IMPIANNEWS.COM
Catatan, --- Sesungguhnya ajal adalah kepastian dari Allah SWT yang tak bisa ditunda ataupun dipercepat barang semenit pun. Kita manusia yang serba terbatas ini tetap saja tidak pernah tahu kapan ajal itu datang.
Demikianlah yang saya alami dengan kepergian Adinda Anwar Syarkawi , M.Ag., dosen Fakultas Dakwah UIN Imam Bonjol, Rabu 10 Februari 2021 pkl 12.10 hari ini. Saya yang biasanya hampir setiap hari berkomunikasi melalui FB dengan An, demikian saya memanggilnya, tiba-tiba merasa terhentak ketika membaca status dari adinda Boiziardi As sekitar 1 jam setelah kepergian An di RS M. Djamil Padang.
Saya tak pernah tahu An ternyata sudah masuk rumah sakit Unand sejak tanggal 2 Februari yang lalu. Padahal, sepekan sebelumnya dia menghubungi saya untuk minta bantu memberi konsultasi kepada mahasiswa bimbingannya yang akan menulis skripsi tentang seorang tokoh ulama Sumatera Barat. "Tolong da In terima dan bimbing mahasiswa saya bagaimana teknik menulis biografi," katanya. Saya langsung menyatakan kesediaan saya. Beberapa hari kemudian datang ke rumah mahasiswi bernama Ananda Zulnindi Febri Yenti dan seorang temannya. Ananda ini saya terima dan saya bagikan sedikit ilmu yang saya punya untuk bisa membantunya sesuai harapan Anwar.
Anwar adalah adik sepupu saya dari pihak ayah, tapi juga satu suku Caniago berlain payuang di Nagari Koto Tangah Simalanggang, Payakumbuh. Umurnya kita-kira sepuluh tahun di bawah saya. Untuk melanjutkan pendidikannya hingga akhirnya tamat IAIN Imam Bonjol dan memperoleh gelar S2 sampai menjadi dosen, saya tahu persis, Anwar harus melalui perjuangan yang amat berat. Ayahnya Syarkawi, yang saya panggil Pak Tuo, adalah seorang petugas P3NTR yang punya banyak anak. Hanya berkat keras hati dan kemauan sajalah Anwar akhirnya berhasil mencapai keadaannya yang sekarang.
Mungkin latar belakang dia yang penuh perjuangan, ketika telah menjadi dosen, ia sangat peduli dan penuh perhatian terhadap para mahasiswa. Ia menjadikan semua mahasiswa bimbingannya seperti anak-anaknya sendiri. Ia membuat komunitas "Satu PA" untuk semua mahasiswa bimbingannya. Mereka bebas datang ke rumahnya di Siteba Nanggalo kapan saja mau. Kalau mereka lapar, silakan makan. Kalau lagi tidak ada makanan tersedia, silakan memasak sendiri. Istrinya, Wati, pun melayani mereka seperti anak-anaknya sendiri.
Demikianlah sikap dan kebiasaan Ustad Anwar, demikian kawan2nya biasa memanggil, yang membuat saya hormat dan salut kepadanya. Belum saya temukan dosen yang memperlakukan mahasiswa bimbingannya seperti Anwar.
Bulan puasa 2019, Anwar mengundang saya berbuka puasa bersama sekaligus memberikan bimbingan teknik menulis serta pencerahan untuk sekitar 30 mahasiswa bimbingannya. Undangan itu saya terima dengan senang hari.
Di rumahnya yang sederhana tetapi berpekarangan luas, Anwar dan keluarganya juga mengembangkan usaha lele organik. Ini bukan semata usaha untuk menambah penghasilan, katakanlah begitu, tetapi lebih dari itu usahanya ini punya misi yang mulia. Ia sekaligus membimbing banyak pesantren di Sumatra Barat bahkan sampai ke Kerinci, mengembangkan usaha lele organik. Tujuannya adalah untuk mengembangkan ekonomi pesantren sekaligus tempat praktik berusaha bagi para santri. Sudah puluhan pesantren yang dia bantu mengembangkan usaha lele organik ini.
Sebagai aktivis Muhammadiyah, Anwar juga sangat aktif membantu dan mendorong kemajuan generasi Muhammadiyah melalui pembinaan Pemuda Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dan lain-lain.
Adinda Anwar, saya bersaksi. Anwar adalah orang baik. Tetapi Allah rupanya lebih menyayangi Adinda dan memanggilnya mendahului kami. Ya, Allah, ampuni semua dosa dan kesalahan hamba-Mu ini. Terimalah seluruh amal ibadahnya selama hidup di dunia. Berikanlah tempat terbaik baginya di alam akhirat yang abadi. Berikan pula kesabaran dan ketabahan kepada keluarga Anwar dan kami para sahabatnya menerima cobaan ini. Amin YRA.(014)
0 Comments