Dunia kembali digemparkan dengan virus varian baru yaitu virus Omicron yang terdeteksi di Afrika Selatan. Hal ini turut jadi perhatian pemerintah Indonesia. Juru bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito mengatakan pihaknya sedang melakukan analisis.
"Pemerintah sedang melakukan analisis situasi dan segera merespons dengan langkah pencegahan agar Indonesia terlindungi dari potensi penularan tersebut," jelas Wiku kepada wartawan, Minggu (28/11/2021).
WHO telah menetapkan Omicron sebagai Varian of Concern atau VoC. Varian B.1.1.529 disebut memiliki banyak strain atau mutasi, bahkan melebih varian lain yakni Alpha, Beta, dan Delta. Menurut ilmuwan genom Afrika Selatan, varian Omicron punya mutasi yang sangat banyak. Lebih dari 30 protein lonjakan kunci, yaitu struktur yang digunakan virus untuk masuk ke dalam sel yang diserang. Spesimen kasus varian pertama Afrika Selatan dikumpulkan WHO pada 9 November 2021. Jumlah kasus juga meningkat hampir di setiap provinsi negara itu. (CNBC.Indonesia).
Luhut Menkopolhukam menyadari masih banyak yang belum diketahui mengenai varian covid-19 terbaru bernama Omnicron atau B.1.1.529. Meski demikian masyarakat harus tetap waspada dengan tidak mengendorkan protokol kesehatan.
"Kita juga tidak perlu perlu takut dan bereaksi berlebihan karena masih banyak yang kita tidak tahu mengenai omicron ini," ujarnya. Pemerintah juga tetap waspada dengan mengeluarkan kebijakan yang mampu menahan masuknya omicron ke tanah air.
Salah satunya pengetatan kedatangan dari luar negeri untuk beberapa negara. Bahkan ada yang dilarang penuh untuk masuk.
Kebijakan ini akan dievaluasi dalam dua minggu mendatang, berdasarkan perkembangan terbaru. Bisa jadi aturan kembali dilonggarkan, namun juga tidak menutup kemungkinan pengetatan akan ditambah. (CNBC.Indonesia)
Namun, apakah cukup hanya sekedar pembatasan dan kewaspadaan tanpa ada titik penyelesaian yang tuntas? Munculnya varian omicorn merupakan salah satu bukti rezim gagal dalam mengendalikan virus.
Lockdown yang sudah diakui merupakan solusi tidak diambil sebagai kebijakan. Penanganan berbasis 3T (testing, tracing, treatment) dan 2M (mengurangi mobilisasi, menghindari kerumunan) tidak dilaksanakan dengan serius. Ironinya malah menciptakan kebijakan yang membuat mobilitas manusia kembali meningkat.
Seharusnya kebijakan lockdown serius dilakukan. Memisahkan yang sehat dengan yang sakit, mengisolasi yang terinveksi, merawat yang sakit, mencegah mobilitas keluar masuk daerah rawan wabah.
Sebagaimana pesan Rasulullah SAW agar penguasa memisahkan orang yang terinveksi saat wabah, maka ini pula seharusnya yang dilakukan oleh para penguasa di penjuru dunia. Tidak boleh ada solusi yang malah menguntungkan segelintir pemilik modal dan menjadi ladang bisnis, akhirnya rakyat kembali menjadi korban.
Beginilah kondisi dalam sistem kapitalis sekuler yang mana dalam situasi darurat pun tetap memikirkan keuntungan bagi penguasa dan pengusaha bukan memprioritaskan keselamatan rakyatnya. Karena ketenangan, ketentraman dan solusi yang bisa diterapkan hanya dalam sistem Islam kaffah yang dipimpin oleh seorang khalifah. Wallahu'alam bisshawab.
0 Comments