun adalah tidak konstitusional dan mengubahnya menjadi lima tahun.

Hal tersebut dibacakan MK, Anwar Usman dalam sidang putusan yang disiarkan kanal Youtube Mahkamah Konstitusi RI, Kamis (25/5/2023). Anwar sebut, Pasal 34 UU Nomor 30 tahun 2022 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Tindak Pidana Korupsi yang semua berbunyi, "Pimpinan Komisi Pemberantas Korupsi memegang jabatan selama empat tahun" bertentangan dengan UUD 1945.

Saat menyatakan pertimbangan, Hakim Konstitusi Guntur Hamzah menyatakan, ketentuan masa jabatan pimpinan KPK selama empat tahun tidak saja bersifat diskriminatif, tetapi juga tidak adil bila dibandingkan dengan komisi dan lembaga independen lainnya.

Guntur membandingkan masa jabatan KPK dengan Komnas HAM. Masa jabatan Komnas HAM adalah lima tahun. Oleh karena itu, akan lebih adil apabila pimpinan KPK juga menjabat selama lima tahun.

Menuai Polemik Di Tengah Kontroversi Firli cs

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang penambahan jabatan KPK ini menuai banyak kritik di berbagai kalangan pasalnya, penambahan jabatan KPK ini berlaku pada masa jabatan Firli Bahuri cs yang diketahui memiliki banyak kontoversi selama masa jabatannya. 

Seperti diketahui ada beberapa kontroversi Firli Bahuri, di antaranya: pertama, Polemik Naik Helikopter, pada tahun 2020 Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) melaporkan Firli ke Dewan Pegawas (DEWAS) KPK soal dugaan pelanggaran kode etika yang dilakukan Firli karena naik helikopter mewah saat melakukan kunjungan ke Sumsel, yakni dari Palembang ke Baturaja, 20 Juni 2022.

Kedua, Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai KPK untuk alih status pegawai KPK menjadi ASN pada 2021. Novel Baswedan dan 74 Pegawai KPK lainnya tidak lolos TWK, Firli dkk pun dilaporkan ke Dewas terkait hal ini. Namun, Dewas menolak laporan Novel Baswedan dan 73 pegawai KPK lainnya ini. Dewas menilai laporan ini tidak cukup bukti, Dewas menyatakan Firli Bahuri selaku ketua KPK tidak menambahkan pasal TWK. 

Ketiga, SMS Blast. Mantan pegawai KPK juga melaporkan Firli ke Dewas KPK soal dugaan pelanggaran etika, yakni menggunakan SMS blast yang dianggarkan negara. Laporan itu dilayangkan oleh para mantan pegawai KPK yang tergabung di IM57+ Institusi pada Maret 2022. 

Keempat, Himne  KPK. Firli juga pernah dilaporkan terkait lagu Himne KPK yang penciptanya adalah istri Firli Bahuri, Ardina Safitri. KPK merilis mars dan himne itu pada Februari 2022. Karya dari istri Firli itu langsung mendapatkan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dan Surat Keputusan (SK) Pimpinan KPK tentang penetapan lagu mars dan himne KPK. Pada maret 2022 Firli dilaporkan terkait lagu himne ini dan terkait isu bocornya dokumen penyelidikan terhadap Kementrian ESDM.

Kelima, pada tahun 2023, potongan percakapan via aplikasi perpesanan antara Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dan Plh Dirjen Minerba Muhammad Idris Froyoto Sihite yang berisi "Bisalah kita cari duit" viral di Media Sosial. Johanis Tanak bersumpah percakapan itu terjadi sebelum adanya perintah penyelidikan dugaan korupsi di ESDM. Indonesia Corruption Watch (ICW) pun melaporkan Johanis Tanak ke Dewas KPK. ICW berharap Johanis dijatuhi sanksi paling berat, yakni dipecat dari KPK.

Banyaknya kontroversi inilah yang menimbulkan polemik dari Putusan MK tersebut. Bahkan Pakar Hukum tata negara, Denny Indrayana menaruh kecurigaan terhadap Putusan MK ini. Ia menilai hal tersebut tak lepas dari kepentingan pemenangan Pilpres 2024 mendatang. Denny menyatakan saat ini penegakkan hukum hanya dijadikan alat untuk menguatkan strategi pemenangan pemilu, khususnya Pilpres 2024. Dengan diperpanjangnya masa jabatan Pimpinan KPK saat ini merupakan langkah untuk menjdikan KPK sebagai kawan untuk menundukkan lawan politik di Pilpres 2024. 

