Oleh: Dewi Royani, MH
IMPIANNEWS.COM
Salah satu kompetisi olah raga paling prestisius di dunia MotoGP 2022 sukses digelar di Indonesia Minggu (20/03/2022) yang lalu. Ajang MotoGP 2022 ini diselenggarakan di Pertamina Mandalika Internasional Street Circuit. Meskipun perhelatan ini sudah selesai,nama Sirkuit Mandalika masih hangat diperbincangkan. Mulai dari aksi sang pawang hujan sampai dedikasi juara untuk Risman. Namun sayangnya euforia perhelatan olah raga ini menyisakan sebuah ironi.
Di tengah kesengsaraan rakyat dan meroketnya harga minyak goreng, pemerintah dengan gampangnya menggelontorkan dana Triliunan Rupiah demi kesuksesan event olah raga internasional tersebut. Tidak tanggung-tanggung hingga Rp 1,3 triliun.
Dikutip dari Kompas.com Sri Mulyani mengatakan, alokasi terbesar untuk gelaran MotoGP Mandalika 2022 berasal dari skema penyertaan modal negara (PMN) BUMN. Masih dari sumber yang sama dana tersebut dialokasikan kepada PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) senilai Rp 1,3 triliun, (Kompas.com,20/03/2022).
Selain itu, pengalokasian APBN juga dilakukan melalui kementerian dan lembaga (K/L) sebesar Rp1,8 triliun. Kemudian, Intensif PPN atas jasa kena pajak Rp240,73 miliar, serta insentif bea masuk dan pajak impor sebesar Rp10,41 miliar, (viva.co.id,19/03/2022).
Pembangunan sirkuit Mandalika sendiri merupakan bagian dari pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika secara keseluruhan. Keberadaannya merupakan satu dari 10 destinasi wisata prioritas nasional yang ditetapkan melalui PP 52 Tahun 2014 tentang KEK Mandalika. Pengembangan KEK Mandalika ditujukan untuk mendorong industri pariwisata di negeri ini. Pemerintah beralasan dengan perhelatan motoGP diharapkan dapat menjadi highlight sekaligus momentum promosi pariwisata secara global, khususnya kawasan Mandalika, dan memberikan manfaat ekonomi untuk sektor pariwisata dan masyarakat sekitar. Lalu,siapa yang paling diuntungkan dalam event prestisius ini? Apakah masyarakat? Ataukah segelintir orang yang menguasai industri pariwisata?
Mengutip situs resmi pemerintah provinsi NTB, kawasan KEK Mandalika ditargetkan dapat menarik investasi sebesar Rp40 triliun. PT ITDC sebagai pengelola KEK Mandalika mencatat per Desember 2021, total komitmen investasi di KEK Mandalika sebesar Rp17 triliun. Total komitmen investasi terdiri dari Master Land Utilization & Development Agreement (LUDA) dari VINCI Construction Grands Projets (VCGP) senilai Rp14 triliun. VCGP merupakan anak usaha Vinci Construction, BUMN Perancis yang bergerak di bidang desain dan konstruksi proyek infrastruktur.
Selain itu, terdapat komitmen tujuh investor untuk membangun hotel senilai total Rp3 triliun untuk 1.700 kamar. Pemprov NTB menyatakan PT BAT Instrument Bank International membidik investasi pembangunan hotel dan restoran. Walaupun tak menyebut berapa besar dana yang disiapkan, namun BAT disebut menawarkan dana segar kepada ITDC untuk mengembangkan KEK Mandalika. Kementerian Investasi atau BKPM lewat rilis tertulis pada September 2021 menyatakan investor asal AS, EDB Paragon, menyiapkan investasi sekitar Rp1,2 triliun untuk pembangunan Paramount Lombok Resort and Residence. (cnnindonesia.com, 28/03/2022).
Keterlibatan para investor kakap ini tentu bukan tanpa kompensasi. Selayaknya setiap investasi harus menghasilkan keuntungan yang berlipat-lipat. Ketika pemerintah mengklaim soal target pertumbuhan ekonomi,sejatinya lebih tertuju pada para pemilk modal kelas kakap ini. Adapun rakyat, harus puas dengan hanya menjadi pedagang kecil, penjual asongan atau pegawai yang gajinya belum tentu mampu meningkatkan kesejahteraan orang per orang.
Sebagai contoh, dilansir dari insidelombok.id 29/03/2022, dalam perhelatan MotoGP Mandalika 2022, banyak UMKM yang mengalami kerugian besar karena sepi pembeli. Sementara biaya yang harus dikeluarkan untuk menyewa satu tenda tidaklah kecil, sekitar Rp33 juta selama tiga hari.
Sungguh ironi, event internasional MotoGP yang telah menyedot dana besar dari APBN hanya menguntungkan perusahaan kapitalis raksasa. Seyogyanya, pemerintah menata ulang kebijakan dengan memprioritaskan sektor yang lebih krusial dalam menyentuh perekonomian masyarakat. Misalnya dalam pengelolaan sumber daya alam.
Kemiskinan di negeri ini justru terjadi akibat kebobrokan paradigma kapitalistik dalam pengelolaan sumber daya alami. Dimana pengelolaan sumber daya alam diserahkan kepada asing atau swasta. Akibatnya, tujuan utamanya memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, tanpa mempedulikan kesejahteraan rakyatnya.Oleh karena itu, saatnya kembali kepada paradigma yang benar, yaitu mengelola sumber daya alam sesuai dengan aturan Sang Pencipta Allah Swt.
Dalam Islam, sumber daya alam, ditetapkan sebagai kepemilikan umum. Negara hanya mempunyai kewajiban untuk mengelolanya, semata untuk kepentingan masyarakat. Saatnya ummat bersegera kembali menerapkan sistem Islam secara komprehensif.
0 Comments