Kisruh Seleksi Calon Anggota KPI, Supadiyanto Siap Gugat Menkominfo

IMPIANNEWS.COM (Yogyakarta)

Supadiyanto, salah satu peserta seleksi calon anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dalam waktu dekat akan mendaftarkan gugatan terhadap Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Hal itu disampaikan mantan anggota KPI Daerah Yogyakarta ini kepada redaksi melalui surat, Selasa 23 Juli 2019.

Supadiyanto menyatakan bahwa langkah ini harus ditempuhnya setelah berbagai usaha terkait dugaan maladministrasi dan kecurangan yang dilakukan oleh panitia seleksi calon anggota KPI Pusat 2019-2022 tidak mendapatkan respon sebagaimana mestinya dari instansi berwenang, terutama Menkominfo sebagai penyelenggara seleksi. Bahkan, Ombudsman yang mendapatkan laporan dari Supadiyanto dan masyarakat pemerhati penyiaran lainnya, yang kemudian mendatangi DPR-RI untuk menyampaikan hasil telaahan mereka atas kasus itu, tidak dihiraukan oleh DPR maupun Menkominfo, dan tetap ngotot meneruskan proses seleksi.

Supadiyanto, yang merupakan dosen ilmu komunikasi di sebuah perguruan tinggi di Yogyakarta itu, berharap keadilan dan kebenaran masih ada di negara ini. Dirinya merasa perlu melakukan perlawanan atas dugaan kesewenang-wenangan pejabat negara, dalam hal ini Menkominfo, yang bertanggung jawab atas perilaku panitia seleksi yang tidak transparan dan diduga melakukan tindakan manipulatif dalam proses seleksi calon anggota KPU Pusat. Sebagai salah satu peserta seleksi yang digugurkan oleh panitia seleksi secara tidak benar, tidak transparan, dan penuh manipulasi, Supadiyanto merasa telah dizolomi hak-haknya sebagai anak bangsa yang tidak semestinya diperlakukan tidak adil oleh panitia seleksi bentukan Menkominfo.

Sementara itu, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Wilson Lalengke yang turut merekomendasikan Supadiyanto mengikuti seleksi calon anggota KPI Pusat di Kemenkominfo ini, menyatakan prihatin dan sangat menyayangkan atas kasus itu. Dirinya menilai bahwa kebobrokan para oknum pembantu presiden terjadi dimana-mana sehingga menghambat kemajuan bangsa dan negara Indonesia. Menkominfo, menurut Wilson selayaknya dipecat dari jabatannya, karena tidak memiliki prestasi dalam mengelola informasi dan membangun sistim komunikasi yang baik sesuai kebutuhan bangsa selama ini.

“Amburadulnya bidang jurnalisme, penyiaran dan publikasi media massa di beberapa tahun belakangan ini adalah buah dari ketidak-becusan Menkominfo dalam mengelola bidang tersebut. Presiden Jokowi semestinya melakukan evaluasi terhadap kinerja pejabat yang satu ini,” tegas alumni PPRA-48 Lemhannas RI Tahun 2012 itu.

Terkait dengan kisruh yang terjadi pada proses seleksi calon anggota KPI Pusat periode 2019-2022, yang diduga kuat penuh dengan pelanggaran terhadap peraturan perundangan yang ada, Wilson menyampaikan kritik kerasnya terhadap perilaku yang dianggapnya curang tersebut. “Saya tentu menolak keras atas sikap, pola pikir, dan perilaku curang seperti yang dipertontonkan panitia seleksi calon anggota KPI Pusat itu. Mereka bukan hanya melakukan keteledoran maladministrasi, tetapi lebih dari itu mereka dapat dikategorikan melakukan tindakan kriminal penipuan, rekayasa, dan manipulasi untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya,” jelas jebolan pascasarjana bidang Global Ethics dari Birmingham Univeristy Inggris itu.

