Arsip Surau Tuo Taram, 11 tahun yang lalu (2008). Sekarang halaman depan surau ini sudah ditembok. |
Limapuluh Kota, --- Surau Tuo Taram, tepatnya lapangan Surau Tuo yang berhadapan dengan Makam Syaikh Taram dan Mesjid Baitul Kiramah. Kabut embun yang turun membuat suasana pagi ini terasa berbeda, syahdu, dan lebih sakral. Pucuk gonjong surau yang berbilang banyaknya sejarah sekitar lokasi memberikan pemandangan yang amat langka, ditambah dengan samar-samar puncak Bukit Bulek, dan sederatan rumah gadang yang tetap tegar menghadapi zaman.
"Inilah negeri Taram, yang tercatat dalam sejarah penyebaran Islam di Pedalaman Minangkabau, yang juga sering tertulis dalam lembaran-lembaran catatan Kolonial sebagai negeri terkemuka,"terang Apria Putra dosen IAIN Bukittinggi, Ahad (11/08/2019) yang pagi itu diamanhi sebagai khatib di nagari Taram
Diterangkan, Bagi dirinya, Taram adalah tempat penuh kenangan. Selain menjadi lokasi mengajar saya pertama, sepulang dari rantau, dalam fann Mantiq; dimana dirinya benar-benar merasai nikmat berguru dan tasarruf guru dalam mengajar, Taram juga lokus pertama yang saya kunjungi di masa masih beliau ketika mulai menulis tarajim ulama-ulama besar di kampung saya.
"Adalah Syaikh Taram, yang menurut tutur yang didengar, waris yang dilanjutkan, bernama Syaikh Ibrahim. Datang dari Madinah bersama-sama dengan Syaikh Abdurra’uf Singkel setelah mengaji kepada al-‘Allamah Syaikh Ahmad Qusasyi di al-Madinah al-Munawwarah. Beliau-lah yang pertama meneruka ilmu agama di Taram, menyusun masyarakat, dan menjadi tokoh sentral keulamaan, berabad-abad silam. Beliau juga seorang sufi, sebagaimana Syaikh Ahmad Qusasyi,"Apria Putra beberkan sejarah.
Makam beliau menjadi tujuan utama ziarah di Limapuluh Kota, sebelum makam Syaikh Batuhampar, Makam Syaikh Mungka, dan Makam Syaikh Belubus. Hampir setiap tahun makam ini dikunjungi penziarah dari berbagai daerah bahkan dari Malaysia. Bertabarruk, melepas nazar, atau sekedar mengenang jasa-jasa syaikh, adalah aktivitas yang biasa ditemui di komplek makam ini. Surau-nya pun masih dalam bentuk asli, meski beberapa kali dipugar dari kayu menjadi batu.
"Menurut ulama-ulama kami, Makam Syaikh Taram adalah salah satu tempat yang berdo’a yang maqbul, dan sudah mujarrabah. Tapi, jangan salah sangka, kami bukan berdo’a pada syaikh yang bermakam, tapi menyelipkan nama beliau dalam berdo’a kepada Allah. Dan hal ini adalah ijma’ ulama Ahlussunnah wal Jama’ah di atas dunia akan kebolehannya, bahkan sementara menganjurkan. Ini masuk Bab Tawassul dan Istighatsah. Jangan tanya hadits, atau apakah ini dikerjakan nabi atau tidak, sebab mungkin akan menimbulkan berbicaraan yang panjang antara kita,"ulasnya.
"Kalau boleh disebut tokoh ulama yang pernah bertawassul di Makam Syaikh ini, salah satunya ialah Abuya H. Sirajuddin Abbas, murid dari Syaikh Umar Hamdan al-Mahrisi (Muhaddits al-Haramain yang terkemuka) dan Syaikh Ali al-Maliki (Sibawaih-nya penduduk Mekkah),"ulasnya lagi.
Dikabarkannya, yang paling menarik, ialah dapat berkhutbah di tempat bersejarah. Amal selesai, ziarahpun diperdapat. Setelah dijamu dengan makanan enak oleh shahibul bait, seusai khutbah, dapatlah saya menyendiri di depan Makam Syaikh, sendiri saja.
Entah kenapa, hati menjadi begitu sendu, mata seolah melembut. Di sini terbukti, dan betul terasa, mengunjungi ulama yang sudah wafat menambah pemahaman. Seolah-olah dada ini “penuh” setelah pintu makam saya tutup kembali.
اللهم افتح فتوح العارفين
Oh... Taram...Masih terasa getaran jiwa ulama-ulama-mu...
Syaikh nan Tuo
Syaikh Sungai Omeh
Syaikh Surau Durian
Syaikh Muhammad Yusuf
Syaikh Abdul Jalil Ongku Padang
Syaikh Adimin Arradji
Buya Sa'id Adimin al-Khalidi al-Naqsyabandi...
"Sungguh.. aku merasainya,"pungkas Apria Putra Angku Mudo, dosen muda ini.(ul)