Oleh: Neng Rohimah
IMPIANNEWS.COM
Generasi akan terlahir dari seorang ibu yang sehat, dan tidak bisa dipungkiri ibu yang sedang hamil butuh perhatian penuh baik dari keluarga maupun negara. Apa jadinya kalau banyak ibu hamil meninggal, lantas siapa yang bertanggung jawab atas semua ini?
Satu perempuan meninggal setiap dua menit selama kehamilan atau persalinan. Ini bukanlah urusan remeh. Laporan terbaru dari empat badan PBB dan Bank Dunia ini jelas cukup menghawatirkan. Lebih menyedihkan lagi, kasus tertinggi ternyata terjadi di negeri muslim. Berdasarkan rilis baru Badan Kesehatan Dunia (WHO), ada 620 kematian per 100.000 KH di Afganistan. AKI di sana lebih tinggi dibandingkan enam negara tetangganya. (VOA, 24-2-2023).
WHO, UNICEF, UNFPA, bersama Grup Bank Dunia dan UNDESA Bidang Kependudukan mengeluarkan laporan bertajuk “Kecenderungan Kematian Ibu 2000—2020” yang perlu menjadi peringatan bagi seluruh pemimpin dunia. Pada 2020, tercatat setidaknya 287.000 perempuan di seluruh dunia meninggal terkait kehamilan dan persalinan. Ini setara 800 kematian sehari atau satu kematian setiap dua menit.
PBB pun mengingatkan para pemimpin negara untuk bertindak demi mengakhiri kematian ibu. Salah satunya, mereka perlu memberikan sistem perawatan kesehatan dan menutup kesenjangan sosial dan ekonomi yang makin lebar yang bisa berdampak pada kematian.
Tidak jauh dengan Afganistan, Indonesia juga bernasib serupa. AKI di Indonesia masih tinggi, yaitu 305 per 100.000 kelahiran hidup (KH). Pemerintah sendiri menarget pada 2024 AKI turun menjadi 183 per 100.000 KH. (Kemkes, 15-1-23)
Sejak kepemimpinan Afganistan jatuh pada T4liban, negara lain ramai-ramai mencabut bantuan. Padahal, bantuan tersebut termasuk sumber rakyat untuk bisa bertahan. Puluhan tahun hidup di bawah atmosfer peperangan, fasilitas banyak yang hilang, pekerjaan menjadi tidak karuan, bahkan masih sulit bagi pemimpin saat ini untuk bangkit kembali. Semua kondisi itu akhirnya membuat para ibu hamil di sana tidak mendapatkan perhatian. Kalaupun ada, sebatas rutinitas dan dunia internasional pun memilih diam.
Berbeda dengan di Indonesia. Pemerintah memang tampak berusaha melakukan berbagai program untuk mencegah kematian ibu hamil dan melahirkan. Melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes), pemerintah menetapkan pemeriksaan ibu hamil atau antenatal care (ANC) paling sedikit 6 kali selama 9 bulan. Kemenkes menyediakan USG di seluruh provinsi sehingga sekarang ibu hamil bisa melakukan pemeriksaan di Puskesmas.
Pendampingan pada ibu hamil juga dilakukan, seperti kelas ibu hamil, pemberian vitamin dan tablet penambah darah, dan lain-lain. Namun faktanya, AKI masih tinggi. Meski dibilang lebih rendah dari negara lainnya, namanya nyawa tetap saja berharga.
Tidak dapat dimungkiri, kesulitan ibu hamil untuk memenuhi gizi atau pemeriksaan kesehatan yang lebih detail adalah akibat sulitnya akses kesehatan. Di wilayah perkotaan atau desa yang maju, layanan kesehatan memang dapat diakses. Akan tetapi, di pedalaman luar Jawa yang wilayahnya jauh dari fasilitas kota, masyarakat cenderung sulit mendapatkan layanan kesehatan. Artinya, pembangunan yang tidak merata pun membuat ibu hamil tidak mendapatkan layanan sepantasnya.
Masalah kemiskinan pun turut menyebabkan ibu hamil sulit mendapatkan makanan bergizi. Badan Pusat Statistik mencatat, jumlah penduduk miskin pada September 2022 sekitar 26,36 juta orang, meningkat 0,20 juta orang terhadap Maret 2022. Tentu sulit bagi ibu yang hamil dalam kondisi miskin untuk memenuhinya. Kalaupun ada bantuan dari pemerintah, hal itu tidak akan diberikan penuh sampai melahirkan.
Apapun seluruh tawaran PBB adalah solusi tambal sulam, bahkan sekadar solusi utopis karena akar masalah sebenarnya belum dituntaskan. Tidak meratanya fasilitas kesehatan atau kemiskinan itu lahir dari penerapan kebijakan kapitalisme. Kapitalisme membuat para kapitalis makin kaya, masyarakat biasa semakin sengsara bahkan binasa , perbedaan kaya dan miskin pun makin nyata terasa.
Dalam sistem Kafitalisme pelayanan kesehatan tidak merata, dimana bila menginginkan fasilitas lengkap hanya ada dikota besar dengan biaya besar sedangkan masyarakat yang ada dipinggiran akan sulit mendapatkanya.
Semua hal dalam sistem Kafitalisme bertujuan materi, pelayanan terhadap umatpun bersifat materi. Biaya kesehatan yang mahal, pelayanan yang kurang, administrasi yang rumit sudah bahan buah bibir dimasyarakat yang haus akan pengurusan yang baik. Sehingga uang bisa menjadi kendali seseorang mampu terlayani dengan baik.
Kewajiban negara dalam Islam adalah mampu mengurus rakyat merata dengan maksimal, dimanapun berada termasuk dalam melayani pengurusan ibu hamil dengan layanan cepat, akurat disertai fasilitas yang lengkap dan tenaga medis yang siap melayani tanpa pamrih tapi tetap digaji oleh negara dengan layak.
Islam mempunyai pos pemasukan pendapatan negara yang berbeda dengan Kafitalisme. Baitulmal akan menjadi tempat terpusat untuk menyalurkannya ke pos pos yang sudah disiapkan menjadi kebutuhan masyarakat, termasuk pelayanan terhadap Ibu hamil. Adapun pemasukan pendapatan bisa diperoleh dari harta fai, kharaj, ghonimah, pengelolaan SDA oleh negara dll.
Hanya sistem Islam yang sempurna memberikan solusi permasalahan termasuk pengurusan terhadap tingginya kasus kematian ibu hamil. sedangkan Kafitalisme hanya ilusi mampu menjadi jalan penyelesaian terbaik.
Wallahu a'lam
0 Comments