Hal senada juga di sampaikan oleh Isnur, "itu sangat berbahaya kalau kondisi ini jadi momentum KPK dan hubungannya dengan Politik. Ini menambah ketidak percayaan kita pada MK yang sebelumnya ada banyak pelanggaran etika", tutur Isnur. Selain itu, Isnur menduga MK sangat dipengaruhi kekuasaan dengan ketuanya, Anwar Usman yang merupakan adik ipar dari Presiden Jokowi.

"Ini memperlihatkan situasi MK yang sudah tidak lagi menjadi alat yang lurus untuk hukum dan keadilan, tetapi menjadi seperti alat kekuasaan apalagi menjelang tahun politik seperti ini. Tentu  berbahaya bagi tegaknya negara Hukum di Indonesia," kata Isnur.

Inilah Wajah Buruk Demokrasi, Hanya Islam Sebagai Solusi

Putusan MK yang dianggap tidak sesuai ini merupakan bukti dari wajar buruk sistem Demokrasi. Bagaimana tidak, putusan MK terkait perpanjangan masa jabatan ini di berlakukan saat ini ketika Firli bahuri masih menjabat sebagai katua KPK yang seharusnya masa jabatannya berakhir tahun ini, namun di perpanjang sampai tahun 2024. Pantas saja ketika banyak yang berpendapat putusan MK ini dianggap "ada muatan politik" di dalamnya, karena tahun ini merupakan tahun politik untuk kemenangan Pilpres 2024. 

Tidak ada yang bisa diharapakan dalam sistem Demokrasi ini, karena semua tindakan berlandaskan manfaat semata. Lembaga apapun yang dibentuk untuk menegakkan keadilan, tetap saja dibumbui manfaat semata. Oleh karena itu, siapa saja yang berkuasa, akan sangat mudah membolak-balikkan hukum meskipun harus mengubah hukum yang sudah ada.

Tahun-tahun politik seperti inilah para penguasa saling bersaing untuk mendapatkan kekuatan. Tak dipungkiri memang merangkul lawan untuk menjadi kawan pun menjadi hal yang biasa bahkan dianggap sebagai tradisi dalam politik Demokrasi.

Sungguh sangatlah berbanding terbalik dengan Sistem Islam. Kekuasaan tidak akan mudah dimiliki oleh seseorang yang tidak layak mendapatkannya.

Seperti diketahui bahwa dalam sistem Islam, memilih seorang penguasa harus dengan kriteria yang benar. Terutama memiliki keimanan dan ketakwaan yang tinggi serta amanah. Calon penguasa pun haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu apalagi jika menjadi seorang penguasa pemutus hukum seperti MK. 


Dalam Islam kekuasaan yang dipegang adalah amanah yang dipikul dipundaknya. Pada saat nanti Allah SWT akan meminta pertanggungjawaban atas apa yang dipikulnya. Dari sini, manfaat bukanlah menjadi dasar bagi setiap perbuatan yang dilakukan seorang penguasa. Karena mereka akan disadarkan oleh tujuan utama memegang kekuasaan adalah mendapatkan rida Allah SWT. Dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban atasnya. 


Maka dalam sistem Islam para penguasa tidak akan diberi kesempatan untuk memanfaatkan posisi yang dimilikinya, apalagi untuk menumpuk harta. 


Masalah utama negeri ini adalah korupsi yang membabi buta. Namun, adanya lembaga antirasuah ini tidak bisa memutus rantai para korup yang menjamur. Para koruptor malah semakin menjadi-jadi. Lalu bagaimana kita bisa mengatasinya kalau lembaga yang diberi amanah untuk memberantasnya pun hanya sibuk dengan memperkuat kedudukannya saja.

Beginilah dalam sistem Demokrasi yang seharusnya disadari oleh masyarakat Indonesia. Demokrasi hanya bisa melahirkan pemimpin yang haus kekuasaan saja. Tak peduli dengan nasib rakyatnya yang dirundung kemiskinan, kelaparan, ketakutan, kesakitan, kecemasan dll. 

Untuk itu sudah saatnya masyarakat bangkit dari tidurnya. Bangun dan sadar bahwa negeri kita tercinta ini sedang tidak baik-baik saja. Butuh pengganti sistem bukan hanya pengganti presiden atau penguasa lainnya. Mengganti sistem Kapitalis Sekuler ini dengan Sistem Islam yang rahmatan lil'alamin. Lihatlah rentetan sejarah Islam yang mampu berkuasa selama 13 abad lamanya memimpin dunia, menyelamatkan rakyatnya, memberi keadilan dan mensejahterakan masyarakatnya.

Wallahu'alam bishawab

Post a Comment

0 Comments