Tiga Negara Militer Terkuat di Eropa Terus Tekan China di Natuna Utara dan Indo-Pasifik
Kekuatan Eropa disebut sedang mempertimbangkan keinginan untuk hadir di laut China Selatan (LCS). Inggris, Prancis dan Jerman disebut tengah mempersiapkan strategi untuk memantau pergerakan China di wilayah perairan kaya itu.
Dimuat Express, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson dilaporkan mempertimbangkan rencana untuk mengirimkan kapal induk HMS Queen Elizabeth ke LCS guna mendukung mitra internasionalnya Amerika Serikat (AS). Sebagaimana diketahui, AS sebelumnya sudah lebih dulu masuk kekawasan dengan dalih pelayaran bebas.
Sementara Prancis, dalam sebuah makalah strategi regional menegaskan akan memperkuat postrunya di Indo-Pasifik.
"Bekerja untuk melindungi kepentingan kedaulatannya dan keamanan warganya, sambil secara aktif berkontribusi pada stabilitas internasional," tulis media itu, dikutip Jumat (9/10/2020).
Ini juga terlihat dari sikap aktif Presiden Emmanuel Macron yang semakin memperluas hubungan pertahanan dan ekonomi dengan sejumlah negara di kawasan itu. Di antaranya Australia, Jepang, India dan beberapa negara Asia Tenggara.
Prancis juga membuat kesepakatan penting dengan sekutunya, termasuk kesepakatan kapal selam senilai 29 miliar dengan Australia dan kesepakatan jet tempur senilai 7,3 miliar dengan India.
"Kita tidak naif, jika kami ingin dilihat dan dihormati oleh China sebagai mitra yang setara, kitai harus mengatur diri kami sendiri," ujarnya dikutip media Inggris itu.
Sementara Jerman, di September lalu juga mengatakan akan berkontribusi membentuk tatanan internasional di Indo-Pasifik. Ini mengejutkan karena Jerman tak memiliki kepentingan teritorial di wilayah itu.
Setali tiga uang, Kanada pun mendesak NATO untuk mengawasi China di LCS. Tindak tandung China disebut mengkhawatirkan.
Ini ternyata ditegaskan Menteri Pertahanan Kanada Harjit Sajjan. Kanada sendiri merupakan salah satu anggota NATO yang sudah eksis sejak organisasi keamanan internasional itu berdiri.
"Ini adalah beberapa hal yang akan terus kita pantau. Dan, kita memerlukan NATO untuk melakukan ini," katanya sebagaimana ditulis Canadian Press.
"Ini bukan hanya reaksi terhadap masalah. Hal ini soal memastikan setiap negara di luar melihat kemauan kolektif dari apa yang NATO bawa. Itulah pesan kuat pertahanan dan pencegahan."
Di LCS, China mengklaim memiliki 80% wilayah dengan konsep "sembilan garis putus-putus". Meski kalah di pengadilan arbitrase internasional, China masih tetap memakai konsep ini sehingga bersitegang dengan Vietnam, Malaysia, Brunei dan Filipina termasuk Taiwan.***
0 Comments