Ketua PWI Jawa Barat Hilman Hidayat mengatakan, 10 pasal yang mengancam profesi wartawan dalam RUU KUHPidana berkaitan dengan penghinaan presiden, pembuatan berita bohong, pembuatan berita tidak pasti, hingga penghinaan terhadap orang mati.
Meski produk jurnalistiknya telah mematuhi etika, pasal-pasal tersebut akan membuat wartawan rentan dijebloskan ke penjara.
"Misalnya, jika ada kruptor yang telah meninggal dunia kemudian wartawan memberitakan rekam jejaknya yang kurang baik dan pihak keluarga tidak terima (dengan RUU KUHPidana), bisa dipidanakan," tutur Hilman di sela Safari Jurnalistik PWI di Banjaran, Kabupaten Bandung, Rabu (25/9/2019).
Padahal, kata Hilman, pemberitaan yang dilakukan wartawan merupakan kilas balik dari sebuah peristiwa. Artinya, kinerja wartawan tersebut secara tidak langsung mencatat peristiwa sejarah.
"Dia (wartawan) mencatat sejarah, sekarang dia juga membuka sejarah yang lama kan, itu gimana kalau terkait nama-nama yang kurang bagus dan bisa kena pasal," ujarnya.
Padahal, kerja wartawan sudah diatur sedemikian rupa dalam Undang-undang tentang Pers. Dengan begitu, 10 pasal dalam RUU KUHPidana berpotensi tumpang tindih dengan Undang-undang tentang Pers.
"Sebenarnya, PWI pusat itu dengan AJI dan IJTI sudah bertemu Ketua DPR, artinya memberi masukan," katanya.
"Bahkan dewan pers juga sudah membuat statement, kalau bisa dalam RUU KUHP Dewan Pers dilibatkan, jangan sampai tumpang tindih dengan UU Pers yang ada sekarang, karena makin sini, profesi wartawan itu jadi paling rentan dengan delik, tuntunan, macem-macem," tutupnya. (agb)
Sumber: Republika.co.id
0 Comments