Ilustrasi Bendera Jepang /Pixabay
IMPIANNEWS.COM (China).
UU Keamanan Hong Kong baru-baru ini menjadi perbincangan publik Internasional.
Meski banyak negara yang mengecam keputusan Tiongkok untuk menerapkan UU Keamanan kontroversial itu, ada beberapa negara yang tak ikut mengecam dan malah mendukungnya, salah satunya adalah Korea Utara.
UU tersebut dikecam karena dirasa akan membatasi kebebasan bagi warga Hong Kong melanggar perjanjian Sino-Inggris 1984 tentang otonomi bekas jajahan.
Dikutip dari Japan Times, kini Jepang juga menyatakan tidak akan bergabung dengan dengan Amerika Serikat, Inggris, dan negara lainnya yang mengecam Tiongkok karena memberlakukan UU keamanan baru itu.
Inggris, AS, Australia dan Kanada mengecam Tiongkok pada 28 Mei 2020 karena memberlakukan undang-undang yang mereka katakan akan mengancam kebebasan.
Di hari itu, tidak ada jawaban segera untuk pertanyaan email ke kementerian luar negeri Jepang dan kedutaan besar AS di Tokyo.
Namun, Tokyo secara terpisah mengeluarkan pernyataan pada 28 Mei 2020 dan mengatakan bahwa negara itu sangat khawatir tentang langkah itu, di mana pengamat khawatir dapat membahayakan otonomi khusus dan kebebasan Hong Kong.
Penolakn Jepan untuk bergabung ini tampaknya untuk menghindari adanya perselisihan dengan Beijing.
Keputusan Tokyo diterima dengan cemas oleh Washington yang menggarisbawahi tindakan menyeimbangkan yang dihadapi Jepang dalam mengelola hubungannya dengan Amerika Serikat (sekutu keamanan utamanya) dan Tiongkok, tetangganya, dan ekonomi terbesar kedua di dunia.
Peningkatan ketegangan lebih lanjut antara Tiongkok dan Amerika Serikat tentang masalah Hong Kong juga dapat mempersulit rencana Jepang untuk menerima Presiden Tiongkok Xi Jinping sebagai tamu negara.
Salah satu pejabat, perwakilan pemerintah Jepang yang juga mengambil bagian dalam rilis pernyataan penolakan tawaran itu, ikut membuka suara.
“Jepang mungkin lebih fokus pada hubungannya dengan Tiongkok. Tapi, jujur saja, kami kecewa,” kata pejabat itu.
Sementara itu, Jepang menyatakan keprihatinan serius tentang desakan Tiongkok untuk memaksakan hukum di Hong Kong selama konferensi pers oleh juru bicara pemerintah terkemuka Yoshihide Suga pada 28 Mei 2020.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Zhao Lijian, mengecam keras pernyataan bersama itu, dalam konferensi pers pada 29 Mei 2020.
Menyatakan bahwa komentar dan tuduhan yang tidak beralasan yang dibuat oleh negara-negara terkait merupakan gangguan mencolok dalam urusan Hong Kong dan urusan dalam negeri Tiongkok.
Dia juga mengeluarkan peringatan terselubung ke Tokyo untuk menjauhkan diri dari Amerika Serikat dan negara-negara Eropa dalam menangani masalah-masalah sensitif.
Pihaknya mengatakan bahwa Beijing berharap pihak Jepang akan menciptakan kondisi dan suasana yang sehat untuk mewujudkan kunjungan Xi Jinping ke Jepang.
Di bawah kebijakan "satu negara, dua sistem" Tiongkok, Hong Kong dijanjikan akan menikmati hak dan kebebasan wilayah semi-otonom selama 50 tahun setelah kembalinya bekas koloni Inggris ke pemerintahan Tiongkok pada 1997.
Tetapi dikhawatirkan undang-undang keamanan nasional yang melarang separatisme, subversi, campur tangan asing, dan terorisme di Hong Kong malah akan memberi Beijing lebih banyak peluang untuk mengikis kebebasan dan hak asasi manusia di wilayah tersebut.***
0 Comments