Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan Perjanjian Perdamaian Timur Tengah yang disebut sebagai 'kesepakatan abad ini'.
Menurut Wakil Duta Besar Palestina untuk Indonesia Taher Ibrahim Hamad, kesepakatan Trump tersebut akan ditolak Presiden AS pengganti Trump.
"Saya yakin Presiden Amerika Serikat berikutnya akan menolak kesepakatan Trump abad ini," kata dia di kediamannya, Jakarta, Rabu, 5 Februari 2020.
Taher mengecam keras kesepakatan Trump tersebut. Menurut dia, kesepakatan ini merupakan proposal untuk rezim apartheid yang melegitimasi proyek kolonial Israel di Tepi Barat.
"Masyarakat Muslim dan Kristen dan pemimpin Palestina telah menolak perjanjian tersebut, karena memberikan Yerusalem seutuhnya kepada Israel," tuturnya.
Karenanya, Presiden Palestina Mahmoud Abbas akan mengunjungi Dewan Keamanan PBB (DK PBB) pekan depan. Taher mengatakan Abbas ingin kembali membahas target Palestina, yakni solusi dua negara dan Yerusalem Timur sebagai ibu kota.
Menurutnya, target tersebut terbentuk dari Inisiatif Arab 2002 yang meminta Israel untuk menarik diri dari wilayah Palestina, Dataran Tinggi Golan dan Yerusalem Timur.
"Juga meminta membiarkan Palestina mendirikan negara merdeka kami dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota," imbuhnya.
Dalam pertemuan dengan DK PBB nanti, Abbas juga akan membahas mengenai kembalinya para pengungsi.
Taher menjelaskan bahwa resolusi PBB mengenai penentuan nasib sendiri orang-orang di bawah koloni, berada di belakang gagasan Presiden AS Woodrow Wilson.
"Dia menyebutkan tentang hak rakyat untuk menentukan nasib sendiri. Dan sekarang Trump menolak ide ini," pungkasnya.
Amerika Serikat (AS) telah merilis rencana perdamaian Timur Tengah yang bertajuk Middle East Peace Plan. Presiden Donald Trump percaya rencana itu bisa mendamaikan konflik Israel dan Palestina.
Sejatinya, rencana itu sarat tawaran ekonomi dan investasi bagi Palestina apabila mau ikut Middle East Peace Plan. Berdiri di samping Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih, Trump mengatakan usulnya "bisa menjadi kesempatan terakhir" untuk Palestina.
Gedung Putih merilis rencana setebal 186 halaman itu pada Selasa, 28 Januari 2020. Rencana ini berisi penetapan Yerusalem sebagai ibu kota Israel hingga tawaran investasi fantastis bagi rakyat Palestina.
0 Comments