Politik Ninik Mamak, Rocky Gerung: PDIP Adalah Musuh Bersama
IMPIANNEWS.COM (Jakarta).
Pengamat Politik, Rocky Gerung tidak ketinggalan menyampaikan pandangannya terkait pernyataan Puan Maharani kepada Provinsi Sumbar.
Melalui kanal Youtube pribadinya, Rocky Gerung Official, Sabtu (5/9/2020), dirinya mengungkapkan keyakinan dari masyarakat Minang soal perhelatan Pilkada Sumbar 2020.
Menurut Rocky Gerung mereka telah menyakini bahwa pasangan calon (paslon) yang diusung ataupun didukung oleh PDIP tidak akan pernah menang di tanah Minang.
Terlebih pada tahun ini menyusul adanya pernyataan kontroversi dari Puan Maharani yang semakin memantapkan untuk mendukung paslon di luar PDIP.
Ia menambahkan bahwa situasi politik di Sumbar diakui sangat lekat dengan faktor kebudayaan.
Maka dari itu, Rocky Gerung menilai keputusan mundurnya PKB dari koalisi pendukung paslon Mulyadi-Ali Mukhni di Pilkada Sumbar 2020 tidak terlepas dengan persoalan tersebut.
Termasuk yang terbaru, paslon Mulyadi-Ali Mukhni sendiri kabarnya telah mengembalikan dukungan dari PDIP.
"Karena udah terbentuk persepsi bahwa ini PDIP pasti kalah, karena ini sudah soal culture," ujar Rocky Gerung.
"Kan kita tahu politik Minang itu kalau ketuanya sudah bilang A, politisinya pasti ikut, karena culturenya begitu," jelasnya.
Meski begitu Rocky Gerung tidak mengatakan bahwa kondisi tersebut lantas mematahkan kondisi untuk berdemokrasi di Sumbar.
Menurutnya tidak ada yang salah ketika para politisi Minang saling bersaing.
Namun yang menjadi persoalan adalah ketika ada pihak luar yang kemudian menyinggung soal budaya karena mempunyai pengaruh besar dalam berpolitik.
"Dalam keadaan demokrasi boleh saling bersaing, bahkan di antara politisi sesama Minang," kata Rocky Gerung.
"Tetapi menghadapi musuh bersama, pepatah petitih, petuah akan ambil alih, Ninik Mamak itu yang menentukan isu pada akhirnya," terangnya.
"Dan itu kuat sekali pengaruh politik dari Ninik Mamak terhadap musuh bersama ya, karena dianggap PDIP adalah musuh bersama," pungkasnya.
Diketahui Ninik Mamak adalah suatu lembaga adat yang terdiri dari beberapa orang penghulu yang berasal dari berbagai kaum atau klan yang ada dalam suku-suku di Minangkabau.
Lembaga ini diisi oleh pemimpin-pemimpin dari beberapa keluarga besar atau kaum atau klan yang disebut penghulu, di mana kepemimpinannya diwariskan secara turun temurun sesuai adat matrilineal Minangkabau.
Jabatan penghulu dipangku oleh seorang laki-laki Minangkabau yang dituakan dan dipandang mampu memimpin dengan bijaksana.
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun memberikan pandangannya terkait dinamika politik di Sumatera Barat (Sumbar) jelang Pilkada serentak 2020.
Buntut pernyataan kontroversi dari Ketua DPP PDIP, Puan Maharani, pasangan calon di Pilkada Sumbar 2020, Mulyadi-Ali Mukhni mengembalikan dukungan kepada PDIP yang merupakan partai pengusungnya.
Puan Maharani sebelumnya berharap dan mendoakan Sumatera Barat bisa menjadi provinsi yang mendukung negara Pancasila.
Hal itu lantas dipahami oleh banyak pihak, khususnya masyarakat Minang, seakan-akan Sumatera Barat sekarang ini tidak pro dengan Pancasila.
Dilansir TriunWow.com dalam tayangan Youtube Refly Harun, Minggu (6/9/2020), dirinya menyinggung soal geopolitik di Sumbar.
Dikatakannya bahwa Sumbar merupakan daerah yang memiliki basic masyarakat pendukung partai islam.
Oleh karenanya, tidak heran ketika partai-partai nasionalisme, seperti misalnya PDIP di Sumbar tidak sepopuler dengan keberadaan partai islam.
"Jadi secara geopolitik wajar kalau Sumatera Barat itu lebih pro kepada kelompok-kelompok islam modernis, bukan kelompok nasional," ujar Refly Harun.
"Islam tradisonalis saja tidak terlalu laku, apalagi kelompok nasionalis," imbuhnya.
Menurut pandangan dari Refly Harun, kelompok partai nasionalis tengah dihubung-hubungkan dengan paham komunis yang identik dengan sayap kiri.
Hal itu yang nampaknya dipahami oleh masyarakat Sumbar.
"Kelompok nasionalis yang dalam spectrum politik Indonesia terlalu ke kiri," katanya.
Berbeda dengan partai nasionalisme yang ditolak oleh masyarakat Sumbar, partai-partai moderat dinilai Refly Harun masih bisa diterima.
Dirinya mencontohkan Partai Golkar dan Gerindra.
Refly Harun lantas menyamakan dengan kondisi geopolitik yang terjadi di Jawa Tengah yang merupakan identik dengan partai berlambang kepala banteng.
"Tetapi kalau kelompok-kelompok moderat seperti Golkar masih bisa diterima, bahkan Gerindra pun masih bisa diterima," jelasnya.
"Tetapi PDIP rupanya agak susah memasuki Sumatera Barat."
"Sama seperti halnya Jawa Tengah itu sangat PDIP minded," pungkasnya. ***