Rocky Gerung, "Bodol Jegal Kami".
Filsuf UI Rocky Gerung Foto: Antara
Tokoh Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Rocky Gerung enteng saja bukarahasia Gatot Nurmantyo dan KAMI. Rocky berujar mempersonifikasikan KAMI sebagai Gatot Nurmantyo adalah salah. Dia menegaskan, upaya menjegal Gatot tak akan serta merta merontokkan gerakan politik moral KAMI.
Rocky mencermati tren upaya menjebak Gatot Nurmantyo dalam sepekan belakangan ini, melalui beragam isu. Menurut mantan dosen UI itu, Gatot Nurmantyo jadi target untuk memotong gerakan KAMI. Kalau berhasil jegal Gatot maka bisa jegal KAMI, kira-kira begitu skenarionya.
Rocky Gerung Gatot Nurmantyo dan jebakan dangkal
Dengan satire khasnya, Rocky mengaku sudah mengukur, semua skenario menjegal Gatot dan KAMI bakal gagal, sepanjang yang berupaya itu tidak jauh lebih baik basis politik moralnya, dilansir impiannews.com dari hopID
“Jebakan (pada Gatot) itu terlalu dangkal. Saya anggap tak akan berhasil. KAMI itu diinvestasikan untuk politik moral. Upaya untuk kepung Gatot hanya mungkin berhasil kalau ada politik moral di Istana. Soalnya yang menjebak moralnya itu jauh di bawah,” jelas Rocky Gerung kepada Hersubeno Arief dalam kanal Youtube Rocky Gerung dikutip Senin 28 September 2020.
Rocky senyum saja pada pihak yang menilai KAMI itu adalah personifikasi Gatot. Cara pandang itu salah. KAMI itu gerakan yang berelemen plural.
KAMI seolah kelompok Islam, nyatanya banyak kok tokoh KAMI yang nonmuslim. KAMI seolah berisi purnawirawan tentara tapi di sana banyak akademisi kok dan juga di situ bercokol banyak ulama.
“KAMI itu sangat plural dan tidak diwakili oleh Gatot. Gatot itu semacam juru bicara nasional saja di KAMI dan yang lokal banyak dan punya daya tahan moral yang kuat,” jelas Rocky.
Bodoh jegal KAMI
Rocky menganggap langkah atau skenario menjegal Gatot dan KAMI merupakan cara yang bodoh, apalagi KAMI bergerak dengan basis politik moral. Makanya, Rocky yakin betul, KAMI tak akan rontok sebab berjalan dengan nafas tersebut. Lain lagi ceritanya, kalau KAMI basisnya adalah arogansi politik seperti oposisi yang bernafsu makar.
“Kekuasaan itu keliru menganggap KAMI bermental preman. KAMI dari awal inginkan perubahan bukan menghendaki konflik. Kalau mau konflik dari awal KAMI pakai seragam paramiliter kan. Kan di belakang banyak purnawirawan tapi justru diperlihatkan adalah pedagogi etik,” jelas Rocky.
Tokoh oposisi ini menegaskan, kurikulum KAMI adalah kurikulum moral. Makanya dia mengklaim KAMI hadir untuk menjaga eskalasi -berupa sinisme pada kekuasaan- supaya tidak mengarah pada politik dangkal seperti SARA dan rasisme.
“Buat apa membelokkan angin, kalau musim itu menghendaki angin puyuh,” ujarnya. ***
0 Comments