Oleh karena itu, Wilson sangat mendorong perhatian semua pihak, terutama Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, agar segera mencermati masalah ini dan kemudian mengambil tindakan yang perlu dalam rangka menyelamatkan dunia komunikasi dan informasi publikasi, khususnya penyiaran di NKRI. “Harapan terakhir adalah di tangan Presiden, semoga Jokowi segera memberi perhatian dan mengambil kebijakan yang tepat demi menyelamatkan dunia komunikasi dan informasi publikasi di negara kita,” pungkas Alumni Program Persahabatan Indonesia Jepang Abad 21 (Kappija-21) ini.

Berikut adalah surat terbuka yang dikirimkan Supadiyanto yang menyatakan akan menggugat Menkominfo ke PTUN atas kisruh seleksi calon anggota KPI Pusat periode 2019-2022.

Saya (Supadiyanto) sebagai salah satu Calon Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Periode 2019-2022 yang berdomisili di Yogyakarta—yang merasa dirugikan materiil dan immateriil, berencana menempuh jalur hukum yakni mengajukan gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta—pada akhir pekan besok. Mengingat dalam proses seleksi Calon Anggota KPI Pusat Periode 2019-2022 dinilai tidak transparan, terjadi maladministrasi, dan melanggar regulasi di bidang penyiaran. Apalagi banyak data yang dirahasiakan oleh Panitia Seleksi Calon Anggota KPI Pusat Periode 2019-2022 dan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI terutama terkait skor hasil wawancara dan jejak rekam para calon pejabat publik di lingkungan KPI Pusat Periode 2019-2022 yang dilarang keras untuk diketahui publik, padahal hal tersebut layak dibuka demi kepentingan nasional yang lebih besar.

Secara esensial, ada lima gugatan yang saya ajukan. Pertama, agar membatalkan Surat Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Nomor: R-476/M.KOMINFO/KP.03.01/06/2019 Tanggal 19 Juni 2019 berisi tentang 34 calon Anggota KPI Pusat Periode 2019-2022 karena melanggar sejumlah regulasi. Kedua, agar membatalkan Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Nomor 798 Tahun 2018 tentang Panitia Seleksi Calon Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Periode 2019-2022—yang kemudian diubah dengan Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Nomor 115 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 798 Tahun 2018 tentang Panitia Seleksi Calon Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Periode 2019-2022 karena bertentangan dengan sejumlah regulasi. Ketiga, agar menganulir seluruh keputusan penting yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, Panitia Seleksi Calon Anggota KPI Pusat Periode 2019-2022, dan DPR RI—yang berhubungan dengan proses seleksi Calon Anggota KPI Pusat Periode 2019-2022 yang sudah dilakukan dalam proses di atas.

Keempat, Panitia Seleksi Calon Anggota KPI Pusat Periode 2019-2022, DPR RI, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI harus melakukan proses seleksi ulang (dari awal lagi) calon anggota KPI Pusat Periode 2019-2022. Semua pihak yang berkepentingan dalam proses seleksi tersebut wajib tunduk dan patuh mutlak pada amanat Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Peraturan KPI Nomor 01/P/KPI/07/2014 tentang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia, dan regulasi lainnya yang mengikat. Terakhir, agar Presiden RI menunda penerbitan Surat Keputusan (SK) Presiden RI tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Periode 2019-2022 yang sudah dimohonkan oleh DPR RI; dan melakukan perpanjangan masa jabatan Anggota KPI Pusat Periode 2016-2019 untuk “sementara waktu”; karena berhubungan dengan penghormatan terhadap langkah hukum yang dilakukan warga negara di PTUN Jakarta.

Saya menargetkan untuk memasukkan materi gugatan segera di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada akhir pekan ini, sebelum habis masa jabatan komisioner KPI Pusat Periode 2016-2022 yang jatuh tempo pada 27 Juli 2019. Hal tersebut ditempuh sebagai upaya gerakan sosial dalam rangka penegakan hukum penyiaran nasional. Jika semua orang di Indonesia diam saja terhadap adanya upaya penyalahgunaan wewenang, maldaministrasi, dan pelanggaran hukum dalam proses seleksi KPI Pusat Periode 2019-2022, dapat dikatakan masa depan dunia penyiaran berada di ambang keruntuhan.

