IMPIANNEWS.COM
Aktivis Muslimah
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyebut proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) menghadapi masalah peliknya pendanaan. Kondisi ini bisa memperburuk kinerja keuangan beberapa BUMN yang ditugasi membangun proyek kerja sama Indonesia-China tersebut (Kompas.com). Untuk itu, pemerintah tengah bernegosiasi dengan China agar mendapat bantuan pinjaman di awal operasi KCJB nanti.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menyebut pinjaman bisa diperoleh dari China Development Bank (CDB) dengan jaminan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI.
Selain cost
deficiency, proyek tersebut juga
berpotensi mengalami pembengkakan konstruksi (cost overrun) sampai dengan
US$1,4 miliar-US$1,9 miliar. Karena itu, pemerintah tengah bernegosiasi dengan
China untuk menambal pembengkakan itu. (CNN.Indonesia).
Proyek Kereta Cepat
Indonesia-China (KCIC) tersebut pun ditarget rampung sebelum 2022. Saat ini
proses konstruksi terus dilakukan. "Operasional awal (KCJB), cash flow-nya
negatif yang akan terjadi di awal-awal operasi ini. Kita sedang skemakan dengan
pembiayaan dari bank, dalam hal ini China Development Bank," ujar Kartika,
wakil menteri BUMN, Kamis (8/7/2021).
Mantan Menpora Roy Suryo mengkritik keras salah satu kebijakan pemerintah; proyek kereta cepat yang diusung pemerintahan Presiden Jokowi. Proyek tersebut diplesetkan menjadi Kecebong yang diartikan Kereta Cepat Bohong-bohongan.
Pasalnya, penanganan pandemi menggunakan mindset ekonomi dibandingkan kesehatan. Pemerintah, menurut Roy Suryo, telah gagal fokus dalam menangani pandemi, memilih sektor ekonomi ketimbang kesehatan sehingga kasus pandemi di Tanah Air meroket ke negara nomor 3 tertinggi di dunia (dalam kasus harian Covid-19). (Portonews.com)
Berdasarkan uraian di
atas sangat jelas bahwasannya pemerintah lebih mengutamakan pembangunan
infrastruktur dibanding kesehatan masyarakat. Apalagi mengingat saat ini jumlah
kasus Covid di Indonesia meningkat drastis. Tetapi pemerintah di tengah pandemi
yang tak kunjung usai ini masih sempat untuk mengutang hanya untuk pembangunan
infrastruktur.
Dilansir dari kompas.com
bahkan dalam RAPBN 2021, pemerintah menganggarkan Rp 414 triliun untuk
proyek-proyek infrastruktur, naik dari tahun ini sebesar Rp 281,1 triliun. Pada
saat bersamaan, anggaran kesehatan tahun depan justru mengalami penurunan, dari
tahun ini sebesar Rp 212,5 triliun menjadi Rp 169,7 triliun.
Padahal, permasalahan utama yang dihadapi berbagai negara dalam meredam dampak ekonomi dari Covid-19 adalah kesehatan. Tetapi, pemerintah Indonesia justru nampak kurang serius dalam menangani pandemi Covid 19 ini. Pemerintah juga dinilai keliru dalam mengambil kebijakan sehingga berdampak pada peningkatan kasus beberapa waktu ini.
Kasus tersebut juga menambah bukti bahwa pemerintah lebih mengutamakan sektor ekonomi ketimbang kesehatan dan keselamatan masyarakat. Maka jelas, publik menilai pemerintah menggunakan momen pandemi untuk memperbanyak utang dan tidak menimbulkan efek kemaslahatan bagi publik. Inilah bentuk lepas tanggung jawabnya negara dalam mengurusi umat.
Selain itu, pilihan berutang membawa negeri ini pada jebakan yang akan merugikan negeri ini. Ini merupakan akibat diterapkannya sistem ekonomi kapitalis, asas ekonomi kapitalis yang digunakan mengakibatkan sistem ekonomi runtuh. Negara pemberi utang negara Indonesia seperti China, USA, jepang dan lainnya dengan konsekuensi liberalisasi dan swastanisasi sektor publik. Mengutang untuk kepentingan infrastruktur hanya akan membuat Indonesia mengalami ketergantungan.
Sangat berbeda dengan
konsep ekonomi pada baitul mal dalam sistem khilafah. Keuangan negara dimanfaatkan
sebaik mungkin menyerap tenaga kerja yang banyak sekaligus diorientasikan untuk
menggerakan roda ekonomi. Kebijakan fiskal baitul mal membelanjakan anggaran
untuk investasi infrastruktur publik.
Maka hanya sistem
ekonomi Islam saja yang mampu menjadikan negeri ini memiliki keuangan yang
stabil dan kuat. Serta terhindar dari setiran asing.
0 Comments