Oleh: Rengganis Santika A, STP
IMPIANNEWS.COM
Nampak jelas absurditas demokrasi. Saat membela LGBT demokrasi tampil, sebaliknya saat melarang kelompok dakwah atau ormas Islam, demokrasi entah kemana? Bobrok demokrasi kian jelas. Ironisnya justru saat ini diagung-agungkan, sebagai sistem aturan yang paling ideal. Demokrasilah yang harus bertanggung jawab atas semua akibat dari bahaya virus LGBT yang marak di mana-mana. Inilah konsekuensi apabila urusan masyarakat diserahkan pada sistem aturan yang menganut asas kebebasan.
Bangsa ini seharusnya siaga satu terhadap serangan LGBT. Negara seharusnya hadir demi melindungi rakyatnya dari gaya hidup sesat dan bejat kaum sodom. Namun apa boleh buat, atas nama demokrasi dan HAM negara tak berdaya mengambil tindakan tegas. Sebuah kesesatan apabila terus disosialisasikan, dipropagandakan, dan diberi panggung, maka lambat laun kesesatan tersebut akan dianggap sebagai sesuatu yang lumrah. Perlahan masyarakat menganggap kesesatan itu biasa dan bisa diterima.
Lihatlah AS dan negara-negara di Eropa barat khususnya. Dulu di AS, sekitar tahun 50-an, LGBT dianggap sebagai sebuah hal yang menjijikan dan ditolak masyarakat. Namun kini seiring proses pembiaran berlangsung di tengah iklim demokrasi dan HAM, akhirnya kaum LGBT semakin eksis, tumbuh subur menjelma menjadi sebuah gerakan politik global yang bisa memperjuangkan hak politik dan legal hukum mereka. Kini LGBT dan pernikahan sesama jenis sudah mendapat pengakuan hukum di sebagian besar negara bagian AS dan daratan Eropa. AS dan negara-negara penganut demokrasi adalah kiblat gerakan politik LGBT di seluruh dunia termasuk Indonesia. Gerakan LGBT semakin eksis juga karena mendapat dukungan korporasi multinasional, pejabat negara, termasuk lembaga internasional seperti UNDP PBB. Bahkan ketika publik +62 mengecam podcast DC, kedubes Inggris justru melakukan provokasi dengan mengibarkan bendera pelangi.
Podcast DC adalah isyarat kecil yang sesungguhnya harus dipahami bangsa ini, bahwa ada bahaya besar yang mengancam. Terbukti ketika RUU TPKS disahkan menjadi UU oleh DPR, bersoraklah para pegiat perempuan di gedung nusantara, mereka termasuk para pendukung LGBT. Perlu dicatat UU TPKS yang beraroma liberal bila dicermati dengan seksama membuka jalan perlindungan hukum bagi aktivitas penyimpangan seksual ini. Tidak heran, sebab di DPR sendiri dukungan bagi LGBT begitu jelas (seperti yang diungkap ketua MPR).
Islam Kaffah, Harapan Rakyat Membasmi Maraknya LGBT
Allah begitu murka, bukan saja kepada pelaku maksiat, tapi juga kepada orang yang ikut menyebarkan perbuatan maksiat. Simak firman Allah dalam Q.S. An-Nur: 19,
إِنَّ ٱلَّذِینَ یُحِبُّونَ أَن تَشِیعَ ٱلۡفَـٰحِشَةُ فِی ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ لَهُمۡ عَذَابٌ أَلِیمࣱ فِی ٱلدُّنۡیَا وَٱلۡـَٔاخِرَةِۚ وَٱللَّهُ یَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ
"Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar perbuatan yang sangat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, mereka mendapat azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui". Jelas bahwa semua aktivitas walaupun bukan pelakunya namun ketika men-share, mem-broadcast, mempropaganda, mengampanyekan, mempublish, menyiarkan iklan yang mengandung unsur maksiat, kriminal, dosa, aib, semuanya dimurkai Allah SWT. Lesbian, gay, biseksual, transgender sebagaimana disebutkan Al-Qur'an dan sunnah adalah perbuatan fakhisyah, keji, menjijikan, jarimah (kriminal), dan Islam memberi sanksi hukum yang tegas dan jelas.
Ketika mereka tidak bisa didakwahi untuk kembali pada jalan yang lurus, mereka dibunuh sebagaimana hukuman Allah bagi kaum Luth. Ini untuk menyelamatkan umat agar umat "aware" LGBT saat ini telah bertransformasi menjadi sebuah gerakan politik global, sebab mereka bisa melakukan lobi politik dan melibatkan semua elemen strategis internasional seperti PBB dan negara-negara kuat. Ini bukan main-main. Oleh karena itu fakta membuktikan bahwa negara dengan ideologi kapitalis demokrasi, justru tempat paling subur bagi tumbuh dan maraknya kemaksiatan seperti LGBT. Maka perlawanan untuk menghentikan virus sesat ini sampai ke akar-akarnya tiada lain harus dengan kekuatan global pula dengan ideologi yang shahih. Kapitalisme demokrasi adalah sistem rusak dan cacat sejak lahir.
Pengamat politik kaliber dunia John L. Espossito, mengatakan bahwa sejak dicetuskan demokrasi oleh Aristoteles dan Plato, demokrasi tidak pernah mampu menyelesaikan permasalahan masyarakat, karena memang sejak awal tidak didesign untuk menyelesaikan problema masyarakat, namun sejak era yunani kuno demokrasi tak lebih adalah alat legitimasi kekuasaan kaum bangsawan.
Obat dari virus LGBT adalah Islam yang kaaffah (menyeluruh) bukan Islam moderat yang dipahami DC. Maka dakwah pada Islam secara kaaffah harus terus digencarkan melawan segala bentuk propaganda kesesatan, hingga akhirnya dapat melanjutkan kehidupan Islam di muka bumi ini sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW. Kehidupan Islam yang diterapkan secara kaaffah akan membawa rahmat bagi seluruh alam, bukan membawa kehancuran generasi dan kehinaan moral, bahkan lebih jatuh dan hina daripada hewan. Seburuk-buruk anjing tak kan pernah anjing jantan berpasangan dengan anjing jantan pula. Dengan akidah Islam, umat ini akan tetap terjaga kewarasan akal dan hati nuraninya. Wallahu'alam bishshowab.
0 Comments