Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan (Foto: Kevin Lamarque/ Reuters)
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan mengancam dan marah besar akan meluncurkan operasi militer ke timur laut Suriah, lokasi tempat pasukan (AS) berada.
Ancaman Erdogan merupakan peringatan bahwa kesepakatan AS-Turki untuk mengamankan perbatasan Suriah sudah goyah. Dia mengatakan, operasi militer Turki melawan pasukan Kurdi yang didukung oleh AS dapat dimulai dalam waktu dekat.
Militer Turki telah mengirim unit dan peralatan pertahanan ke Provinsi Sanliurfa tenggara pada bulan lalu. Erdogan telah menyatakan frustrasi dan mengancam operasi sepihak.
Namun kali ini, ancamannya dianggap paling keras di tengah kekhawatiran pasukan Kurdi terhadap sebuah operasi militer terbatas.
"Kami telah memberikan semua jenis peringatan mengenai (wilayah) timur Sungai Eufrat kepada pihak-pihak terkait. Kami telah bertindak dengan cukup sabar," kata Erdogan dikutip dari Associated Press pada Minggu (6/10).
Operasi militer terbatas Turki, lanjut Erdogan, akan memberikan tekanan besar pada lebih dari 1.000 tentara AS di Suriah timur laut, dan yang beroperasi secara dekat dengan pasukan pimpinan Kurdi.
Pemimpin Turki telah berulang kali menyatakan frustrasi dengan dukungan Washington untuk kelompok-kelompok Kurdi di Suriah.
Ancamannya terus berlanjut meskipun ada kesepakatan dengan Washington pada Agustus lalu untuk melakukan patroli bersama, dan memindahkan pejuang Kurdi Suriah dari perbatasan.
Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin Kurdi mengatakan pihaknya berkomitmen pada perjanjian antara Turki dan AS, untuk menjaga stabilitas di kawasan itu.
"Namun, kami tidak akan ragu untuk mengubah setiap serangan yang tidak diprovokasi oleh Turki menjadi perang habis-habisan di seluruh perbatasan untuk mempertahankan diri sendiri dan orang-orang kami," demikian cuitan juru bicara SDF Mustafa Bali pada Sabtu (5/10).
Diketahui, Turki memandang Unit Perlindungan Rakyat atau YPG sebagai perpanjangan dari Partai Pekerja Kurdistan atau PKK, yang telah melancarkan pemberontakan terhadap Turki selama 35 tahun.
Ankara dan Washington menganggap PKK sebagai kelompok teror, tetapi kedua negara bersilang pendapat mengenai masalah YPG, yang merupakan bagian dari SDF. Turki geram dengan dukungan AS terhadap kelompok itu.
Turki dan AS juga tidak setuju tentang ukuran area yang akan dipantau oleh patroli bersama, dan juga siapa yang akan mengawasinya.
Turki ingin tentaranya memantau daerah seluas 30 kilometer. Sedangkan AS dan pasukan Kurdi hanya menyepakati area pemantauan 14 kilometer.
Erdogan mengatakan patroli gabungan dengan AS tidak cukup, dan tampaknya dirancang untuk membuang-buang waktu. Dia bahkan mengejek patroli darat dan udara bersama hanyalah "dongeng."
0 Comments