Pada medio Juli 2019, saya juga sudah berkorespondensi dengan Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo) dengan mengirimkan surat keberatan atas Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika RI yang menetapkan 34 calon anggota KPI Pusat Periode 2019-2022 dan Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika RI menetapkan 16 anggota Panitia Seleksi Calon Anggota KPI Pusat Periode 2019-2022 yang melanggar sejumlah perundang-undangan. Pada 26 Juni 2019, saya bersama rekan lain sudah berusaha keras melaporkan terjadinya maladministrasi dan cacat hukum dalam proses seleksi tersebut ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) sebagai pintu masuk untuk mendeteksi terjadinya berbagai penyalahgunaan prosedur dan kewenangan yang dilakukan badan publik. Hingga saat ini, Ombudsman Republik Indonesia masih terus mengembangkan temuan-temuan indikasi terjadinya maladministrasi, bahkan langsung melakukan inspeksi mendadak di DPR RI saat berlangsung uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) terhadap 34 calon anggota KPI Pusat Periode 2019-2022 pada 8 Juli 2019. Industri media penyiaran nasional yang faktanya saat ini dikuasai oleh para konglomerat media massa, hanya bisa diatur dan dan dikendalikan secara tegas oleh para komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat yang memegang teguh upaya penegakan hukum. Dalam koridor dunia penyiaran, negara dalam hal ini entitas pemerintahan yang berkuasa (terdiri atas legislatif, eksekutif, dan yudikatif) harus menjamin setiap informasi yang diperoleh masyarakat harus mencerdaskan publik.

Berbagai elemen masyarakat mulai dari akademisi, pers, lembaga swadaya masyarakat, dan para tokoh dunia penyiaran lainnya sebelumnya juga sudah meminta agar proses seleksi Calon Anggota KPI Pusat Periode 2019-2022 dihentikan dan dilakukan evaluasi bersama. Namun Panitia Seleksi Calon Anggota KPI Pusat Periode 2019-2022, Menteri Komunikasi dan Informatika RI, serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) seolah “tutup mata” dan tidak peduli dengan berbagai masukan dari masyarakat tersebut. Artinya para pihak yang terlibat langsung dalam proses seleksi tersebut, tidak peduli dengan eksistensi regulasi media penyiaran. Bahwa di negara hukum, segala kebijakan yang ditempuh oleh pejabat publik maupun badan publik sangat terikat oleh ruang dan waktu yang bernama regulasi (tata perundang-undangan).

Sebagai salah satu anggota Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI), pengurus struktural pada Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Pusat, sekaligus Ketua Program Studi S1 Ilmu Komunikasi STIKOM “AKINDO” Yogyakarta, saya memiliki keprihatinan mendalam terhadap kinerja para komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat yang belakangan ini sangat lunak dengan dunia industri. Implikasinya, penegakan hukum di bidang penyiaran hanya menjadi “lipstik” semata. Bukan sebagai ruh dari perwujudan lembaga negara yang independen yang memiliki otoritas penuh dalam mendesain arsitektur penyiaran nasional. Ketika semangat profesionalitas dan kedisiplinan dalam penegakan hukum selalu dikedepankan oleh para komisioner KPI Pusat, saya meyakini bahwa industri media penyiaran akan mampu mencerdaskan bangsa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun jika industri media penyiaran dipasrahkan kepada para komisioner yang tidak memiliki komitmen tinggi dalam upaya penegakan hukum, sudah dapat dipastikan keberdaan regulator media sekaliber KPI Pusat sekadar dijadikan sebagai macan kertas.

Atas perhatian dan kerjasamanya, saya mengucapkan banyak terima kasih!

Yogyakarta, 23 Juli 2019
Hormat saya,
Penggugat,

TTD

SUPADIYANTO, S.Sos.I., M.I.Kom.
Calon Anggota KPI Pusat Periode 2019-2022
HP/WA: 0817-9447-204 e-mail: supadiyanto.nkri@gmail.com