IMPIANNEWS.COM
Umat Islam seluruh dunia kembali bereaksi atas peristiwa pembakaran al Qur'an yang dilakukan oleh tokoh ekstremis anti islam pendiri gerakan sayap kanan Denmark Rasmus Paludan pada tanggal 21 Januari 2023 di depan kedutaan Turki Stockholm (Tempo.co.id, 27 Jan 2023).
Aksi pembakaran Qur'an ini adalah disengaja untuk mengusik kaum muslim sekaligus mengumandangkan kembali kebencian terhadap Islam .
Peristiwa pembakaran al Qur'an ini bukan pertama kali terjadi, namun sudah terjadi sejak propaganda war on terorism dan deradikalisasi ajaran Islam terus digaungkan sejak tahun 2001.
Sayang nya aksi ini ternyata mendapat kelegalan dari pemerintah Swedia . Bahkan aksi tersebut dikawal oleh polisi baik di Swedia maupun saat dilakukan di Denmark. Karena tahun 2019 yang lalu pun dilakukan aksi yang sama oleh Paludan di Denmark. Dan ini akan terus dilakukan setiap hari jum'at sebelum sampai akhirnya Swedia masuk anggota NATO.
*Islamofobia berdiri atas nama HAM*
Meski para penguasa setempat mengkritisi aksi pembakaran Al Qur'an tersebut namun mereka berdiri diatas suatu pijakan HAM yang dilindungi oleh negara, sehingga aksi tersebut tidak termasuk sebuah kejahatan.
Aksi pembakaran al Qur'an oleh individu adalah adanya kebencian terhadap ajaran Islam dan penganut nya atau Islamofobia. Mereka para pembenci Islam dengan bebas karena mendapat izin legal yang lahir dari kebebasan berekspresi dalam demokerasi.
Islamofobia ini didukung kuat oleh sebuah negara, dan ini sebetulnya adalah agenda besar yang diusung oleh negara kafir dan juga diikuti oleh negeri muslim lainnya yang menganut paham demokrasi.
Namun HAM yang lahir dari kebebasan dalam demokrasi ini, tidak berlaku untuk umat Islam (standar ganda). Banyak kasus seorang muslimah di beberapa negara barat dilarang menampakkan keislamannya seperti memakai hijab dan cadar.
Sementara mereka dengan bebas melakukan apapun atas nama HAM. Sungguh ironis sekali.
Saat ini perlawanan yang hanya bisa kita lakukan adalah dengan mengecam dan mengutuk pelaku. Dan itu tidak cukup! Kejahatan mereka yang di back up oleh negara harus dilawan lagi oleh sebuah negara.
Negara pasti mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan segala kemungkaran dan kejahatan yang terjadi.
Sehingga tidak akan ada lagi yang berani untuk menghinakan Al Qur'an, nabi dan syariatnya. Pelaku dibuat jera dengan sanksi yang setimpal yang diberikan oleh pemimpin Islam.
Sebagaimana dulu pernah terjadi pada saat penistaan terhadap agama Islam dimasa Daulah Turki Utsmani yang dipimpin oleh Sultan Abdul Hamid II. Peristiwa tersebut dilakukan oleh sang penista bernama Henri de Bornier. Ia membuat pentas drama komedi berisi penghinaan kepada Rasulullah SAW.
Sultan Hamid II yang lemah lembut saat itu marah menindak tegas peristiwa tersebut dengan mengirim surat kepada Prancis agar melarang pementasan drama tersebut di seluruh Prancis.Tidak cukup sampai disitu, sultan pun memanggil seluruh duta negara-negara Eropa yang ada di daulah Khilafah Utsmaniyyah.
Ia berkata “Seandainya Prancis tidak menghentikan tindakannya (Pementasan drama yang menghina Rasulullah), niscaya aku kerahkan pasukan Khilafah yang dengannya aku perlakukan mereka seperti sepatu yang ada di tanganku ini. Maka pergilah, semoga Allah SWT menimpahkan keburukan kepada kalian”.
Sultan Abdul Hamid mengaku, ia tidak peduli jika Prancis menyerang pribadinya. Tetapi, jika mereka menghina agama Islam dan Nabi Muhammad SAW, Sang Sultan mengaku, siap bangkit dari kematian.
Kisah tersebut sungguh layak dijadikan sebuah pelajaran bahwa saat ini kita sangat membutuhkan seorang khalifah. Seorang khalifah dapat melindungi masyarakat dan agama dari orang-orang munafik dan para penghina agama.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW dalam sebuah hadits :
إِنَّمَا اْلإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدَلَ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ وَإِنْ يَأْمُرْ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ»
Sesungguhnya Imam/Khalifah adalah perisai orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya pelindung. Jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya maka ia harus bertanggung jawab atasnya. (HR Muslim).
Jika ada seorang khalifah, para penghina Nabi atau penista agama akan mendapatkan hukuman yang berat bahkan mendapatkan hukuman mati. Hukuman berat tersebut diberlakukan supaya tidak ada lagi kasus penista agama dan penghinaan rasul.
Maka selama kita belum punya seorang khalifah maka akan selalu ada peluang orang kafir dan pembenci Islam untuk melakukan hal seperti itu.
Semoga segera ada pemimpin Islam yang akan menjaga Islam dan syariatnya.
Karena tidak akan ada kemulian dibumi ini tanpa Islam.
Tidak ada Islam tanpa syariatNya.
Tidak akan ada syariat tanpa negara yang menerapkannya.
AllahuAkbar.
Wallahu a'lam bishawab
0 Comments