Diperkarakan Relawan Jokowi, Najwa Shihab Buka Suara
IMPIANNEWS.COM (Jakarta).
Jurnalis Najwa Shihab menyatakan siap memberikan keterangan terkait pelaporan dirinya oleh Relawan Jokowi Bersatu ke Polda Metro Jaya hari ini. Namun dia belum mengetahui persis apa dasar pelaporan itu lantaran baru mengetahui hal ini dari pemberitaan media.
“Saya dengar pihak Polda Metro Jaya menolak laporan tersebut dan meminta pelapor membawa persoalan ini ke Dewan Pers. Jika memang ada keperluan pemeriksaan, tentu saya siap memberikan keterangan di institusi resmi yang berwenang untuk itu,” kata Najwa kepada Tempo lewat pesan singkat, Selasa, 6 Oktober 2020.
Sebelumnya, Ketua Relawan Jokowi Bersatu Silvia Dewi Soembarto melaporkan Najwa perihal wawancara kursi kosong Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto yang tayang di acara Mata Najwa. Silvia marah adalah menganggap Najwa memparodikan Menkes Terawan.
Silvia berdalih Najwa telah melakukan perundungan siber terhadap Terawan melalui tayangan Mata Najwa tersebut. “Cyberbullying karena narasumber tidak hadir kemudian diwawancarai dan dijadikan parodi, dan parodi itu suatu tindakan yang tidak boleh dilakukan kepada pejabat negara khususnya menteri, karena beliau adalah representasi dari Presiden Joko Widodo,” kata Silvia.
Mengenai hal ini, Najwa menyatakan tayangan tersebut diniatkan mengundang pejabat publik untuk menjelaskan berbagai kebijakan terkait penanganan pandemi. Ia juga menilai penjelasan tidak harus dilakukan di acara tersebut, bisa di mana saja.
“Namun, kemunculan Menteri Kesehatan memang minim dari pers sejak pandemi kian meningkat, bukan hanya di Mata Najwa saja. Dan dari waktu ke waktu, makin banyak pihak yang bertanya ihwal kehadiran dan proporsi Manteri Kesehatan dalam soal penanganan pandemi,” ujar Najwa.
Najwa menilai pertanyaan-pertanyaan yang ia lontarkan saat itu berasal dari kekhawatiran publik, baik dari ahli atau lembaga maupun warga biasa. “Itu semua adalah usaha memerankan fungsi media sesuai UU Pers yaitu mengembangkan pendapat umum dan melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum,” kata Najwa mengutip isi undang-undang.
Sebelum menayangkan wawancara itu, Najwa menyatakan sudah mempertimbangkan risiko akan tuduhan ini. “Saya berkeyakinan elite pejabat, apalagi eksekutif tertinggi setelah presiden, bukanlah pihak yang less power — aspek penting yang menjadi prasyarat sebuah tindakan bisa disebut persekusi atau bullying,” jelasnya lewat unggahan di media sosial pribadinya, 29 September 2020.
Mengenai format wawancara tersebut, Najwa Shihab menjelaskan bahwa hadirnya kursi kosong di hadapan seorang jurnalis sebagai ‘pengganti’ narasumber bukanlah hal baru. “Pada 2019 lalu di Inggris, Andrew Neil, wartawan BBC, juga menghadirkan kursi kosong yang sedianya diisi Boris Johnson, calon Perdana Menteri Inggris, yang kerap menolak undangan BBC.”***
0 Comments