Presiden Joko Widodo secara resmi membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Tahun 2019. Acara pembukaan tersebut digelar di Istana Negara, Jakarta, pada Selasa, 23 Juli 2019.
Dalam kesempatan tersebut, Presiden Joko Widodo memberikan tiga arahan terkait kerawanan bencana di Indonesia. Pertama, Presiden ingin agar semua pihak sensitif dan antisipatif terhadap bencana, terutama mengingat Indonesia negara yang paling rawan bencana karena berada dalam kawasan cincin api atau _ring of fire_.
"Dalam rangka mengurangi risiko-risiko yang ada, kebijakan nasional dan daerah ini harus bersambungan, harus sensitif semuanya, harus antisipatif semuanya, terhadap kerawanan bencana yang kita miliki. Kita tahu semuanya kita berada di _ring of fire_, dalam kawasan cincin api. Kita tahu semuanya kita memiliki gunung-gunung api yang aktif. Banjir dan longsor juga selalu setiap tahun ada," ujar Presiden.
Presiden pun mengapresiasi peran BMKG dalam memberikan pemahaman potensi bencana kepada masyarakat untuk mengurangi risiko-risiko bencana. Secara khusus, Presiden memberikan contoh berupa peringatan dini tsunami setiap kali terjadi gempa bumi.
"Saya melihat sekarang kalau ada gempa misalnya 5,5 skala richter atau di atasnya langsung di TV keluar ada tidaknya potensi tsunami, yang dulu-dulunya enggak pernah. Ini saya kira sebuah lompatan kemajuan yang sangat baik dari BMKG," jelasnya.
Kedua, Presiden mengingatkan hubungan pemerintah pusat dan daerah harus terjalin dengan baik. Hal ini mengacu pada pembangunan infrastruktur di kawasan-kawasan yang rawan bencana. Presiden ingin BMKG bersikap tegas kepada pemerintah daerah terkait zonasi daerah rawan bencana.
"Tolong beritahukan apa adanya supaya setiap pembangunan juga mengacu, kalau daerah-daerah yang rawan bencana ya beritahukan, sampaikan kepada daerah ini rawan gempa. Lokasi ini rawan banjir. Jangan dibangun bandara, jangan dibangun bendungan, jangan dibangun perumahan. Tegas-tegas harus disampaikan. Jangan sampai kita mengulang-ulang sebuah kesalahan yang di situ jelas garisnya lempengan tektonik kok dibangun perumahan besar-besaran," tegasnya.
Ketiga, Kepala Negara ingin agar pendidikan kebencanaan disampaikan secara masif kepada masyarakat. Secara khusus, Kepala Negara menginginkan pendidikan kebencanaan disampaikan secara intensif di sekolah-sekolah, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi.
"Sampaikan juga apa adanya. Seperti kemarin agak ramai mengenai potensi _megathrust_, ya sampaikan apa adanya. Memang ada potensi kok. Bukan meresahkan, tapi sampaikan kemudian tindakan apa yang harus kita lakukan. _Step-step_-nya seperti apa. Itu mengedukasi, memberikan pelajaran kepada masyarakat," tuturnya.
Di penghujung sambutannya, Presiden ingin agar ke depannya peralatan-peralatan BMKG diperbarui. Namun, ia juga mengingatkan agar BMKG bisa merawat peralatan-peralatan tersebut sehingga bisa terus digunakan untuk memantau kerawanan bencana.
"Dititipkan saja lah kepada aparat keamanan setempat bahwa ini adalah barang yang sangat penting sekali untuk memantau kerawanan bencana baik itu longsor, tsunami, gempa bumi sehingga semuanya ikut menjaga, rakyat ikut menjaga, masyarakat ikut menjaga, aparat kita juga ikut menjaganya. Karena banyak juga yang enggak tahu barang apa itu enggak ngerti. Tulisi yang gede-gede saja, sangat penting untuk dijaga bareng-bareng," tandasnya.
Dalam acara tersebut, Presiden tampak didampingi oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Kesehatan Nila Moeloek, Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya Bakar, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo, dan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati.(ul)
Jakarta, 23 Juli 2019
Plt. Kepala Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden
Chandra A. Kurniawan