Perdana Menteri Australia, Scott Morrison/Net
IMPIANNEWS.COM (Australia).
Australia akan menawarkan 10.000 pemegang paspor Hong Kong yang saat ini tinggal di Australia untuk mengajukan permohonan tinggal permanen begitu visa mereka berakhir.
Langkah tersebut merupakan tanggapan pemerintahan Perdana Menteri Scott Morrison terhadap UU keamanan nasional yang diberlakukan China terhadap Hong Kong pada 30 Juni lalu.
Morrison sendiri percaya UU keamanan nasional dapat melukai kebebasan berekspresi warga Hong Kong, melansir The Telegraph.
"Itu berarti bahwa banyak pemegang paspor Hong Kong mungkin mencari tujuan lain untuk dikunjungi dan karenanya kami telah mengajukan opsi visa tambahan untuk mereka," papar Penjabat Menteri Imigrasi Alan Tudge kepada televisi ABC pada Minggu (12/7).
Tudge menjelaskan, untuk mendapatkan tempat tinggal permanen, pelamar masih harus lulus tes karakter, tes keamanan nasional dan sejenisnya.
"Jadi itu tidak otomatis. Tapi itu tentu saja jalur yang lebih mudah menuju tempat tinggal permanen dan tentu saja menjadi penduduk tetap, kemudian ada jalan menuju kewarganegaraan di sana," sambungnya.
"Jika orang benar-benar dianiaya dan mereka dapat membuktikan kasus itu, maka mereka dapat mengajukan permohonan untuk salah satu visa kemanusiaan kami dalam kasus apa pun," jelasnya lagi.
Pekan lalu, Morrison mengumumkan pihaknya menunda perjanjian ekstradisi dengan Hong Kong dan memperpanjang visa bagi penduduk Hong Kong dari dua menjadi lima tahun.
Merespons keputusan Australia, Kementerian Luar Negeri China mengatakan pihaknya juga memiliki hak untuk mengambil tindakan lebih lanjut.
"Konsekuensinya akan sepenuhnya ditanggung oleh Australia," tekan jurubicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian pada Kamis (9/7).
UU keamanan nasional Hong Kong sendiri berfungsi untuk mengatasi tindakan kejahatan seperti subversi, separatisme, terorisme, hingga campur tangan asing.
Para kritikus menganggap UU tersebut dijadikan tameng oleh pemerintahan Komunis China untuk mengekang kebebasan yang sudah dijanjikan kepada warga Hong Kong sesuai dengan kebijakan "satu negara, dua sistem". ***
0 Comments