Oleh: Eva Nurfalah
IMPIANNEWS.COM
Beberapa waktu yang lalu ramai diberitakan kasus KDRT yang dilakukan salah satu artis terhadap pasangannya (Tribratanews.polri.go.id, 1/10/2022). Tindakan KDRT yang dialami penyanyi dangdut Lesti Kejora menambah deretan kasus KDRT yang dialami perempuan Indonesia. Berdasarkan data Kementerian PPPA, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan pada periode 1 Januari 2022 hingga 21 Februari 2022 tercatat sebanyak 1.411 kasus. Sementara, sepanjang tahun 2021 terdapat 10.247 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dengan jumlah korban 10.368 orang.
Dilansir dari TRIBUNJOGJA.COM, Pemkot Yogyakarta mencatat 156 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terjadi di wilayahnya sepanjang tahun 2022 ini. Dari rentetan kasus tersebut, 24 di antaranya berlanjut hingga meja hijau.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Yogya Edy Muhammad, menuturkan, bahwa data tersebut merupakan rangkuman insiden KDRT yang terjadi hingga bulan Agustus.
Dari data di atas, maka muncul pertanyaan mengapa kasus KDRT semakin marak? Banyaknya pemberitaan soal kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), tak terkecuali yang berujung pada hilangnya nyawa, seharusnya menjadi pengingat berharga bagi kita semua betapa kekerasan dalam pernikahan bukanlah hal yang sepele. Korban KDRT didominasi perempuan walaupun kekerasan juga dialami laki-laki. Pakar hubungan Robert Weiss pernah mengungkap bahwa kasus KDRT bisa terkait dengan perselingkuhan. Kekerasan itu bisa saja secara fisik, verbal, maupun sikap menelantarkan. Robert Weiss juga mencontohkan bisa saja pasangan yang selingkuh melakukan kekerasan fisik supaya terlihat marah agar dipercaya pasangan. Ada juga pasangan yang bersikap "sibuk" padahal selingkuh.
Dari fakta di atas sudah jelas kita sebagai masyarakat atau umat harus bertindak salah satunya dengan angkat bicara (speak up) perihal kasus KDRT ini. Speak up atas kekerasan adalah satu keharusan, walaupun speak up tidak akan mampu tuntaskan masalah KDRT, apalagi sudah ada banyak regulasi yang disahkan di negeri ini. Regulasi tidak berdaya karena negara tidak memberikan dukungan sistem kehidupan yang mendorong terbentuknya keluarga sakinah mawadah warahmah.
Dilihat dari fakta yang ada bahwa maraknya KDRT dipicu oleh kemiskinan dan perselingkuhan menjadi bukti tidak adanya dukungan sistem dari negara, dari sini bisa kita lihat penguasa lalai dalam hal ini, mereka seolah tidak menganggap penting permasalahan umat ini, sehingga semakin marak kasus-kasus serupa yang terjadi di negeri ini.
Berbeda dengan sistem pemerintahan Islam di mana kasus KDRT akan ditekan seminimal mungkin, dengan penerapan Islam secara Kaffah.
Di bawah ini beberapa dalil tentang larangan melakukan kekerasan terhadap pasangan, dan anjuran berkemah lembut terhadap istri:
”Sesungguhnya perempuan diciptakan dari tulang rusuk, dia tidak bisa lurus untukmu di atas satu jalan. Bila engkau ingin bernikmat-nikmat dengannya maka engkau bisa bernikmat-nikmat dengannya namun padanya ada kebengkokan. Jika engkau memaksa untuk meluruskannya, engkau akan memecahkannya. Dan pecahnya adalah talaknya” (HR. Muslim).
“Dan pergaulilah dengan mereka (istri) secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” (QS. An-Nisa: 19).
Maka dari dalil di atas bisa ditarik kesimpulan hanya dalam pemerintahan Islam (Khilafah) sajalah KDRT bisa diselesaikan dengan tuntas, dengan penerapan Islam secara Kaffah. Wallahu'alam bishowab.
0 Comments