IMPIANNEWS.COM (Wellington).
Pelaku penembakan di masjid Selandia Baru, Brenton Tarrant, tidak menunjukkan emosi ketika berhadapan dengan korban dan keluarganya di pengadilan.
Jaksa penuntut mengungkapkan Tarrant ingin menembak lebih banyak orang lagi.
"Dia mengaku pergi ke kedua masjid dengan maksud untuk membunuh orang sebanyak mungkin," kata Jaksa Penuntut, Barnaby Hawes di pengadilan.
"Dia mengatakan ingin menembak lebih banyak orang daripada yang dia lakukan saat sedang dalam perjalanan ke masjid lain di Ashburton, untuk melakukan serangan lainnya," imbuh Hawes, dilansir dari NDTV, Senin, 24 Agustus 2020.
Dalam wawancaranya, terdakwa menyebut aksinya sebagai serangan teror.
Hawes menambahkan, warga negara Australia itu menegaskan bahwa serangan itu dimotivasi oleh keinginan ideologisnya. Tarrant bermaksud menanamkan rasa takut pada orang-orang yang digambarkan sebagai 'penjajah', termasuk masyarakat Muslim atau lebih umumnya imigran non-Eropa.
Abdiaziz Ali Jama yang saudara iparnya, Muse Awale ditembak mati, mengatakan dirinya terus mengalami trauma. "Saya melihat gambar dan saya mendengar suara konstan rata-rata-rata (bunyi tembakan) di kepala saya," ungkap Jama.
"Saya mengalami kilas balik, melihat mayat di sekitar saya, darah di mana-mana," imbuh putra Ashraf Ali, korban lainnya.
Gamal Fouda, Imam Masjid Al Noor mengatakan, ia berdiri di mimbar dan melihat kebencian di mata seorang teroris yang dicuci otaknya. "Kebencianmu tidak diperlukan," seru Fouda.
Tarrant tiba di Selandia Baru pada 2017. Pria asal Australia itu tinggal di Dunedin yang berjarak 360 kilometer dari Christchurch. Dua bulan sebelum serangan, dia ke Christchurch dan menerbangkan drone di atas masjid Al Noor, merekam lapangan dan bangunan, termasuk pintu masuk dan keluar.
Pada Jumat, 15 Maret 2019, Tarrant meninggalkan kediamannya di Dunedin dan pergi ke Christchurch membawa senjata, terinspirasi dari perang sejarah, serta tokoh-tokoh Perang Salib.
Beberapa menit jelang penyerbuan Masjid Al Noor, Tarrant mengirim manifesto setebal 74 halaman radikal ke situs ekstremis, memberitahu keluarganya mengenai yang akan ia lakukan, dan mengirim surat elektronik (email) berisi ancaman menyerang masjid ke berbagai media.
Hakim Cameron mander telah memberlakukan pembatasan pelaporan untuk mencegah dia menggunakan pengadilan sebagai platform untuk pandangan ekstremis. Mander memperkirakan hukuman Tarrant akan dijatuhkan Kamis mendatang. **(