Oleh: Ratna Juwita
IMPIANNEWS.COM
Maraknya pemberitaan soal kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), tak terkecuali yang berujung pada hilangnya nyawa seharusnya menjadi pengingat berharga bagi kita semua betapa kekerasan dalam pernikahan bukanlah hal yang sepele. Korban KDRT didominasi perempuan walaupun kekerasan juga dialami laki-laki.
Perselingkuhan juga dikategorikan sebagai salah satu bentuk KDRT. Saat suami atau istri berselingkuh, kebahagiaan dan kesejahteraan hidup anak-anak dan pasangan sahnya cenderung terabaikan. Dampak selingkuh tidak hanya soal terancamnya keharmonisan keluarga, tapi juga terganggunya kondisi psikologis pasangan yang menjadi korban perselingkuhan.
Masih ramai menjadi perbincangan juga, penyanyi dangdut LK yang diduga menjadi korban KDRT hingga melaporkan suaminya ke polisi. Terkait hal ini, Menteri Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengajak masyarakat berani angkat bicara apabila menjadi korban atau saksi pelecehan seksual ke perempuan dan anak.
"Pada kesempatan ini, kami sampaikan tidak pernah berhenti dari tahun 2020 untuk mengkampanyekan dare to speak up, akan menjadi penting bahwa tidak hanya korban yang melaporkan, tetapi yang mendengar, melihat juga harus melaporkan," kata Bintang dalam kampanye bertajuk Ayo Stop Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan dan Anak di Car Free Day di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat (kompas.com).
Speak up atas kekerasan adalah satu keharusan, namun speak up tak akan mampu tuntaskan masalah KDRT, meskipun sudah banyak regulasi yang disahkan di negeri ini. Regulasi tak berdaya karena negara tak memberikan dukungan sistem kehidupan yang mendorong terbentuknya keluarga sakinah mawadah warahmah. Fakta bahwa maraknya KDRT dipicu oleh kemiskinan dan perselingkuhan menjadi bukti tak adanya dukungan sistem dari negara.
Bila kita jeli mengamati KDRT yang terus bertambah dari tahun ke tahun, hal ini tak lepas dari aturan hidup yang melingkupi masyarakat, yaitu sistem kapitalis sekuler liberal. Sistem kapitalis melahirkan sebuah paradigma berpikir yang berorientasi kesenangan duniawi. Sementara paham sekuler (pemisahan agama dari kehidupan) dan paham liberal (berpandangan bebas) menjadi asas semua aturan. Dengan semua itu, lahirlah manusia-manusia yang bersikap liberal. Manusia yang bertingkah laku sesuka hatinya untuk mengejar kesenangan duniawi dan tak ingin diatur oleh aturan agama (Sang Pencipta). Maka bermunculanlah kasus-kasus kejahatan yang berpotensi merugikan orang lain.
Masalah KDRT hanya dapat diselesaikan dalam sistem Islam. Hanya sistem Islam yang memuliakan dan melindungi perempuan dari segala tindakan kekerasan. Ini dibuktikan oleh sejarah. Jauh sebelum Rasulullah diangkat menjadi nabi, kaum perempuan di jazirah arab mengalami kekerasan fisik dan mental, baik anak perempuan maupun perempuan dewasa, semua berada di bawah kekuasaan laki-laki. Perempuan sangat tidak dihargai, bahkan menjadi harta yang bisa diwarisi. Anak perempuan yang lahir adalah aib hingga ada yang menguburnya hidup-hidup.
Lalu datanglah syariat Islam yang merubah penderitaan perempuan menjadi kemuliaan untuknya. Dalam Islam perempuan begitu mulia, bahkan sejak ia dilahirkan. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang memelihara dua anak perempuannya sampai mereka dewasa, dia dan aku akan datang pada hari perhitungan seperti ini” (dan beliau menunjukkan dengan dua jarinya yang disatukan) (HR Ahmad No. 2104). Hadist ini menegaskan betapa menguntungkannya memiliki dan mendidik anak perempuan, karena balasannya akan mendapat kemuliaan bersama-sama dengan Rasulullah di surga kelak.
Maka dari itu, stop KDRT. Kembali pada syariat Islam agar seluruh perempuan terlindungi dan keluarga pun aman dan tentram. Wallahu 'alam bi shawab.
0 Comments