Dua mahasiswa Universitas Halu Oleo di Kendari, yakni Randi (21) dan Yusuf (19), tewas saat berdemonstrasi. Pimpinan Komisi III DPR menuntut Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencopot Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto.
"Kami selaku anggota Komisi Hukum DPR RI meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk mencopot Menko Polhukam Wiranto karena terbukti gagal dalam melakukan antisipasi terhadap persoalan politik dan keamanan yang menjadi domain wilayah kerjanya," kata Wakil Ketua Komisi III DPR Erma Ranik dalam keterangan pers, kemarin.
Demonstrasi terjadi di banyak tempat di Indonesia. Namun tewasnya dua mahasiswa di Kendari, Sulawesi Tenggara, itu dinilai sebagai kegagalan Menko Polhukam Wiranto dalam menangani kondisi.
Selain itu, Komisi III DPR meminta Kapolri mengusut tuntas peristiwa tersebut, termasuk pelaku yang mengakibatkan tewasnya Randi dan Yusuf.
"Kapolda Sulawesi Tenggara wajib dicopot, karena terbukti tidak profesional dalam menangani aksi demonstrasi," kata Erma.
Erma menjelaskan menangani aksi-aksi demonstrasi dan kritik terhadap pemerintah tidak boleh dilakukan dengan kekerasan dan represi. Cara itu perlu dihindari karena akan menimbulkan korban.
"Indonesia adalah negara demokrasi," tandas politikus Partai Demokrat ini.
Sementara itu, ratusan orang yang tergabung dalam Dewan Syariah Kota Solo (DSKS) berdemonstrasi solidaritas atas kematian dua mahasiswa pengunjuk rasa. Mereka menuntut Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto dicopot.
Unjuk rasa menentang tindakan represif polisi itu dipusatkan di depan Markas Polresta Solo, Jumat (27/9). Massa peserta aksi tampak berkumpul di depan truk yang disulap menjadi panggung orasi.
Para peserta aksi demo tampak membawa foto wajah para korban yang tewas saat berunjuk rasa. Mereka juga membawa poster yang bertuliskan 'Copot Wiranto’.
Humas DSKS Endro Sudarsono mengatakan, aksi itu digelar sebagai bentuk solidaritas atas meninggalnya dua mahasiswa Universitas Halu Oleo. DSKS mengutuk tindakan represif polisi yang menyebabkan dua mahasiswa itu meninggal.
Endro meminta Presiden Joko Widodo untuk mengevaluasi kinerja Wiranto. Pasalnya, pejabat itu dianggap yang bertanggung jawab atas aksi represif dalam menangani aksi demo mahasiswa.
"Kita minta kepada Pak Jokowi untuk mengganti Menko Polhukam Wiranto atas terjadinya unjuk rasa di kota-kota besar termasuk di Papua," ujarnya.
DSK juga meminta Muhammadiyah untuk mengautopsi internal ataupun tim gabungan untuk mengetahui penyebab tewasnya dua mahasiswa atas tindakan represif polisi.
"Dengan autopsi itu diharapkan bisa mengungkap penyebab kematian itu bisa dipertanggungjawabkan secara publik dan valid," ujarnya.
Dia tetap mendukung aksi-aksi mahasiswa untuk mengkritik pemerintah, yakni kritis terhadap penolakan UU KPK yang telah disahkan DPR.
"Pemerintah seharusnya mengakomodasi adanya permintaan dari masyarakat, mahasiswa dan KPK agar KPK tidak dilemahkan dan UU itu tidak dilaksanakan," katanya.
Jika pemerintah tetap bersikukuh untuk menerapkan undang-undang itu, dipastikan gelombang demonstrasi akan terus berlangsung. Presiden harus menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang untuk membatalkan UU KPK.
Selain berdemonstrasi, ratusan orang itu juga menggelar salat gaib untuk mendoakan dua mahasiswa yang meninggal dunia saat berunjuk rasa. Salat dilaksanakan di setengah badan Jalan Adi Sucipto yang terletak di depan Markas Polresta Solo.
Desakan serupa juga disampaikan oleh Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Kupang mendesak Presiden Republik Indonesia Joko Widodo untuk mencopot Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto dari jabatannya.
“Kami medesak untuk mencopot Menko Polhukam, karena tidak mampu lagi menangani persoalan. Tidak ada keadilan di tanah Papua dan negara saat ini perang dengan masyarakatnya sendiri,” kata Ketua GMKI Kupang Ferdinand Umbu Tay Hambandima dalam aksi damai ke Markas Polda Nusa Tenggara Timur, Jumat (27/9).
Menurutnya, Wiranto tidak mampu menyelesaikan masalah di tanah Papua. Massa yang berjumlah puluhan orang tersebut, membawa bendera Merah Putih dan bendera GMKI serta membawa poster yang bertuliskan tuntutan untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi di Papua.
“Persoalan yang terjadi di Wamena dan Jayapura Provinsi seharusnya sudah diselesaikan. Namun, Menko Polhukum tidak mampu sehingga harus dicopot dari jabatanya,” ujar dia.
Selain itu pendekatan yang dilakukan untuk menyelesaikan persoalan tersebut tidak manusiawi. Sehingga mengakibatkan korban jiwa yang terus berjatuhan di tanah Papua. (tik/vvn/rea/bob)
Netter: Demo Besar, Beda Tahun, yang Muncul Orang Sama
Menteri Koordinator Bidang politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto baru saja menjadi bulan-bulanan warganet setelah melakukan jumpa pers di gedung Kemenko Polhukam, belum lama ini.
Dalam jumpa pers ini ia mengatakan bahwa aksi demonstrasi hanya akan menguras energi. Wiranto menilai bahwa aksi massa tidak relevan lagi karena penundaan pengesahan RUU KUHP, Pertahanan, Permasyarakat dan Keternagakerjaan sudah terpenuhi.
Menko Polhukam itu menghimbau massa untuk mengadakan dialog dengan DPR, pada peroide selanjutnya ataupun dengan pemerintah.
Setelah mengadakan jumpa pers itu, nama Wiranto langsung menjadi trending di media sosial Twitter.
Warganet mulai menyoroti peran Wiranto di era pemerintahan sekarang dan ketika era kekuasaan Orde Baru.
"Dua demo besar di Indonesia, yang muncul di TV orang yang sama," cuit @mouldie_sep, Selasa (24/9).
Tweet dari netter ini dilengkapi dengan dua foto Wiranto pada era Orde Baru dan foto barunya saat mengadakan jumpa pers.
Tak pelak unggahan ini mendapatkan respon yang luar biasa dari netter. Sejak berita ini diturunkan, cuitan ini sudah disukai lebih dari 12 ribu pengguna jejaring sosial Twitter.
"Hebat kan.....Kalian menghadapi veteran, orang yg sama waktu ayah kalian demo," tulis @mufidmommy.
Ada juga netter yang justru salah fokus dengan penampilan Wiranto yang tidak pernah berubah.
"Saya suka dengan gaya rambutnya tidak pernah berubah," tulis @sastrodimeto.
Tak cukup sampai disitu, massa juga menuliskan tulisan menohok yang menyindir sosok Wiranto.
"Tidak ada yang abadi, kecuali Wiranto, 1998-2019," tulis massa dalam sebuap spanduk putih yang tergantung di sebuah pagar besi. (sua/bob)
0 Comments